Sejumlah Karomah Rabi’ah al-Adawiyah

Rabi’ah al-Adawiyah ialah sedikit dari ulama sufi perempuan yg sangat disegani dalam sejarah peradaban Islam. Pemikiran dan laku spiritualnya terus dikaji hingga hari ini. Berbagai macam kisah hidupnya pun telah banyak dikupas dan ditulis dalam banyak buku. 

Termasuk soal ajaran cinta (mahabbah). Selain Jalaluddin Rumi, Rabi’ah al-Adawiyah ialah seorang sufi yg mengusung mazhab cinta. Cintanya kepada Allah begitu dalam dan kuat. Sehingga ia tak mampu mencintai yg lainnya sebab cintanya hanya buat Allah. 

Rabi’ah menyembah Allah dgn dasar cinta (hubb), bukan sebab takut atau harap (roja’ dan khauf) sebagaimana kebanyakan orang. Karena saking cintanya kepada Allah, Rabi’ah pernah berujar bahwa ia tak mendambakan surga dan tak takut kalau dimasukkan neraka.

Rabi’ah dikenal sebagai sebagai hamba yg sangat patuh dan taat kepada Allah. Bahkan, setiap hembusan nafasnya selalu diiringi dgn dzikir kepada Allah. Dalam urusan beribadah kepada Allah, ia ialah orang sangat istiqomah. Ketaatan yg begitu tinggi kepada Allah membuatnya dikenal sebagai waliyullah (wali Allah). 

Memang, ada ungkapan bahwa hanya wali Allah yg mengetahui wali Allah lainnya (la ya’riful wali illa wali). Tapi sebagaimana yg dikemukana oleh Syekh Zarruq, setaknya ada tiga sifat yg dimiliki seorang wali; mengutamakan Allah, (hatinya) berpaling dari makhluk-Nya, dan berpegang tegug pada syariat Nabi Muhammad SAW dgn benar. Jika merujuk pada indikator ini, maka Rabi’ah ialah memang seorang waliyullah.

Selain ketiga tanda tersebut, seorang waliyullah ‘biasanya’ memiliki karomah (sesuatu yg berbeda dari sewajarnya). Dalam hal ini, Rabi’ah juga memiliki cerita dan kisah yg menggambarkan karomahnya. Berikut ialah sejumlah karomah yg dimiliki oleh Rabi’ah al-Adawiyah sebagaimana yg tercantum dalam buku Rabi’ah; Pergulatan Spiritual Perempuan karya Margaret Smith. 

Pertama, ketika Rabi’ah sedang jalan-jalan di sebuah pegununang, ada banyak binatang buas yg mendekatinya. Anehnya, binatang-binatang tersebut tak menyerang Rabi’ah dan sangat jinak kepadanya. Mereka bermain bersama. Tiba-tiba, Hasan al-Basri muncul dan mendekati Rabi’ah. Seketika binatang-binatang buas tersebut menampakkan wajah buasnya dan pergi meninggalkan Hasan al-Basri.

Kedua, suatu hari Rabi’ah melakukan perjalanan haji ke baitullah Mekkah dgn menaiki unta. Di tengah jalan, unta yg dinaiki tersebut mati. Langsung saja, Rabi’ah berdoa kepada Allah. Tidak lama setelah itu, untanya hidup kembali. Rabi’ah pun melanjutkan perjalanan hingga sampai ke baitullah dan pulang dgn menaiki unta yg sama, unta yg pernah mati itu.  

Ketiga, suatu malam ada dua orang teman Rabi’ah yg datang  kerumahnya. Mereka hendak melakukan diskusi bersama dgn Rabi’ah. Na’asnya, rumah Rabi’ah tak memiliki lampu penerang. Lalu Rabi’ah meniup ujung jari-jarinya hingga kemudian mengeluarkan cahaya yg terang dan menerangi seluruh rumahnya sepanjang malam. Dengan demikian, mereka dapat berdiskusi hingga pagi hari.  

Keempat, pada suatu malam rumah Rabi’ah didatangi oleh tamu yg tak diundang. Tamu tersebut hendak mencuri pakaian Rabi’ah. Ketika telah mengangkut semua baju Rabi’ah dan hendak kabur, pencuri tersebut bingung sebab tak menemukan pintu keluar. Namun, ketika sang pencuri meletakkan barang curiannya tersebut, ia menemukan ada pintu keluar. Sang pencuri mengulang perbuatannya itu –mengambil dan meletakkan barang Rab’iah- sebanyak tujuh kali. 

Hingga akhirnya sang pencuri mendengar ada hatif (suara tanpa rupa) yg mengatakan; Wahai manusia, jangan engkau persulit dirimu sendiri. Perempuan ini telah mempercayakan dirinya kepada Kami selama bertahun-tahun. Setan pun tak berani mendekatinya. Mendgn suara itu, pencuri tersebut lari terbirit-birit tanpa membawa secuil barangpun dari rumah Rabi’ah.

Kelima, suatu hari Hasan al-Basri mengajak Rabi’ah al-Adawiyah buat salat di atas air. Rabi’ah merespons ajakan Hasan itu dgn sebuah jawaban yg ketus. Bagi Rabi’ah, ialah tak perlu menunjukkan kemampuan spiritual buat mencari kepopuleran duniawi. Tidak hanya itu, Rabi’ah kemudian melemparkan sajadahnya dan terbang di atasnya. Ia mengajak Hasan buat naik di atas bersamanya sehingga lebih banyak orang yg mengetahuinya, ketimbang hanya sekedar salat di atas air. Hasan tahu jawaban yg diutarakan Rabi’ah itu ialah sindirian. Mendengar hal itu, Hasan hanya terdiam.

Selain kelima cerita di atas, tentu masih banyak lagi kisah-kisah yg menceritakan tentang karomah Rabi’ah al-Adawiyah. Namun satu yg perlu diketahui bahwa karomah yg diberikan kepada Rabi’ah ialah tanda bahwa Allah memberkahinya. (A Muchlishon Rochmat) 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.