Status Indonesia sebagai Negeri Islam dalam Kajian Fiqih

Indonesia sebagai negeri yg besar telah melalui perjalanan sejarah yg sarat tantangan, internal dan eksternal, atau kombinasi dari keduanya. Salah satu tantangan itu ialah gerakan transnasional Hizbut Tahrir atau Party of Liberation, organisasi politik yg mempropagandakan negara Khilafah Islam di alam modern ini.

Propaganda yg juga sering dikobarkan ialah ‘Indonesia negeri kafir’, yg tentu sangat mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam ekspresi yg lebih ekstrem, propaganda pengusik kedamaian ini nyaris persis dgn doktrin organisasi teroris yg berkembang di Indonesia, yg terbaru semacam Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso (tewas), Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Bachrun Naim (kabarnya tewas di Suriah), dan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) pimpinan Aman Abdurrahman (mendekam di Lapas Nusakambangan), yg semuanya berafiliasi kepada Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS), organisasi teroris dunia paling populer.

Namun demikian, apakah propaganda bahwa Indonesia ialah negeri kafir sesuai dgn fiqih Islam?

Sejak sebelum kemerdekaan di mana Indonesia secara legal formal masih disebut dgn nama Nedeerlands Indie (Hindia Belanda),  perdebatan apakah Indonesia termasuk kategori negeri Islam atau bukan telah berlangsung cukup sengit. Hal ini tercermin dalam Keputusan Muktamar NU Ke-11 tanggal 19 Rabiul Awal 1355 H/9 Juni 1936 M di Banjarmasin.

Forum Muktamar NU di Banjarmasin ini menegaskan bahwa Indonesia atau Hindia Belanda pada waktu itu menurut agama Islam telah merupakan negara Islam sebab sebelumnya pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam.

Keputusan NU yg menjadi fondasi kebangsaan ini dibangun berdasarkan fatwa fiqih Islam yg kokoh sebagai berikut:

مَسْأَلَةُ ي) كُلُّ مَحَلٍّ قَدَرَ مُسْلِمٌ سَاكِنٌ بِهِ عَلَى الامْتِنَاعِ مِنَ الْحَرْبِيِّينَ فِي زَمَنٍ مِنَ الْأَزْمَانِ يَصِيرُ دَارَ إِسْلَاٍم تَجْرِي عَلَيْهِ أَحْكَامُهُ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ وَمَا بَعْدَهُ، وَإِنِ انْقَطَعَ امْتِنَاعُ الْمُسْلِمِينَ بِاسْتِيلَاءِ الْكُفَّارِ عَلَيْهِمْ وَمَنْعِهِمْ مِنْ دُخُولِهِ وَإِخْرَاجِهِمْ مِنْهُ. وَحِينَئِذٍ فَتَسْمِيَّتُهُ دَارَ حَرْبٍ صُورَةً لَا حُكْمٍا. فَعُلِمَ أَنَّ أَرْضَ بَتَاوِي بَلْ وَغَالِبَ أَرْضِ جَاوَةْ دَارُ إِسْلَامٍ لِاسْتِيلَاءِ الْمُسْلِمِينَ عَلَيْهَا سَابِقًا قَبْلَ الْكُفَّارِ.

Artinya, “Pertanyaan (tentang negeri Islam) diajukan kepada As-Sayyid Abdullah bin Umar bin Abi Bakr bin Yahya. (Jawaban:) Setiap kawasan di mana orang Islam yg tinggal di sana mampu menolak (serangan) non-Muslim harbi pada suatu zaman dari berbagai zaman, maka kawasan itu menjadi negeri Islam yg di dalamnya berlaku hukum-hukum Islam pada zaman tersebut dan zaman setelahnya, meskipun kekuatan kaum Muslimin terputus sebab non-Muslim menguasainya, mencegahnya buat memasukinya dan mengusirnya dari sana. Dalam kondisi dikuasai non-Muslim seperti itu, maka penamaan kawasan sebagai negeri perang (darul harbi) hanya dari sisi bentuk (lahiriah)-nya, tak dari sisi hukumnya. Karena itu, dapat ketahui bahwa tanah Betawi dan bahkan mayoritas tanah Jawa ialah negeri Islam sebab sebelumnya pernah dikuasai oleh kaum Muslimin sebelum penguasaan non-Muslim,” (Lihat Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Mesir, Musthafa al-Halabi: 1371 H/1952 M], halaman 254).

Poin utama dalam fatwa As-Sayyid Al-Habib Al-‘Alim Abdullah bin Umar bin Abi Bakr bin Yahya (1209-1265 H/1794-1849 M) pakar fiqih asal Hadramaut Yaman yg cukup lama melakukan lawatan ke Hindia Belanda, bahwa status tanah Betawi dan mayoritas Jawa ialah negeri Islam atau Darul Islam.

Kemudian dari sini para ulama NU di bawah kepemimpinan Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari waktu itu tampaknya memahami bahwa fatwa itu juga dapat diterapkan ke seluruh wilayah kekuasan Hindia Belanda mengingat seluruh wilayah Hindia Belanda pernah dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Islam sehingga dalam Muktamar NU Ke-11 tahun 1936 di Banjarmasin ditegaskan, “Sesungguhnya negara kita Indonesia, dinamakan ‘negara Islam’ sebab telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir, tetapi nama negara Islam tetap selamanya,” (Tim LTN PBNU, Solusi Problematika Hukum Islam: Keputusan Muktamar Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2010, [Surabaya, Khalista: 2011 ], edisi: Ahmad Ma’ruf Asrori dan Ahmad Muntaha AM, halaman 187).

Selain itu, dalam fatwa Ibnu Yahya di atas juga disebutkan bahwa suatu negeri yg berstatus sebagai Darul Islam meskipun suatu ketika akhirnya dikuasai oleh non-Muslim, maka hal itu tak dapat mengubah statusnya kembali menjadi Darul Kufri sebagaimana sebelumnya. Dengan demikian status negeri Indonesia hari ini jelas-jelas sebagai negeri Islam atau Darul Islam.

Andaikan ditanyakan, “Bukankah di dalam wilayah Indonesia ada beberapa daerah yg tak pernah dikuasai orang Islam bahkan orang Islam belum bebas mensyiarkan agama dan melaksanakan agamanya seperti di daerah-daerah yg mayoritas penduduknya ialah non-Muslim?” Pertanyaan ini dapat dijawab, bahwa dgn proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945 seiring diangkatnya Ir Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama. Begitu juga para penerusnya.

Dengan demikian, semua wilayah Indonesia, meski mayoritas penduduknya ialah non-Muslim pada daerah tertentu, berstatus sebagai negeri Islam sebab nyata-nyata telah dipimpin secara nasional oleh orang-orang Islam.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa propaganda “Indonesia negeri kafir” yg digencarkan organisasi transnasional semacam Hizbut Tahrir, JAD, dan semisalnya yg berafiliasi kepada ISIS itu tak benar sebab terbukti secara nyata bertentangan fiqih Islam sebagaimana tercermin dalam fatwa As-Sayyid Abdullah bin Umar yg kemudian tafsirkan dan diterapkan oleh para ulama NU di bawah kepemimpinan KH Hasyim Asy’ari.

Bahkan justru menurut ulama-ulama itu, Indonesia ialah negeri Islam, bukan negeri kafir apalagi negeri taghut. Wallahu a‘lam. (Ahmad Muntaha AM, Wakil Sekretaris PW LBM NU Jawa Timur)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.