Tata Cara Sujud Tilawah

Sujud tilawah ialah sujud yg dilakukan ketika membaca atau mendengar ayat-ayat tertentu dari kitab suci Al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut disebut dgn ayat sajdah. Di dalam mushaf Al-Qur’an ayat-ayat sajdah ini biasanya dapat diketahui dgn adanya tanda tertentu seperti tulisan kata as-sajdah dgn tulisan Arab di pinggir halaman sebaris dgn ayatnya, atau adanya gambar seperti kubah kecil di akhir ayat. Ketika ayat sajdah dibaca orang yg membaca atau yg mendengarnya disunahkan buat bersujud satu kali baik dalam keadaan shalat maupun di luar shalat.

Disyariatkannya sujud tilawah ketika membaca atau mendengar ayat sajdah didasarkan pada beberapa hadits di antaranya:

Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ , اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي , يَقُولُ: يَا وَيْلَهُ أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ

Artinya: “Ketika anak adam membaca ayat As-Sajdah kemudian ia bersujud maka setan menyendiri dan menangis. Ia berkata, “celaka, anak adam diperintah buat bersujud dan ia pun bersujud maka baginya surga. Dan aku telah diperintah buat bersujud namun aku menolak maka bagiku neraka.”

Hadis riwayat Imam Abu Dawud dari Ibnu Umar:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ عَلَيْنَا الْقُرْآنَ، فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ، وَسَجَدَ وَسَجَدْنَا مَعَهُ

Artinya: “Adalah nabi membacakan Al-Qur’an kepada kita, maka ketika melewati ayat As-Sajdah beliau bertakbir dan bersujud, dan kami pun bersujud bersamanya.”

Tata Cara Sujud Tilawah

Di luar shalat ketika seseorang membaca atau mendengar ayat sajdah dan ia berkehendak buat melakukan sujud tilawah maka yg mesti ia lakukan ialah memastikan dirinya tak berhadats dan tak bernajis dgn cara berwudlu dan mensucikan najis yg ada. Setelah itu menghadapkan diri ke arah kiblat buat kemudian bertakbiratul ihram dgn mengangkat kedua tangan. Setelah berhenti sejenak lalu bertakbir lagi buat turun bersujud tanpa mengangkat kedua tangan. Setelah sujud satu kali lalu bangun buat kemudian duduk sejenak tanpa membaca tahiyat dan mengakhirinya dgn membaca salam.

(Baca juga: Ini Perbedaan Hadats dan Najis)

Apakah harus berdiri sebelum melakukan sujud tilawah? Para ulama Syafi’iyah berbeda pendapat dalam hal ini. Syekh Abu Muhammad, Qadli Husain dan lainnya lebih menyukai sujud tilawah dilakukan dgn cara dimulai dari berdiri dan berniat lebih dahulu. Namun pendapat ini diingkari oleh Imam Haramain dgn mengatakan, “Saya tak melihat buat masalah ini adanya penuturan dan dasar.” Apa yg menjadi pendapat Imam Haromain ini dipandang oleh Imam Nawawi sebagai pendapat yg lebih benar dan sebabnya yg dipilih ialah tak berdiri buat sujud tilawah (lihat Yahya bin Syaraf Al-Nawawi, Raudlatut Thâlibîn wa ‘Umdatul Muftîn, (Beirut: Al-Maktab Al-Islamy, 1991), jil. I, hal. 321 – 322).

Sedangkan melakukan sujud tilawah dalam keadaan sedang shalat dgn cara setelah dibacanya ayat sajdah maka bertakbir tanpa mengangkat tangan buat kemudian turun bersujud satu kali. Setelah itu bangun dari sujud buat berdiri lagi dan melanjutkan shalatnya. Bila ayat sajdah yg tadi dibaca berada di tengah surat maka ia kembali melanjutkan bacaan suratnya hingga selesai dan ruku’. Namun bila ayat sajdah yg tadi dibaca berada di akhir surat maka setelah bangun dari sujud tilawah ia sejenak berdiri atau lebih disukai membaca sedikit ayat lalu diteruskan dgn ruku’ dan seterusnya.

Perlu diketahui, Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya al-Fiqhul Manhaji memberikan peringatan bahwa takbiratul ihram dan membaca salam merupakan syarat sujud tilawah. Syarat yg lainnya ialah sebagaimana syarat shalat pada umumnya seperti menghadap kiblat, suci dari hadas dan najis, dan sebagainya (lihat Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji [Damaskus: Darul Qalam, 2013], jil. I, hal. 175 – 176).

Adapun bacaan yg sunah dibaca ketika sujud tilawah sebagaimana disebutkan Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thâlibîn ialah:

سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ

“Sajada wajhiya lil ladzî khalaqahû wa shawwarahû wa syaqqa sam’ahû wa basharahû bi haulihî wa quwwatihî.”

Juga disunahkan membaca do’a:

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاقْبَلْهَا مِنِّي، كَمَا قَبِلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ 

“Allâhummaktub lî bihâ ‘indaka ajraa, waj’alhâ lî ‘indaka dzukhran, wa dla’ ‘annî bihâ wizran, waqbalhâ minnî kamâ qabiltahâ min ‘abdika dâwuda ‘alaihissalâm.”

Namun demikian—masih menurut Imam Nawawi—bila yg dibaca ialah do’a yg biasa dibaca saat sujud di waktu shalat maka diperbolehkan. Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.