Rasulullah SAW pernah menegur rombongan sahabat yg ikut seperjalanan dgnnya sebab bertakbir terlalu keras serupa teriak. Rombongan Rasulullah SAW ini biasa bertakbir saat melintasi jalan mendaki dan bertasbih ketika melalui jalan menurun.
Artinya, “Diriwayatkan kepada kami dalam Shahih Bukhari dari Jabir RA, ia berkata, ‘Bila melintasi jalan menanjak, kami bertakbir. Ketika melewati jalan menurun, kami bertasbih,’†(Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 190).
Ketika tiba di sebuah lembah, sebagian sahabat bertakbir dgn keras seperti teriak. Hal ini menuai teguran Rasulullah SAW. Menurut Rasulullah SAW, Allah yg diseru itu bukan Tuhan yg tuli dan jauh. Dia ialah Tuhan yg maha mendengar dan maha dekat sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim yg dikutip Imam An-Nawawi berikut ini:
Artinya, “Diriwayatkan kepada kami dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari, ia bercerita bahwa bila melewati sebuah lembah, kami saat bersama Rasulullah SAW membaca tahlil dan takbir. Dan suara kami meninggi, lalu Rasulullah SAW mengingatkan, ‘Wahai manusia, bersikaplah yg lembut terhadap diri kalian sebab kalian semua tak sedang menyeru tuhan yg tuli dan ghaib. Dia bersama kalian. Dia maha mendengar, lagi dekat,’†(Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 190-191).
Ibnu Alan dalam Syarah Al-Adzkar mengatakan bahwa seseorang tak perlu berteriak dalam melafalkan takbir dan lafal zikir lainnya. Pasalnya, takbir dan zikir secara umum dgn suara yg wajar tanpa teriak menunjukkan adab terhadap Allah atau bahkan makrifat seseorang sebagai keterangan berikut ini:
Artinya, “Pengertian ‘bersikaplah yg lembut terhadap diri kalian dan rendahkan suara kalian’ sebab mengeraskan suara dibutuhkan seseorang buat mengajak bicara orang yg jauh supaya ia mendengar. Sedangkan kalian menyeru Allah, Tuhan yg tak tuli dan tak lenyap. Dia maha mendengar dan dekat. Dia (ilmu dan cakupan-Nya) bersama kalian di mana pun kalian berada. Hadits ini merupakan anjuran buat merendahkan suara dalam berzikir bila tak diperlukan mengeraskannya. Bila seseorang merendahkan suaranya, maka itu sangat menunjukkan kerendahan hati dan takzimnya kepada Allah. Tetapi bila diperlukan suara buat mengeraskannya, maka perlu dikeraskan sebagaimana keterangan sejumlah hadits yg disebutkan oleh penulis (Imam An-Nawawi) dalam Syarah Muslim,†(Lihat Muhammad bin Alan As-Shiddiqi, Al-Futuhatur Rabbaniyyah, [Beirut: Daru Ihyait Al-Arabi, tanpa catatan tahun], juz V, halaman 144-145).
Riwayat ini bukan berarti melarang seseorang mengeluarkan suara dalam bertakbir atau zikir secara umum. Takbir boleh dilafalkan dgn suara tinggi, serupa teriak, atau dgn dgn bantuan pengeras suara bila ada hajat syar‘i. Hajat syar‘i antara lain ialah takbiran pada malam Id atau takbir dalam adzan dan iqamah. Tanpa ada hajat syar’i, takbir cukup dilafalkan dgn level suara yg wajar, tanpa teriakan atau suara tinggi. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)