Langkah-langkah Aswaja dalam Memutuskan Masalah Keagamaan

Di dalam memutuskan suatu masalah, tentu kita tak dapat memutuskan dgn cepat. Kita harus mengadakan penelitian yg cermat terhadap masalah tersebut. Kita tak menghalalkan sesuatu atau mengharamkan sesuatu, kecuali dgn dalil-dalil yg jelas.

Jangan mengharamkan apa yg dihalalkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, dan jangan pula menghalalkan apa yg diharamkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Di dalam Ilmu Fiqih apabila kita melihat suatu perbuatan di tengah-tengah masyarakat, kita tak dapat dgn secepat mungkin berkata halal atau haram.

<>

Adapun langkah-langkahnya, sebagai berikut; pertama, Kita melihat apakah perbuatan tersebut ada perintahnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah? Kedua, Apabila perbuatan tersebut, tak ada perintahnya baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, kita lihat kembali, apakah ada larangan terhadap perbuatan tersebut?

Ketiga, kalau perintah terhadap perbuatan tersebut tak ada dan juga larangannya, di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tak ada, kita tinjau kembali; apakah perbuatan tersebut ada maslahatnya terhadap agama? Keempat, kalau ternyata perbuatan tersebut tak ada maslahatnya, kita tinjau kembali, apakah perbuatan tersebut ada madlaratnya (bahayanya) terhadap agama?

Setelah tahap-tahap tersebut di atas baru kita dapat menentukan hukum:
1. Apabila ada perintah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka hukumnya tak terlepas dari wajib atau sunnah.
2. Apabila ada larangan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka hukumnya tak lepas dari haram atau makruh
3. Apabila larangan dan perintah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tak ada, tetapi mengandung mashlahat, maka hukumnya sunnah (baik).
4. Apabila larangan dan perintah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tak ada dan perbuatan tersebut membawa madlarat maka hukumnya haram.
5. Apabila larangan dan perintah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tak ada dan perbuatan tersebut tak mengandung mashlahat dan madlarat maka hukumnya mubah.

Sebagai contoh langkah-langkah pemutusan masalah, ialah bagaimana hukumnya membaca Surat Yasin malam Minggu? Di antara jawabannya sebagai berikut; perintah membaca Yasin malam Minggu tak ada, juga larangan membaca Yaasin malam minggu tak ada. Karena mereka dapat berkumpulnya hanya pada malam minggu, mereka mengadakan bacaan Yasin pada malam tersebut, sebab bahayanya membaca Yasin malam Minggu tak ada. Sedangkan manfa’atnya jelas, mengikat ukhuwah Islamiyah dan dzikir kepada Allah SWT. Dengan demikian, maka hukum membaca Yasin pada malam Minggu itu sunnah dalam Ilmu Fiqih.

KH A Nuril Huda
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.