Pengumpulan Dana Sosial & Potensi Penyalahgunaannya

Crowdfunding berasal dari dua akar kata yg dikumpulkan menjadi satu, crowd dan funding. Crowd artinya mengumpulkan. Funding artinya pendanaan. Jadi, crowdfunding merupakan istilah dari aktivitas menggalang dana masyarakat dgn niat mau dipergunakan buat melakukan pendanaan tertentu atau aktivitas tertentu (funding).

 

Dewasa ini, lembaga crowdfunding semakin menjamur seiring perkembangan teknologi. Dulu, masyarakat kalau hendak melakukan penggalangan dana, maka mereka mengedarkan kotak semacam kotak infak. Saat ini, langkah pengumpulan itu telah bersifat lintas batas dgn memanfaatkan peran teknologi informasi. Cirinya, kotak amal diganti dgn nomor rekening tertentu. Masyarakat yg berniat buat urun rembuk dalam aksi pendanaan itu, diminta buat mentransfer sejumlah dana ke lembaga dgn nomor rekening bank yg telah disertakan.

 

Ada ragam tujuan dari aksi crowdfunding, di antaranya kepentingan sosial, seperti bantuan terhadap korban bencana, aksi tanggap darurat, membangun rumah sederhana buat kalangan duafa, dan sejenisnya. Ada juga dalam rangka solidaritas kemanusiaan di luar negeri, seperti Palestina. Untuk itu, biasanya para lembaga donasi semacam ini turut menyertakan pola kampanye dgn basis teknologi pula guna menarik masyarakat mampu.

 

Selain itu, aksi crowdfunding juga kadang dimaksudkan buat murni bisnis. Misalnya ialah equity crowdfunding dan securities crowdfunding, yaitu lembaga pendanaan berbasis equitas (saham), surat utang (obligasi), dan sukuk.

 

Apakah tak ada bahayanya? Sudah pasti ada banyak sekali. Titik tekan bahaya itu ada pada sifat keterjaminannya penyaluran.

 

Dalam social solidarity crowdfunding (lembaga donasi berbasis solidaritas sosial), beberapa waktu yg lalu sempat terlontar isu mengenai pendanaan teroris, juga dgn basis penggalangan dana melalui aplikasi crowdfunding. Untuk itu, masyarakat diminta supaya berhati-hati dalam menyalurkan dananya. Maksud baik buat membantu saudara, ternyata justru dapat disalahgunakan oleh lembaga tersebut.

 

Untuk itu, diharapkan masyarakat tak mudah percaya dgn sihir-sihir informasi yg disebarkan lewat publikasi yg dibesar-besarkan oleh lembaga penyandang dana! Tetaplah fokus pada kredibilitas lembaga dan informasi audit yg disampaikan oleh lembaga yg berwenang supaya donasi menjadi tak salah pakai, atau justru habis dipergunakan buat operasional lembaga donasi, sementara realitas di lapangan, para korban hanya mendapatkan kucuran dalam jumlah yg kecil!

 

Intinya, lembaga crowdfunding merupakan lembaga amanah. Keluar dari amanah yg dipercayakan donatur merupakan tindakan khianat. Sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

 

آية المنافق ثلاث ، إذا حدث كذب ، وإذا وعد أخلف ، وإذا اؤتمن خان

 

Artinya: “Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu: ketika berbicara – dusta, ketika berjanji – mengingkarinya, dan ketika dipercaya – khianat” (HR al-Bukhari dan Muslim dgn jalur sanad Abdullah ibn Umar).

 

Bagaimana dgn perlindungan pemerintah dalam melindungi aksi solidaritas para donatur? Dalam bisnis, segala aktivitas yg dilakukan oleh lembaga dgn melibatkan aksi pengumpulan keuangan masyarakat ialah wajib taat terhadap ketentuan-ketentuan yg berlaku. Pemerintah, sebagaimana dirilis oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah menyiapkan beberapa perangkat hukum perundangan mengenai lembaga crowdfunding berbasis IT, antara lain sebagai berikut:

 

Pertama, buat equity crowdfunding (aksi penggalangan dana berbasis equitas/saham), telah terbit Peraturan OJK Nomor 37/POJK.04/2018 pada 31 Desember 2018 dan sekarang telah berganti menjadi securities crowdfunding lewat POJK Nomor 57/POJK.04/2020. Aturan ini memang diharapkan dapat memberikan ruang bagi perusahaan perintis atau start up company (perusahaan start up) buat memperoleh akses pendanaan di pasar modal. Hal ini sekaligus buat meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air. Jadi, bagi Anda pengusaha baru, yg kesulitan dana, dapat memanfaatkannya dalam rangka penggalangan modal usaha. Sudah pasti harus memenuhi kriteria yg diatur dan ditetapkan oleh OJK ini.

 

Kedua, buat crowdfunding berbasis aksi solidaritas sosial, maka payung hukum yg berlaku dan harus digunakan ialah ketentuan yg terdapat dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU Pengumpulan Barang). Di dalam Pasal 1 Undang-undang Pengumpulan Barang, dinyatakan bahwa “undang-undang ini mengatur setiap setiap usaha mendapatkan uang atau barang buat pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerokhanian, kejasmanian dan bidang kebudayaan.”

 

Pasal 2 dan Pasal 3 dari Undang-Undang yg sama dinyatakan bahwa “kegiatan pengumpulan uang atau barang harus mendapat izin dari instansi yg berwenang, dalam hal ini ialah Menteri Kesejahteraan Sosial bila pengumpulan itu dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, Gubernur bila wilayah tersebut melibatkan daerah dalam propinsi, dan Bupati atau Walikota buat aksi penggalangan dana yg berada di Daerah Tingkat II.”

 

Bagaimana bila aksi crowdfunding dilakukan lewat media semacam internet? Termasuk wilayah pengumpulan jenis mana dari bunyi pasal di atas?

 

Aksi crowdfunding melalui internet, umumnya dilakukan dgn jalan meminta calon donatur-nya buat mendaftar terlebih dulu pada situs tersebut. Pendaftaran ini secara tak langsung menjadikannya sebagai anggota dari perkumpulan yg membangun jaringan/situs. Dengan demikian, sistem keanggotaan crowdfunding yg dibangun lewat internet ini dapat dikelompokkan sebagai suatu aksi di lingkungan terbatas.

 

Repotnya, Indonesia ini banyak dihuni oleh masyarakat yg mukhlish (iklhas). Terkadang dalam pemberian dananya, masyarakat cenderung tak mau menyebutkan nama. Mereka hanya mengatasnamakan Abdullah (hamba Allah). Padahal, sebenarnya pola semacam ini justru rawan penyalahgunaan sebab dananya bersifat dana tabarru (suka rela), dan dapat dianggap sebagai dana yg tak dimaksudkan buat fokus tertentu dari suatu maksud penggalangan dana. Ia dapat dimanfaatkan buat hal yg tak menjurus pada aksi solidaritas. Dalam dunia administrasi, tindakan semacam ini rawan pada pelarian dan penggelapan dana.

 

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.