Tafsir QS al-Mumtahanah 8-9: Perihal Hubungan Antarumat Beragama

Islam termasuk agama yg sangat perhatian terhadap tata etika pergaulan sosial, termasuk hubungan antarpemeluk agama. Islam amat menekankan perdamaian dan sedapat mungkin menghindari permusuhan, apalagi ketika hal itu sampai menimbulkan pertumpahan darah. Perbuatan adil mesti ditegakkan kepada siapa saja, tak terkecuali kepada orang-orang yg berbeda golongan dan keyakinan.

 

Allah berfirman:

 

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

 

Artinya: “Allah tak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yg tak memerangimu dalam urusan agama dan tak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yg berlaku adil” (QS Al-Mumtahanah: 8).

 

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin Husain at-Taimi yg dijuluki dgn Fakhruddin ar-Razi (w. 606 H), dalam kitab tafsirnya mengatakan, ayat ini menjadi dasar buat berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Bentuk perbuatan baik itu, misalnya, ialah dgn cara memperlakukan mereka secara adil, berinteraksi dgn baik, tak mengganggu keberadaan, dan saling tolong-menolong. (Imam Fakhruddin ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Bairut, Darul Ihya at-Turatsi: 1999], juz X, h. 520).

 

Dari penjelasan ar-Razi di atas, dapat kita pahami bahwa berbuat baik dan bersikap toleran, serta menjalin pergaulan dgn pemeluk agama lain, merupakan ajaran Islam yg sesungguhnya. Membangun kerukunan dgn pemeluk agama lain dgn cara memberlakukan mereka dgn baik, sopan, adil, dan bijaksana termasuk wujud pengamalan pesan Al-Qur’an.

 

Syekh Abu Abdillah bin Abdurrahman as-Sa’idi (w. 1376 H), dalam tafsirnya mengatakan, ada banyak alasan buat melakukan kebaikan, sekali pun kepada kelompok agama lain. Alasan-alasan tersebut, misalnya, bergaul dgn dasar kesopanan, berbuat baik sebab adanya hubungan kerabat, menjadi tetangga, atau bila keduanya tak ada, alasan terakhir ialah sebab hubungan kemanusiaan. (Syekh as-Sai’idi, al-Qawa’idul Hissan fi Tafsiril Qur’an, [Maktabah ar-Rusydu, cetakan pertama: 1999], h. 35).

 

Sejarah Diturunkannya Ayat

Imam Syamsuddin al-Qurthubi (w. 671) mengutip beberapa pendapat ulama perihal sejarah diturunkannya ayat di atas. Dalam kitabnya disebutkan, suatu saat Qatilah hendak mendatangi anak putrinya, Sayyidah Asma’ binti Abu Bakar, buat memberikan anting dan barang-barang lainnya. Ketika itu Qatilah ialah mantan istri Sayyidina Abu Bakar—ia ditalak sejak masa jahiliyah.

 

Setelah bertemu, Asma’ yg saat itu telah memeluk agama Islam—sementara ibunya tak— menolak dgn tegas pemberian itu, bahkan ia menyuruh sang ibu keluar meninggalkan rumahnya, dgn alasan “tak diperbolehkannya menjalin kerukunan dan pergaulan” dgn pemeluk agama lain. Dengan perasaan kecewa, Qatilah mendatangi Rasulullah saw buat mengadukan kejadian yg dialaminya. Setelah semuanya disampaikan kepadanya, turunlah ayat di atas. (Imam al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Darul Kutub al-Mishriah, cetakan kedua: 1964], juz XVI, h. 59).

 

Baca juga: Istri dan Anak Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq

 

Konteks Perang vs Konteks Damai

Pada ayat selanjutnya, Allah melarang umat Islam buat berteman dan bergaul dgn pemeluk agama lain, apabila mereka memerangi umat Islam, atau membantu kelompok-kelompok yg menyerang Islam. Sebagaimana ditegaskan,

 

اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

 

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yg memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) buat mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yg zalim” (QS Al-Mumtahanah: 9).

 

Secara tegas, Allah swt melarang umat Islam buat berkawan dan menjalin hubungan dgn pemeluk agama lain pada ayat di atas, hanya saja poin penting yg perlu dipahami ialah kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Qur’an, bahwa setiap ayat harus diletakkan dalam proporsi dan sesuai dgn konteksnya masing-masing, sebab sejatinya ayat Al-Qur’an tak turun dalam ruang hampa yg dgn sewenang-wenang dapat diterapkan di mana-mana. Maka, tak boleh memaksakan ayat yg diturunkan dalam posisi perang, mislanya, buat diterapkan dalam keadaan damai.

 

Begitu juga dgn Indonesia, negara aman nan majemuk dalam banyak hal, termasuk agama. Ayat di atas tak dapat diterapkan di Indonesia sebab konteks perang atau penyerangan terhadap umat Islam tak ada, dan semua pemeluk agama mempunyai ikatan perjanjian buat hidup bersama dgn damai dalam naungan konsitutusi.

 

Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan.


Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI


 

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.