Pemberian Izin Usaha Minimarket Berpotensi Mafsadat dalam Syariat Islam

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, belakangan ini kehadiran minimarket tak lagi dapat dibendung. Pasar swalayan kecil ini telah menjamur dan merangsek hingga ke pelosok-pelosok dusun. Pertanyaan saya, bagaimana hukum agama memandang pemerintah sebagai pemegang otoritas atas izin usaha tersebut? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (H Sadzili/Banjar).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya buat kita semua. Kehadiran minimarket yg menjamur hingga pelosok kampung di Indonesia menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Satu sisi kehadiran minimarket dianggap membawa berkah sebab memudahkan masyarakat yg semakin kompleks. Pasar swalayan kecil ini dianggap oleh sebagian masyarakat lebih nyaman dalam berbelanja. Di samping itu minimarket melayani sejumlah kebutuhan masyarakat yg tak dapat dipenuhi oleh warung-warung kecil yg dikelola warga.

Sisi lain pasar swalayan kecil yg masuk hingga kampung-kampung ini juga membawa serta efek negatif bagi perkembangan usaha kecil masyarakat sekitar. Kehadiran minimarket dgn sendirinya menurunkan daya beli masyarakat terhadap warung-warung kecil di sekitarnya yg pada gilirannya juga gulung tikar.

Kehadiran minimarket ini tak lepas dari pemberian izin usaha melalui surat izin usaha perdagangan (SIUP) oleh pemerintah. Lalu bagaimana padangan Islam terkait memberikan izin usaha (retail) yg berpotensi menimbulkan mafsadah rakyat sekitar (toko-toko umat)?

Masalah ini diangkat dalam Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyyah pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU yg berlangsung di Mataram pada 23-25 November 2017.

Forum bahtsul masail ketika itu memberikan dua jawaban. Pertama, pemerintah tak diperbolehkan mengeluarkan izin usaha apabila dampak mafsadah minimarket itu lebih besar dibanding mashlahat yg dirasakan, semisal mengakibatkan terjadinya monopoli harga. Tetapi pemerintah boleh mengeluarkan izin usaha bila mashlahat pasar swalayan kecil itu bagi masyarakat lebih besar.

Forum yg terdiri atas para kiai dari pelbagai daerah di Indonesia ini antara lain mengutip sejumlah pandangan ulama, salah satunya Syekh Wahbah Az-Zuhayli.

القاعدة الثالثة ترتب ضرر أعظم من المصلحة: إذا استعمل الإنسان حقه بقصد تحقيق المصلحة المشروعة منه، ولكن ترتب على فعله ضرر يصيب غيره أعظم من المصلحة المقصودة منه، أويساويها، منع من ذلك سداً للذرائع، سواء أكان الضرر الواقع عاماً يصيب الجماعة، أوخاصاً بشخص أو أشخاص

والدليل على المنع قول الرسول صلّى الله عليه وسلم: «لاضررولاضرار» وعلى هذا فإن استعمال الحق يكون تعسفاً إذا ترتب عليه ضرر عام، وهو دائماً أشد من الضرر الخاص، أوترتب عليه ضرر خاص أكثر من مصلحة صاحب الحق أو أشد من ضرر صاحب الحق أو مساو لضرر المستحق. أما إذا كان الضرر أقل أو متوهماً فلا يكون استعمال الحق تعسفاً

Artinya, “Kaidah ketiga ialah dampak mudharat yg lebih besar disbanding maslahatnya. Ketika seseorang menggunakan haknya dgn tujuan mewujudkan sebuah kemaslahatan yg dapat dilakukan, tetapi usahanya menimbulkan mudharat bagi orang lain yg lebih besar dibanding atau setara dgn maslahat yg direncanakan, maka harus dicegah sebagai bentuk preventif, sama saja apakah mudharat itu bersifat umum yg menimpa banyak orang atau bersifat khusus orang per orang.

Argumentasi atas larangan ini ialah sabda Rasulullah SAW, ‘Tidak mudharat dan memudharatkan.’ Atas dasar ini penggunaan hak itu menjadi sebuah kelaliman bila berdampak mudharat secara umum dan ini jelas lebih lebih bahaya dari mudharat secara khusus; atau dampak mudharat secara khusus yg lebih banyak dibanding kemaslahatan pemegang hak, atau lebih bahaya dari mudharat yg diterima pemegang hak, atau setara dgn mudharat orang yg berhak. Sedangkan bila mudharat itu lebih kecil atau masih bersifat spekulasi, maka penggunaan hak usaha itu bukan kelaliman,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, juz 4, halaman 392).

Muncul pertanyaan dalam forum, apakah pemerintah wajib mencabut izin usaha tersebut bila pemerintah telah terlanjur mengeluarkan izin bagi minimarket tersebut?

Forum ini menyatakan bahwa pemerintah wajib melakukan upaya proteksi ekonomi bagi masyarakat bawah sehingga harus melakukan langkah-langkah yg diperlukan hingga harus mencabut izin. Forum ini mendasarkan pandangannya pada kutipan fikih empat madzhab berikut ini:

قوله صلى الله عليه وسلم: (لا ضرر، ولا ضرار) والضرار هو الضرر، ومعناه، إنه ينبغي لكل مسلم أن يرفع ضرره عن غيره. ويجب على كل ‏رئيس قادر سواء كان حاكماً، أو غيره أن يرفع الضرر عن مرؤوسيه، فلا يؤذيهم هو، ولا يسمح لأحد أن يؤذيهم. ومما لا شك فيه، ان ترك ‏الناس بدون قانون يرفع عنهم الأذى والضرر، يخالف هذا الحديث فكل حكم صالح فيه منفعة ورفع ضرر يقره الشرع ويرتضيه

Artinya, “Pengertian sabda Rasulullah SAW, ‘Tidak mudharat dan memudharatkan’ ialah semestinya seorang Muslim menghilangkan mudharat dari saudaranya. Setiap pemimpin apakah ia pemerintah atau bukan wajib melenyapkan mudharat dari para pengikut atau masyarakatnya. Ia tak boleh menyakiti mereka. Ia tak boleh mengizinkan siapapun buat menyakiti mereka. Tidak perlu disangsikan, pembiaran atas masyarakat dgn misalnya ketiadaan regulasi yg dapat memproteksi mereka dari tindakan menyakitkan dan mudharat jelas bertentangan dgn semangat hadits ini. Karena itu, setiap regulasi yg mengandung maslahat dan melenyapkan mudharat diafirmasi dan direstui oleh syariat,” (Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ala Madzahibil Arba‘ah, juz V, halaman 193).

Demikian jawaban singkat kami. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

(Alhafiz Kurniawan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.