Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online. Terlebih dahulu kami mohon maaf, saya ialah orang yg masih awam soal agama. Maklum usia masih muda jadi belum dapat rajin ngaji. Saya mau menanyakan tentang apa yg dimaksud dgn shalat sunah Awwabin. Kenapa dinamai shalat Awwabin? Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Nama dirahasiakan).
Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Bagi masyarakat kebanyakan, terutama kalangan muda yg tak pernah mengenyam pendidikan agama secara intensif memang agak asing mendengar istilah shalat sunah Awwabin.
Shalat sebagaimana yg kita pahami bersama bahwa shalat dikategorikan sebagai ibadah fisik yg paling utama (afdlalu ‘ibadatil badan). Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yg menyatakan bahwa sebaik-baiknya amalan ialah shalat.
Artinya, “Ibadah fisik yg paling utama ialah shalat sebab didasarkan pada sabda Nabi SAW, ‘Beristiqamahlah, dan kalian tak mau mampu. Ketahuilah bahwa sebaik-baiknya amalan kalian ialah shalat. Hanya orang beriman yg melestarikan/menjaga wudlu,†(Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus, Darul Fikr, juz II, halaman 222).
Logika yg dapat digunakan buat membenarkan pandangan ini ialah bahwa shalat ibadah yg mengumpulkan pelbagai macam aktivitas ibadah-ibadah lainnya dalam satu rangkaian, seperti bersuci, menghadap kiblat, membaca Al-Quran, dan lain sebagainya. Inilah salah satu hal yg membedakan antara ibadah shalat dgn ibadah fisik lainnya.
Artinya, “Karena shalat merupakan ibadah yg menggabungkan pelbagai macam ibadah yg tak dikumpulkan oleh ibadah selain shalat, seperti bersuci, menghadap kiblat, membaca Al-Quran, dzikir kepada Allah, dan bershalawat kepada Rasulullah SAW. Di dalam shalat terdapat larangan dari setiap hal yg dilarang di semua bentuk ibadah, berbicara, berjalan, dan larangan pelbagai macam perbuatan lainnya,†(Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus, Darul Fikr, juz II, halaman 222).
Sedangan shalat itu ada yg wajib, seperti shalat lima waktu, dan ada yg sunah. Di antara shalat yg disunahkan ialah shalat Awwabin. Istilah shalat Awwabin itu sendiri memilik dua konotasi, dapat diartikan shalat Dhuha, dapat juga diartikan shalat sunah di antara Maghrib dan Isya sebagaimana yg dikemukakan para ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i.
Kendati demikian, Madzhab Syafi’i cenderung menggunakan istilah shalat Awwabin dgn pengertian yg kedua, yaitu shalat sunah yg dilakukan di antara Maghrib dan Isya.
Artinya, “Dari apa yg telah dijelaskan mengenai shalat Dhuha dan shalat sunah di antara Maghrib dan Isya dapat diambil simpulan bahwa ‘shalat Awwabin’ dikatakan buat menyebut shalat sunah Dhuha dan shalat sunah di antara Maghrib dan Isya. Karenanya shalat Awwabin dikonotasikan di antara keduanya sebagaimana dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i. Hanya Madzhab Syafi’i yg menamakan shalat di antara Maghrib dan Isya dgn shalat Awwabin,†(Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Mesir, Darush Shafwah, cet ke-1, juz XXVII, halaman 134-135).
Pertanyaannya kemudian, kenapa dinamai shalat Awwabin? Disebut “shalat Awwabin†sebab orang yg menjalankannya itu kembali kepada Allah dan bertobat dari kesalahan yg dilakukan pada siang hari. Ketika ia menjalankan shalat tersebut berulang-ulang, maka hal itu merupakan penanda pertobatan atau kembalinya ia kepada Allah kendati hal tersebut tak disadarinya.
Artinya, “Dinamai shalat Awwabin sebab orang yg menjalankannya itu kembali kepada Allah dan bertobat dari kesalahan yg ia lakukan pada siang hari. Karenanya, ketika ia melakukannya berulang-ulang, maka hal itu merupakan penanda kembalinya ia (bertobat) kepada Allah ta’ala meskipun itu tak disadarinya,†(Lihat Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyatul Jamal, Beirut, Daru Fikr, juz, 609).
Shalat Awwabin juga disebut “shalat ghaflah†(shalat lalai). Menurut apa yg kami pahami dari keterangan di kitab Al-Iqna`, disebut demikian sebab umumnya orang cenderung lalai pada saat antara Maghrib dan Isya sebab disibukkan dgn aktivitas lain seperti makan malam, tidur, dan lain sebagainya.
Sedang jumlah rakaat shalat Awwabin ialah dua puluh dan minimal dua rakaat.
Artinya, “Shalat Awwabin (disebut juga, pent) ‘shalat Ghaflah’ (lalai) sebab kelalaian orang-orang atas shalat tersebut oleh aktivitas seperti makan malam, tidur, dan selainnya. Sedang jumlah rakaatnya ialah dua puluh di antara Maghrib dan Isya. Minimal ialah dua rakaat,†(Lihat Muhammad Asy-Syarbini Al-Khathib, Al-Iqna` fi Halli Alfazhi Abi Syujja’, Beirut, Darul Fikr, 1415 H, juz I, halaman 118).
Dalam hadist yg diriwayatkan At-Tirmidzi dijelaskan mengenai fadhilah atau keutamaan dari shalat Awwabin. Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa orang yg menjalankan shalat Awwabin enam rakaat mau mendapatkan pahala setara ibadah dua belas tahun.
Artinya, “Barang siapa yg melaksanakan shalat Awwabin enam rakaat maka Allah catat baginya pahala ibadah dua belas tahun,†(HR Tirmidzi).
Demikian jawaban yg dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka buat menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)