Syair-syair Hikmah KH Wahid Hasyim (3)

KH Abdul Wahid Hasyim ialah pribadi yg kuat. Ternyata kakakter ini tak hanya berlaku dalam hal mental dan prinsip belaka. Secara ekonomi putra Hadlaratus Syaikh Hasyim Asy’ari ini pun tergolong kuat.<>

Di masa penjajahan Belanda dan Jepang, Kiai Wahid bersusah-payah bergerilya lewat beragam cara ke berbagai pelosok Nusantara. Seluruh biaya keluar dari kantong sendiri. Tanpa kondisi ekonomi yg mapan, perjuangan bertahun-tahun yg menguras keringat, ongkos, dan pikiran ini niscaya tak mau jalan.

KH Saifuddin Zuhri pernah dibuat heran dgn guru dan pemimpinnya ini. Saat Jepang bermurah hati memberi Kiai Wahid mobil dinas terkait jabatan Shumubu-cho, ia menolak memakai dan memilih membeli mobil sendiri.

“Bagaimana caranya dapat membeli mobil sendiri di zaman begini?” tanya Kiai Saifuddin. Ketika itu hampir tak ada seorang sipil pun yg memiliki mobil.

“Ya Allah! Kalau soal beli mobil saja tak dapat memecahkannya, bagaimana dapat memecahkan persoalan rakyat?” jawab Kiai Wahid tegas.

Sepertinya Kiai Wahid memegang teguh prinsip umat Islam tak boleh lemah secara ekonomi. Hal ini penting buat menopang daya tahan dan nafas perjuangan. Tak aneh bila Kiai Wahid yg sehari-hari terkenal hidup sederhana dikisahkan berprofesi sebagai pedagang.

Dalam hal ini. kami nukilkan syair-syair yg ditemukan dalam catatan tokoh nasional ini. Secara umum syair hikmah berikut berpesan tentang semangat yg digambarkan di atas.

 

إِنْ قَلَّ مَالُ اْلمَرْءِ قَلَّ بَهَاؤُهُ # وَضَاقَتْ عَلَيْهِ أَرْضُهُ وَسَمَاؤُهُ
فَأَصْبَحَ لَايَدْرِيْ، وَإِنْ كَانَ حَازِماً # أَقُدَّامُهُ خَيْرٌ لَهُ أَمْ وَرَاءُهُ

Ketika sedikit kekayaan seseorang, sedikit pula kebanggaannya; bumi dan langitnya (medan geraknya) menyempit. Meski biasanya teguh, tapi kemantabannya hilang: majukah atau mundurkah yg terbaik?

 

إِنْ قَلَّ مَالِي فَلَا حِلٌّ يُصَاحِبْنِيْ # إِنْ زَادَ مَالِي فَكُلُّ النَّاسِ إِخْوَانِي

Saat kekayaanku sedikit tak seorang pun bersahabat dgnku. Saat kekayaanku meningkat semua orang (mau) menjadi saudaraku.

 

عَجِبْتُ لِأَهْلِ اْلعِلْمِ كَيْفَ تَغَافَلُوا # يُجِرُّوْنَ ثَوْبَ الْحِرْصِ عِنْدَ اْلمَمَالِكِ
يَدُوْرُوْنَ حَوْلَ الظَّالِمِيْنَ كَأَنَّهُمْ # يَطُوْفُوْنَ حَوْلَ الْبَيْتِ عِنْدَ اْلمَنَاسِكِ

Aku heran kepada para cendekiawan/ulama. Bagaimana mereka lupa; menggelar jubah ketamakan di hadapan para penguasa, mengerumuni para penindas bak rombongan haji yg sedang tawaf di sekitar Ka’bah.

 

وَقَدْ تَنْفَعُ الذِّكْرَى إِذَا كَانَ هَجْرُهَا # دِلَالاً وَإِمَّا إِنْ مِلَالاً فَلَا نَفْعَا

Peringatan mungkin bermanfaat (efektif) buat orang yg tengah merajuk, tapi tak buat orang yg sedang bosan.

 

سَجَدْنَا لِلقُرُوْدِ رَجَاءَ دُنْيَا # حَوَتْهَا دُوْنَنَا أَيْدِي اْلقُرُوْدِ
وَلَمْ تَرْجَعْ أَنَامِلُنَا بِشَيْءٍ # رَجَوْنَاهُ سِوَى ذُلِّ السُّجُوْدِ

Kita relakan sujud kepada para monyet demi dunia yg ada di pelukan mereka. Jari-jari kita pun pulang tanpa hasil apa-apa, kecuali sujud yg hina belaka.

 

 

Mahbib Khoiron
Syair-syair dikutip dan diterjemah ulang dari
KH A Wahid Hasjim, Mengapa Saya Memilih Nahdlatul Ulama, Bandung: Mizan, 2011





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.