Lima Asas Perbankan Syariah (1): Hifdhun Nafs, Hifdhul ‘Aql, Hifdhul Mal

Sepakat terhadap dlarurat yg dapat diterapkan pada kasus perbankan syari’ah, secara otomatis sepakat pula terhadap konsep al-dlaruriyyatu al-khams dapat berlaku pada perbankan tersebut. Kajian mendalam terkait dgn al-dlaruriyyatu al-khams serta hubungannya dgn eksistensi perbankan syariah, mau dikupas lebih mendalam lagi setelah kita mengetahui konsep umumnya.

(Baca: Konsepsi Darurat dalam Sistem Ekonomi Perbankan Syariah)

Pada dasarnya konsep dlarurat dalam Islam itu tak lepas dari 5 pilar kebutuhan primer (al-dlaruriyyatul al-khams), yaitu: hifdhun nafs (jaminan perlindungan jiwa), hifdhul ‘aql (jaminan perlindungan akal), hifdhul mâl (jaminan perlindungan harta), hifdhun nasl (jaminan perlindungan keturunan), dan hifdhud dîn (jaminan perlindungan agama). 

Hifdhun nafs,  merupakan konsep penjagaan diri. Allah SWT berfirman dalam QS an-Nisa’: 29: 

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: “Janganlah kalian membunuhdiri kalian! Sesungguhnya Allah Mahapenyayg terhadap kalian.”

Ibnu ‘Asyur memberikan penjelasan terhadap ayat di atas dalam tafsirnya at-Tahrîr wat Tanwîr: 5/25:

قَوْلُهُ: وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ نَهْيٌ عَنْ أَنْ يَقْتُلَ الرَّجُلُ غَيْرَهُ، فَالضَّمِيرَانِ فِيهِ عَلَى التَّوْزِيعِ، إِذْ قَدْ عُلِمَ أَنَّ أَحَدًا لَا يَقْتُلُ نَفْسَهُ فَيُنْهَى عَنْ ذَلِكَ، وَقَتْلُ الرَّجُلِ نَفْسَهُ دَاخِلٌ فِي النَّهْيِ، لِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يُبِحْ لِلْإِنْسَانِ إِتْلَافَ نَفْسِهِ كَمَا أَبَاحَ لَهُ صَرْفَ مَالِهِ، أَمَّا أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ هُنَا خُصُوصَ النَّهْيِ عَنْ قَتْلِ الْمَرْءِ نَفْسَهُ فَلَا

Artinya: “[Janganlah kalian membunuh diri kalian!]. Allah SWT melarang seorang membunuh sesamanya. Keberadaan dua dlamir di firman tersebut berfaedah tauzî’ (pengaturan), maksudnya: sebab diketahui bahwa bila seorang individu dilarang melakukan bunuh diri maka ia harus mencegah dirinya dari mendekati perbuatan tersebut. Dengan demikian, usaha bunuh dirinya seorang rajul termasuk bagian dari yg dilarang, sebab sesungguhnya Allah tak membolehkan seseorang melakukan kerusakan pada dirinya sendiri sebagaimana tak membolehkan melakukan kerusakan dalam tasharruf hartanya. Adapun, ayat ini hanya dimaksudkan khusus berbicara tentang larangan dari bunuh dirinya seseorang maka tak boleh.”

Dalam tafsir dan ayat di atas, Ibnu ‘Asyur menyandingkan antara perbuatan bunuh diri dgn berbuat kerusakan pada tasharruf harta. Penyandingannya disebabkan sebab sama-sama memuat unsur itlaf-nya (sumber kerusakan).

Hifdhu al-aql merupakan konsep penjagaan akal. Menjaga kesehatan mental/akal meliputi larangan melakukan perbuatan yg dapat menghilangkan kewarasan akal itu sendiri. Seperti misalnya mengkonsumsi barang-barang yg memabukkan, atau bahkan melakukan tindakan yg diluar akal. Misalnya seperti mendatangi dukun, berbuatan thayyarah (ramalan buruk), undi nasib, perjudian, dan lain sebagainya.  Allah SWT telah berfirman Q.S. Al-Maidah: 90:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yg beriman, sesungguhnya khamr, perjudian, undi nasib, dan azlam merupakan perbuatan menjijikkan pekerjaannya syaithan. Oleh sebab itu jauhilah supaya kalian termasuk orang yg beruntung.”

Syeikh Al-Thabary dalam Kitab Tafsir Al-Thabary: 122, memberikan penjelasan mengenai ayat tersebut sebagai:

فنهاهم بذلك عن تحريم ما أحلّ الله لهم من الطيبات. ثم قال: ولا تعتدوا أيضًا في حدودي، فتحلُّوا ما حرَّمت عليكم، فإن ذلك لكم غير جائز، كما غيرُ جائزٍ لكم تحريم ما حلّلت، وإنيّ لا أحبُّ المعتدين

Artinya: “Allah SWT melarang kaum yg beriman dari mengharamkan suatu perkara yg baik yg dihalalkan oleh Allah buat mereka. Kemudian disertai dgn firman: “janganlah kalian melampaui” batas-batas yg telah aku tetapkan, yaitu termasuk kamu menghalalkan apa yg aku haramkan kepada kalian, sebab sesungguhnya hal yg demikian itu ialah tak boleh, sebagaimana tak boleh bagimu mengharamkan perkara yg halal. Sesungguhnya aku tak mencintai orang-orang yg melampaui batas”

Al-Dlaruriyyatu al-Khamsah berikutnya ialah hifdhul mâl, yaitu penjagaan harta. Dalil asal dari penjagaan harta ini ialah hadits, sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari, No. Hadits. 1477:

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُلَيَّةَ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ الحَذَّاءُ، عَنِ ابْنِ أَشْوَعَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، حَدَّثَنِي كَاتِبُ المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ: أَنِ اكْتُبْ إِلَيَّ بِشَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ المَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ “رواه البخاري

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT membenci buat kalian tiga perkara: dikatakan dan mengatakan (perdebatan), menyia-nyiakan harta dan banyak tanya.” HR. Bukhary.

Menyia-nyiakan harta termasuk bagian yg dibenci oleh syari’at sebagaimana hadits di atas. Termasuk tindakan menyia-nyiakan barang ada beberapa perincian, sebagaimana dalam catatan kaki dari Kitab tersebut, yaitu: 

إضاعة المال -  بإنفاقه في المعاصي أو الإسراف فيه في المباحات

Artinya: “Menyia-nyiayakan harta, yaitu menginfakkannya dalam kema’siatan, atau berlebih-lebihan dalam penggunaannya buat perkara yg mubah”

Mencermati qaul di atas, dalam kajian fiqih transaksi, maka termasuk bagian dari tindakan melakukan hifdhu al-maal ialah tindakan hajr (pemblokiran) oleh bank, tindakan pre-emption (menunda pemberian hak atas ahli waris yg safîh), mencegah keluarnya peredaran uang ke luar negeri, dan lain sebagainya. 


Bersambung…

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri P. Bawean, Kab. Gresik, Jatim





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.