Pelajaran Tersulit dari Gus Dur

Tak sedikit orang yg kerap dibikin bingung dgn langkah seorang KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam persoalan-persoalan tertentu. Menurut sebagian sahabat karibnya, Gus Dur mempunyai langkah zigzag dan jurus dewa mabok buat menggambarkan keputusan-keputusannya yg tak mudah dipahami oleh orang lain. Bahkan, tak jarang memunculkan hujatan-hujatan kepadanya.

Meskipun banyak pelajaran tak mudah dari Gus Dur, dia tetap memegang prinsip mempermudah atau mengambil jalan sederhana dari persoalan sesulit apapun. Maka dari itu, muncullah istilah khasnya, gitu aja kok repot! Sebagai pelajaran dari Gus Dur bahwa setiap persoalan itu mudah, yg susah lika-liku atau birokrasinya dan main mutlak pemikiran sehingga pemikiran tertutup (eksklusif) dalam menyikapi sebuah perbedaan.

Suatu ketika datang seseorang yg mengungkapkan semua persoalan hidupnya kepada Gus Dur dgn segala rona kesusahannya. “Ini kira-kira bagaimana, Gus?” Gus Dur menanggapi, “Bisa kamu kerjakan nggak?” “Bisa Gus.” “Ya telah tak perlu dipikirkan,” jawab Gus Dur enteng. “Kalau pun tak dapat kamu kerjakan, ya telah tak perlu dipikirkan,” kata Gus Dur lagi.

Dari percakapan tersebut, begitu mudahnya Gus Dur menaikkan mental seseorang beribu-ribu kali lipat dari kesusahan dan beban berat yg dipikulnya. Tentu Gus Dur secara langsung tak ikut andil mengerjakana semua kesulitan seseorang. Namun, Gus Dur mengajarkan kepada orang bahwa di dalam kesulitan terpampang luas kemudahan dan jalan keluar sehingga yg perlu dipikirkan ialah solusi bukan kesulitan itu sendiri.

Salah satu pelajaran tersulit dari Gus Dur diungkapkan sahabat karibnya, Muhammad AS Hikam (2013). Pelajaran tersebut ialah berteman dgn pihak yg tak sependapat atau bahkan pihak yg memusuhi kita. Nampaknya hal ini sederhana saja, apalagi bila hanya diomongkan, diseminarkan, dikhotbahkan, dan ditulis. Yang sulit ketika dipraktikkan. Di sinilah Gus Dur mampu melakukannya tanpa sedikit pun kekhawatiran dan beban apapun.

Bakan, Gus Dur tak hanya mempraktikkan, tetapi juga telah sampai pada level “mencintai musuh”. Meskipun Gus Dur pribadi tak pernah mempunyai musuh, kecuali orang-orang yg memusuhinya. “Musuh saya itu cuma satu, yaitu Pak Harto. Itu juga saya masih mempunyai hubungan baik dgn Pak Harto, datang silaturahim ke rumahnya. Artinya saya tak mempunyai musuh di dunia ini,” tutur Gus Dur dalam sebuah kesempatan talkshow di salah satu stasiun televisi nasional.

Level “mencintai musuh” tak hanya kerja keras pribadi, tetapi juga punya dampak  atau mengundang reaksi hebat dari yg lain. Bahkan dapat jadi gara-gara melaksanakan kata-kata tersebut secara konsisten, seseorang dapat minimal dicurigai dan maksimal dimusuhi oleh seantero negeri. Apalagi bila telah ada sentimen primordial seperti agama, ras, etnik, dan gender lalu dibumbui politik.

Namun, “cintailah musuhmu” bagi Gus Dur merupakan diplomasi kultural paling ampuh buat memunculkan jalan keluar dari persoalan yg dinilai sangat sulit oleh sebagian orang. Ini memang tak mudah, tetapi tak ada sesuatu yg sulit bagi Gus Dur. Gitu aja kok repot! (Fathoni)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.