Setelah Talak Tiga: Pernikahan Muhallil & Permasalahannya

Sebagaimana diketahui, perempuan yg telah ditalak tiga (ba’in kubra) tak boleh dirujuk oleh suami yg mencerainya kecuali setelah dinikah oleh laki-laki lain, berdasarkan firman Allah, “Kemudian bila si suami menceraikannya (setelah talak yg kedua), maka perempuan itu tak lagi halal baginya hingga ia menikah dgn laki-laki lain,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 230).

 

“Laki-laki lain” tersebut kemudian disebut dgn muhallil. Dengan kata lain, muhallil ialah laki-laki yg menikahi perempuan yg telah ditalak tiga dgn tujuan menghalalkan (tahlil) suami pertama buat menikah kembali dgn perempuan tersebut.

 

Pernikahan muhallil yg bertujuan buat membangun kehidupan suami-istri yg wajar dan langgeng tentunya tak ada masalah, sebab itu pula yg dikehendali ayat di atas, hingga ia menikah dgn laki-laki lain. Namun, pernikahan muhallil yg singkat, sementara, bahkan disyaratkan harus bercerai setelah si perempuan dicampuri, inilah yg dipermasahkan. Sebab, masuk ke dalam kecaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya.

 

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُحَلِّلَ، وَالْمُحَلَّلَ لَهُ

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melaknat muhallil dan muhallal lah, (HR Ibnu Majah).

 

Jika muhallil ialah laki-laki yg menikahi perempuan yg telah ditalak tiga dgn tujuan menghalalkan suami pertama buat menikah kembali dgn perempuan tersebut, maka muhallal lah ialah bekas suami yg menyuruh muhallil buat menikahi mantan istrinya supaya istri tersebut boleh dinikahinya lagi.

 

Karenanya, supaya pernikahan muhallil ini sah, para ulama telah merinci syarat dan ketentuannya. Antara lain 5 syarat yg dikemukakan oleh para ulama Syafi’iyah.

 

فإن طلقها ثلاثا لم تحل له إلا بعد وجود خمس شرائط انقضاء عدتها منه وتزويجها بغيره ودخوله بها وإصابتها وبينونتها منه وانقضاء عدتها منه

 

Artinya, “Jika sang suami telah menalaknya dgn talak tiga, maka tak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat: (1) sang istri telah habis masa iddahnya darinya, (2) sang istri harus dinikah lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil), (3) si istri pernah bersenggama dan muhallil benar-benar penetrasi kepadanya, (4) si istri telah berstatus talak ba’in dari muhallil, (5) masa iddah si istri dari muhallil telah habis,” (Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, Terbitan: Alam al-Kutub, tanpa tahun, hal. 33).

 

Sementara itu, Syekh al-Zuhaili menyebutkan, ada tiga syarat bila seorang suami mau menikah kembali dgn perempuan atau mantan istrinya yg telah ditalak tiga. Pertama, si perempuan telah dinikah oleh laki-laki yg lain. Kedua, pernikahan si perempuan dgn suami keduanya haruslah pernikahan yg sah. Karena, bila pernikahannya rusak, kemudian si suami kedua menggaulinya, maka tetap tak halal bagi suami pertama. Pasalnya, pernikahan yg rusak pada hakikatnya bukan pernikahan.

Ketiga, suami kedua harus menggaulinya dgn cara penetrasi pada kemaluan. Andai digauli pada selain itu, seperti pada anus, maka tetap tak halal bagi suami pertama. Untuk itu, disyaratkan suami kedua mampu bersenggama, yakni penetrasi atau bertemunya kedua khitan, walaupun tak sampai keluar sperma, menurut jumhur ulama. Tidak termasuk ke dalam syarat ini bila si perempuan bersenggama dgn cara berzina. Sebab, perzinaan bukan pernikahan dan laki-laki yg menyenggama bukan suaminya (lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001).

 

Menurut Imam asy-Syafi’i, Abu Hanifah, ats-Tsauri, dan al-Auza‘i, senggama suami kedua (muhallil) dianggap sah walaupun dilakukan pada waktu-waktu yg tak diperbolehkan, seperti sedang haid atau nifas. Juga tak dipermasalahkan status suami yg menggaulinya: apakah ia telah baligh dan berakal, anak yg hampir dewasa, atau orang tunagrahita.

 

Hanya saja syarat ini bertolak belakang dgn syarat ulama Maliki dan Hanbali. Menurut mereka, senggama yg dilakukan harus pada waktu yg diperbolehkan. Selain itu, menurut Maliki, suami muhallil-nya harus baligh. Sementara menurut Hanbali, suaminya harus berumur 12 tahun. Alasannya, senggama yg tak diperbolehkan haram bagi hak Allah.

 

Adapun pernikahan muhallil yg dianggap batal, menurut mazhab Syafi‘i, ialah pernikahan yg disyaratkan terputusnya saat akad. Seperti persyaratan: apabila si muhallil telah menggauli si perempuan, maka tak ada lagi pernikahan antara keduanya. Atau, apabila si muhallil telah menikahinya hingga halal bagi suami pertama, maka ia harus menceraikannya. Ini mirip dgn pernikahan mut‘ah, yakni sebuah pernikahan bersifat sementara dan dipersyaratkan terputusnya, bukan tujuannya. Ini pula pernikahan muhallil yg dikecam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana hadits di atas.

 

Lain halnya bila si muhallil menikahinya dgn niat mau mencerainya setelah menggaulinya, maka pernikahan ini hanya makruh. Sementara, bila ia menikahinya dgn niat supaya menghalalkan suami pertama, bukan dgn syarat menceraikannya setelah senggama, maka akadnya tetap sah. Sebab, yg membatalkan pernikahan ialah syarat, bukan tujuan atau motifnya.

 

Walhasil, pernikahan muhallil yg diperbolehkan ialah pernikahan tanpa syarat cerai sewaktu akad. Adapun pernikahan muhallil dgn niat atau motif tersembunyi buat menceraikan, tetap dihukumi sah hanya saja makruh menurut Syafi‘i. Pasalnya, secara zahir akad nikah telah memenuhi syarat dan rukun. Makruh sebab pernikahan bukan buat membangun rumah tangga yg wajar, langgeng, berketurunan, bergaul secara ma’ruf, dan seterusnya. Tidak ada pengaruhnya motif yg tersimpan di belakang akad.

 

Singkatnya, pernikahan muhallil yg secara terang-terangan disyaratkan sewaktu akad buat menghalalkan suami pertama, tak diperbolehkan, bahkan haram menurut jumhur ulama—Malikiyyah, Syafi‘iyyah, Hanbaliyyah, Zhahiriyyah—dan makruh tahrim menurut ulama Hanafi. (Lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001). Wallahu ‘alam.

 

Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja, Sukabumi; Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat

 

 

 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.