Sunnah & Hikmah Adzan

Suatu ketika Rasulullah saw bersama orang-orang muslim di Madinah berkumpul buat menentukan cara yg efektif menandai tibanya waktu shalat.

<>

Sebagian dari mereka mengusulkan supaya menggunakan lonceng sebagaimana yg dilakukan kaum Nasrani, sebagian yg lain mengusulkan supaya memanfaatkan terompet seperti kaum Yahudi.

Setelah beberapa lama berdiskusi, para sahabat belum juga menemukan satu ide yg dapat dijadikan patokan buat menginformasikan tibanya waktu shalat. Hingga kemudian Sayyidina Umar mengusulkan “mengapa tak langsung menyuruh seseorang memanggil-manggil orang buat shalat?”. Maka Rasulullah saw secara spontan memerintahkan Bilal “hai Bilal panggillah mereka buat shalat”. Bilalpun mengumandangkan adzan buat pertama kali dalam sejarah. Begitulah asal-usul adzan sebagaimana tersebut dalam hadist Shahih Bukhari dalam Kitabul Adzan. 

Adapun mengenai sistematika adzan itu sendiri yg diajarkan Rasulullah saw kepada sahabat Bilal ialah sebagaimana yg kita dengar sekarang ini. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw.

عن أنس رضي الله عنه قال: أمر بلال أن يشفع الأذان, وأن يوتر الإقامة إلا الإقامة 

Diriwayatkan dari Anas r.a.  Bilal diperintahkan buat mengulang pengucapan (kalimat) adzan dua kali, dan buat iqamah satu kali kecuali ‘qad qamatis shalah’ 

Begitu pula bagi yg mendengarkan, disunnahkan buat menjawabnya sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw dgn mengikuti kalimat muaddzin kecuali ketika kalimat hayya alas shalah dan hayya alal falah, maka jawabannya ialah lahaula wala quwaata illa billah.

Adzan dan iaqamah sendiri menurut fiqih merupakan salah satu kesunnahan yg harus dikumandangkan bagi mereka yg hendak mendirikan shalat. Hal ini menjadi penting apabila kita mengingat sebuah hadits Rasulullah saw yg menerangkan keutamaan adzan, bahwa ketika adzan dikumandangkan, setan lari terbirit-birit sambil kentut hingga ia tak mendengar suara adzan. Ketika adzan telah selesai maka ia muncul lagi dan pada saat iqamah diperdengarkan, ia pun lari terbirit-birit lagi. Dan ketika iqamah selesai ia datang kembali dan membisikkan sesuatu kepada dalam hati manusia dan mengingatkan manusia segala ini-itu, yg tak teringat sebelum shalat. Demikian, sehingga manusia itu lupa (ragu) berapa rakaat yg telah ia kerjakan. Sebagaimana diterangkan dalam Mukhtashar Sahih Bukhari di bawah ini:

‏ ‏حدثنا ‏ ‏عبد الله بن يوسف ‏ ‏قال أخبرنا ‏ ‏مالك ‏ ‏عن ‏ ‏أبي الزناد ‏ ‏عن ‏ ‏الأعرج ‏ ‏عن ‏ ‏أبي هريرة ‏أن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال ‏ ‏إذا نودي للصلاة أدبر الشيطان وله ضراط حتى لا يسمع التأذين فإذا قضى النداء أقبل حتى إذا ‏ ‏ثوب ‏ ‏بالصلاة أدبر حتى إذا قضى ‏ ‏التثويب ‏ ‏أقبل حتى يخطر بين المرء ونفسه يقول اذكر كذا اذكر كذا لما لم يكن يذكر حتى يظل الرجل لا يدري كم صلى

Maka menjadi wajar bila dikemudian hari adzan dan iqamah menjadi tradisi tersendiri bagi kaum muslim yg biasa dikumandangkan dalam waktu-waktu penting tertentu yg dianggap ‘rawan’ dari godaan syaitan. Sebagaimana adzan-iqamah diperdengarkan ditelinga mereka yg pingsan, atau ketika melihat ular yg tak pada tempatnya (di kantor, di rumah dll).

Begitu dekatnya hubungan adzan-iqamah dgn shalat, sehingga keduanya menjadi simbol dari keislaman itu sendiri. Belum lagi kandungan keduanya yg menyerukan syahadat tauhid dan rasulnya. Oleh sebabnya sebagian masyarakat muslim menjadikan adzan sebagai salah satu tradisi penanda ketauhidan yg sangat bernilai bagi mereka yg mendengarkan baik sebagia bentuk pengajaran (seperti adzan-iqamah buat bayi yg baru lahir) atau pengingat (bagi mayit yg hendak dikuburkan).

(Redaktur: Ulil Hadrawy)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.