Sejarah Derivatisasi Usaha dalam Perbankan Nasional Berbasis Syariah

Derivatisasi sejatinya merupakan modifikasi. Ada perbedaan yg esensial dari keduanya. Jika modifikasi, ialah sebuah upaya penciptaan pengubahan produk dari segi luarnya, namun tak meninggalkan esensi aslinya. Namun, buat derivatisasi, merupakan upaya menciptakan sebuah produk dgn meninggalkan esensi aslinya dgn tetap mempertahankan tampilan fisik luarnya. 

Pengubahan bentuk luar sebuah produk, misalnya, sepeda motor Yamaha merek Jupiter menjadi Jupiter, Jupiter X, Jupiter Z, Jupiter Z1, merupakan sebuah langkah modifikasi usaha, sebab hanya tampilan luar produk yg berubah, sementara esensi dalamnya tak banyak yg berubah. Adapun mengubah mobil dari Ertiga GL, menjadi Ertiga Matic merupakan sebuah derivatisasi usaha. Mengapa? Karena segi penampilan luar tetap dan tak banyak berubah, sementara jenis mesin mobil ternyata telah berbeda dalam operasionalnya. Ertiga GL merupakan tipe kendaraan manual, sementara Ertiga X merupakan tipe kendaraan matic. Inilah sekadar gambaran umum tentang derivatisasi dan modifikasi usaha. 

Jika semua contoh yg disabilan dalam tulisan sebelumnya (Baca: Modifikasi Akad, Menuju Inovasi Ekonomi Berbasis Fiqih Syafi’iyah) dan tulisan sekarang, kita tarik pada kasus akad pembiayaan otoritas jasa keuangan syariah, semua langkah baik diversifikasi, modifikasi dan derivatisasi merupakan sebuah keniscayaan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya memasarkan produk baru dgn wajah lama, atau produk lama namun dgn wajah baru, atau tetap dgn branded product wajah lama namun materi baru, merupakan sebuah keniscayaan juga. Untuk itulah, tulisan ini disabilan supaya kita dapat memahami esensi utama didirikannya bank. 

Sejarah mencatat bahwa bank sejak awal didirikannya merupakan sebuah lembaga yg bergerak dalam bidang pertukaran uang (money changer). Meskipun ada catatan sejarah yg lain, bahwa awal didirikannya bank ialah sebagai badan yg menyediakan jasa penitipan uang, namun pengkaji pada kesempatan ini lebih condong pada catatan sejarah perbankan bahwa ia didirikan pertama kalinya ialah bergerak dalam bidang pertukaran uang ini. Mengapa? Pengkaji dalam hal ini condong pada istilah pemakaian nama bank itu sendiri yg hingga sekarang merupakan kenyataan yg masih dipergunakan dalam sejarah perbankan kita, khususnya bank ekonomi syariah.

Asal kata bank ialah sebuah kosakata bahasa italia banca (baca: biyanka!] yg berarti tempat pertukaran uang. Itu artinya bahwa setiap pengguna jasa perbankan harus sadar bahwa dana yg ia masukkan ke dalam bank, pasti mau ditukar dgn uang yg lain. Dengan demikian, bila dalam literasi Islam makna bank lebih ditekankan pada penggunaan akad wadi’ah, maka dalam perbankan Islam makna wadi’ah menjadi berubah seiring penggunaan jasa yg bernama bank.

Dengan demikian, wadi’ah dalam bank maknanya menjadi titipan yg boleh ditukar. Ini sebuah modifikasi pertama makna wadi’ah dalam Islam terhadap akad wadi’ah. Karena sejatinya makna wadi’ah ialah titipan yg tak boleh digunakan oleh orang yg dititipi dan barang harus kembali kepada pemiliknya berupa barang itu sendiri. Namun dalam akad wadi’ahnya bank, uang yg kembali tak harus seperti semula uang tersebut dititipkan, mau tetapi jumlah nominalnyalah yg dikehendaki sama dgn saat uang dititipkan. Jaminan (dlamman) jumlah nominal yg sama merupakan resiko yg harus ditanggung oleh bank syariah tersebut. Akhirnya diperkenalkanlah akad baru yg bermakna al-wadi’ah yadu al-dlammanah, yg artinya menurut “kacamata perbankan syari’ah” ialah “harta titipan yg dapat ditukar dgn titipan lainnya namun bank menjamin nominalnya tetap.” Akad ini menjadi modifikasi kedua dari akad wadi’ah literal yg kemudian oleh perbankan dilabeli sebagai “al-wadi’ah yadu al-amanah.”

Dalam pandangan fuqaha’ ‘ashriyah (ahli fiqih kontemporer) meskipun asalnya akad wadi’ah dalam Islam ialah wadi’ah yadu al-amaanah, ia dapat mengadopsi wadi’ah yadu al-dlammanah seiring penggunaan istilah bank tersebut. Mirip dgn bunyi sebuah qaidah:

الأصل بقاء ما كان على ما كان

Artinya: “Yang dinamakan dalil asal ialah sesuatu yg berdiri di atasnya sesuatu yg lain” (Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah, Thoha Putra: 2)

Dengan qaidah ini istilah bank sebagai money changer merupakan istilah asal dari lembaga ini, baik itu bank konvensional maupun bank syariah.

Bagaimana bila menggunakan istilah baitul maal ? Sejarah baitul maal tak pernah mencatat adanya sejarah menerima jasa penitipan. Baitul maal  sejak awal didirikan pada masa Rasulullah SAW ialah dipergunakan buat penyimpanan kas zakat masyarakat muslim dan mengalami peran modifikasi sebagai penyimpanan perbendaharaan negara pada masa Khalifah Umar bin Khatthab RA selain sebagai tempat penyimpanan kas negara dari zakat dan jizyah, juga sebagai tempat penampungan harta fai’ perang serta penggajian aparatur negara dan tentara.

Demikian pula pada pemerintahan-pemerintahan khalifah setelahnya, peran baitul maal ini tak lepas dari hasil ijtihad Sayyidina Umar RA saat itu sehingga belum pernah ditemui adanya fungsi lain menerima jasa penitipan dan investasi. Adapun baitul maal  wat tamwil (BMT) yg banyak didirikan saat ini – baik sadar ataupun tak – ialah juga lebih banyak mengadopsi dari sistem perbankan ini, khususnya terkait dgn ruang geraknya sebagai penyedia jalur investasi usaha dan penyimpanan dalam bentuk tabungan. Justru peran Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ), Badan Pertanahan Nasional (Bapertan) yg mengayomi perwakafan ialah yg seharusnya merupakan peran BMT, sebab baik BAZ, LAZ dan BAPERTAN ialah bersifat ahistoris – tak ditemui adanya sejarah sebagai lembaga yg berdiri sendiri yg lepas dari baitul maal. 

Akan tetapi, meskipun bersifat ahistoris, namun keberadaan ketiga lembaga tersebut merupakan bagian dari diversifikasi usaha perekonomian umat, yakni umat Islam Indonesia pada khususnya dan warga negara Indonesia pada umumnya. Demikian pula, dgn akad wadi’ah yadu al-dlammanah yg dalam dunia perbankan justru ditemui akar sejarahnya dan tak menyalahi bunyi teks fiqih tentang akad wadi’ah itu sendiri. (Bersambung)

Wallahu a’lam

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.