Piagam Madinah & Dampaknya di Bidang Sosial, Ekonomi, & Politik

Setelah peristiwa hijrah dari Makkah ke kota Madinah, Baginda Nabi ï·º langsung bersegera melakukan upaya membangun persaudaraan antara penduduk Madinah (kaum Anshar) dgn kaum Muhajirin dari kota Makkah. Persaudaraan ini dibangun atas dasar relasi kesetaraan dalam hukum (allaqah muhakkamah) dan kekuatan rasa saling mencintai (mahabbah) antara kedua pihak.

 

Langkah ini merupakan landasan berpikir yg genuine (asli) muncul dari kalangan umat Islam yg diinisiasi oleh Baginda Nabi kala itu, dan secara langsung berdampak terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan (ijtima’iyan), politik, bahkan ekonomi (iqtishadiyyan) penduduk Madinah. Bagaimana tak? Banyak tercatat dalam sejarah, bahwa masyarakat Madinah kala itu masih diwarnai oleh adanya persaingan antarkabilah sehingga kehidupan sosialnya menjadi terpecah belah. Antara kabilah satu dgn kabilah lainnya tak akur. Mereka masih suka berebut pengaruh dalam menjadi yg disegani, efek dari mengunggulkan kabilahnya sendiri-sendiri dan memandang rendah terhadap kabilah lain. Perang antarsuku menjadi sesuatu yg terelakkan dan sering terjadi.

 

Namun, dgn hadirnya Baginda Nabi ﷺ di kota Madinah, perpecahan yg berbasis kabilah itu dapat disatukan lewat terbitnya Dustur al-Madinah (Piagam Madinah). Melalui piagam ini, hilang sikap yg memandang “saya” dan “kamu”, berubah menjadi pola pandang yg berbasis “kita”. Sikap ini direkam dgn baik oleh seorang pemerhati sejarah, yaitu Muhammad Mudhahhar Shadiqy dalam karyanya al-Hujumatu al-Mughridlah ‘ala al-Tarikhi al-Islami, halaman 68.

 

وكانت هذه أول خطوة عملية وربما أعظم عمل تطبيقي لقيام المجتمع الإسلامي الصحيح. لقد كان المجتمع منظمًا تنظيمًا مستقلًا وثابتًا، وُضع أساسه بناء على حكم القرآن الكريم «إنَّما المُؤْمنُونَ إخْوَةٌ». وعن طريق هذا الحكم. أبعد الإسلام امتيازات التفريق القبائلي والاجتماعي بنجاح كبير، ونُظّم المجتمع الإسلامي على أساس الإسلام فقط

 

“Inilah langkah awal yg bersifat praktik tersebut. Bisa jadi ini ialah hal yg paling utama buat diterapkan guna mewujudkan masyarakat yg Islami yg benar. Dengan langkah ini, bangunan masyarakat menjadi tertata dan teratur, dan kuat. Pondasinya dibangun di atas hukum Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya orang-orang beriman itu saling bersaudara.” Di atas landasan hukum ini, Islam sukses besar dalam upaya menjauhkan sikap pengistimewaan terhadap satu kabilah dgn kabilah lainnya, masyarakat satu dgn masyarakat lainnya. Aturan yg digunakan buat membangun masyarakat ini hanya satu yaitu Islam saja.”

 

Langkah yg ditempuh oleh Nabi ini menjadi cikal bakal bagi terbitnya persatuan yg selanjutnya berubah menjadi kekuatan asykariyan (militer) sebagai basis pertahanan umat Islam buat yg pertama kalinya kala itu. Bahkan di kesempatan berikutnya menjadikan umat Islam sebagai kekuatan super power yg senantiasa diperhitungkan dan disegani oleh lawan-lawannya. Alhasil, poin terpenting dalam hal ini ialah “Piagam Madinah.” Nilai penting dari Piagam Madinah ini direkam dalam tulisan sejarah Muhammad Mudhahhar Shadiqy sebagai berikut:

 

ولهذا قام رسول الله ﷺ بعقد معاهدة تعاون وصداقة مع كل قبيلة على حدة، وبعدها وعن طريق معاهدة جماعية -ذكر متنها ابن إسحاق في سيرته الشهيرة- أوجد الرسول بين مسلمي المدينة كلهم وغيرهم من الطبقات الأخرى غير المسلمة وحدة سياسية مشتركة، وتعاونا وانسجما، وهذا الأمر أوجد بدوره انسجامًا واتحادًا سياسيًا بين طبقات المسلمين وغير المسلمين في المدينة كلها

 

“Karena alasan tersebut, Rasulullah ï·º berinisiatif melakukan perjanjian buat saling tolong menolong (ta’awun), saling jujur (saling menghormati) di antara para ahli kabilah berdasarkan suatu peraturan yg disepakati. Selanjutnya, berangkat dari dasar perjanjian universal ini, sejarawan Ibn Ishaq di dalam karya sirahnya yg monumental menyatakan: “Rasul shallallahhu ‘alaihi wasallam membentuk sebuah aturan politik kemasyarakatan yg dijadikan acuan bersama-sama oleh kaum Muslimin Ahli Madinah dan ahli masyarakat lainnya non-Muslim, saling tolong menolong dalam keselarasan, sehingga tercipta kehidupan yg harmoni, bersatu, dan iklim politik di antara warga Muslim dan non-Muslim Madinah secara total.” (al-Hujumatu al-Mughridlah ‘ala al-Tarikhi al-Islami li Muhammad Mudhahhar Shadiqy, halaman 68).

 

Ada dua arti elemen perjanjian/nota kesepakatan (mu’ahadah) dalam Dustur al-Madinah tersebut. Menurut salah satu sejarawan Madinah, kedua elemen tersebut meliputi: 1) nota kesepakatan dalam bidang politik (al-mu’ahadah al-siyasiyah), dan 2) nota kesepakatan dalam bidang ekonomi (al-mu’ahadah al-iqtishadiyah).

 

Nota Kesepahaman dalam Bidang Ekonomi

Arti penting dari nota kesepahaman dalam bidang ekonomi ini dalam perspektif Islam, kurang lebihnya dapat diartikan sebagai berikut:

 

فالمعاهدات الاقتصادية في مفهوم الإسلام: هي التي تتم مع غير المسلمين بقصد نشر الإسلام، وتبليغ دعوة الله، أو لإنهاء الحرب، أو من أجل السلم، والأمان بقصد دخول دار الإسلام للزيارة، أو لسماع كلام الله أو للتفاوض، أو للتجارة، ونحو ذلك من مهمات الأجانب.

 

“Nota kesepakatan dalam bidang ekonomi dalam perspektif Islam, merupakan sebuah nota kesepahaman paripurna bersama pihak non-Muslim terkait dgn upaya penyebaran agama Islam, berdakwah dan guna mengakhiri pertikaian/peperangan yg selama ini berlangsung antarkabilah, ditambah lagi dgn jaminan keamanan bagi pihak non-Muslim buat masuk ke negara Islam buat kepentingan ziarah, mendengar Kalam Allah, mengadakan kerja sama muhibah, dagang, atau hal-hal lain yg merupakan kepentingan bersama antara berbagai pihak.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 782)

 

Nota Kesepahaman dalam Bidang Politik

Adapun maksud dari nota kesepahaman dalam bidang politik ini, ialah mencakup beberapa elemen sebagai berikut:

 

المعاهدة بقصد التعايش السلمي بين المسلمين، وغيرهم في بلدٍ واحد

 

“Pertama, nota kesepahaman buat hidup bersama secara damai antara kaum Muslimin dan non musim dalam naungan satu negara yg sama.”

 

عهود الأمان

 

“Kedua, nota kesepahaman dalam bidang keamanan.”

 

معاهدات السلم الخارجية، أو ما تطلق عليه: الصلح، أو الهدنة

 

Ketiga, nota kesepahaman menjaga perdamaian terhadap gangguan dari luar atau sesuatu yg memiliki persamaan dgn kesepakatan damai tersebut, misalnya rekonsiliasi atau gencatan senjata.”

 

 معاهدات الصلح الدائم، أو ما نطلق عليه: عقد الذمة

 

“Keempat, kesepahaman buat senantiasa menjaga stabilitas keamanan, atau sesuatu yg semakna dgn hal tersebut, misalnya akad dzimmah.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 782-783)

 

Konsekuensi dari Nota Kesepahaman dalam Bidang Ekonomi dan Politik

Berangkat dari dua nota kesepahaman dalam bidang politik dan ekonomii di atas, muncul banyak konsekuensi logis sebagai efek langsung dari permufakatan. Konsekuensi logis tersebut antara lain sebagai berikut:

 

Pertama, konsekuensi logis dari akad dzimmah ialah hak hidup bersama secara berdampingan dan damai, terjaga hak buat merasakan keamanan harta benda dan kehidupan, sekaligus terhindar dari gangguan keamanan yg muncul dari internal masyarakat Madinah itu sendiri, tanpa adanya ikatan keharusan menyerahkan harta kepada Muslim. Konsekuensi ini merupakan poin terpenting dari terbitnya Piagama Madinah.

 

معاهدة التعايش السلمي لى نحوٍ أهم من عقد الذمة، وهذه المعاهدة هي التي تتم بين المسلمين، وغيرهم على أساسٍ آخر غير عقد الذمة لصيانة السلم، والأمن الداخلي -في دار الإسلام- دون التزام دفع عوض مالي للمسلمين

 

“Nota kesepahaman buat hidup secara damai, menurutku (muallif) merupakan hal paling penting dibanding akad dzimmah. Nota ini berisikan kesempurnaan relasi antara Muslim dan non-Muslim yg mengalahkan landasan lain di luar akad dzimmah, terkait dgn penjagaan keselamatan dan keamanan dari gangguan internal kelompok lain masyarakat di negara Islam, tanpa keterikatan menyerahkan upeti kepada Muslim.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 783-784)

 

Kedua, timbul rasa empati satu sama lain dan kehidupan saling tolong-menolong antarsesama anggota masyarakat Madinah.

 

تأمين غير المسلمين على أنفسهم، وأموالهم، وعقد تحالف، وتناصر، وتعاون متبادل بين المسلمين، وغيرهم في دار الإسلام، دون تحديد بمدة

 

“Jaminan keamanan atas jiwa dan harta non-Muslim, perjanjian buat saling setia, saling tolong menolong dan berempati satu sama lain antara kaum Muslim dan non-Muslim di negeri Islam, tanpa adanya batasan waktu.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 783-784)

 

Itulah berbagai dampak dari ditandatanganinya Dustur al-Madinah tersebut. Dari kedua konsekuensi ini, selanjutnya lahir banyak hukum fiqih dan berkaitan dgn relasi Muslim dan non-Muslim. Salah satu yg paling mencolok ialah perihal kerja sama dalam bidang muamalah. Kiranya hal ini mau dikupas di kesempatan tulisan berikutnya. Wallahu a’lam bi al-shawab

 

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi – Aswaja NU Center PWNU Jatim





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.