Tiga Wasiat Rasulullah kepada Sayyidina Ali tentang Akhlak

Sayyidina Ali bin Abi Thalib ialah khalifah yg berasal dari kalangan Bani Hasyim. Ayahnya bernama Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, sedangkan ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. 

Sejak kecil, Ali telah dirawat Rasulullah SAW, sebab membantu Abu Thalib yg mendapat nikmat besar berupa banyaknya keturunan. Rasulullah merawat Ali di rumahnya, bukan sekedar merawat namun juga memberi pengajaran secara langsung.

Ketika menginjak sepuluh tahun, ia juga bagian dari golongan pertama yg meyakini bahwa Rasulullah menerima wahyu. Dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin jilid kesatu karya Syekh Umar Abdul Jabbar, Ali ialah orang pertama yg beriman dari kalangan anak-anak (shibyan), artinya ia termasuk dari golongan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yg beriman di masa awal kenabian).

Pada masa mudanya, Ali dikenal sebagai sahabat Nabi yg pemberani, cerdas, dan berwawasan kritis. Tidak hanya itu, ia juga memiliki hati yg lembut, akhlak yg mulia, serta sopan dalam bertutur kata. Hal itu menjadikan Sayyidina Ali sebagai sosok figur teladan yg dikenal masyarakat Arab ketika dewasanya.

Kedekatan Ali dgn Rasulullah dapat dianggap sebagai faktor penting, sebab ada banyak pelajaran dan nasihat Rasulullah yg dapat membentuk identitas kesalehan pada diri Sayyidina Ali.

Salah satunya ialah wasiat-wasiat yg Rasulullah SAW sampaikan kepada sayyidina Ali antara lain tentang akhlak. Dalam Kitab Washiyatul Musthofa Lil Imam Ali Karramallahu Wajhah karya Sayyid Abdul Wahab Asy-Sya’rani, setaknya ada tiga wasiat Rasulullah tentang akhlak yg penulis himpun, yaitu:

Pertama, berbuat baik kepada sesama manusia tanpa melihat status sosial, pangkat, serta jabatannya,

يا عليّ اصنع المعروف ولو مع السفلة  قال عليّ وما السفلة يا رسول الله  قال الذي اذا وعظ لم يتّعظ واذا زجر لم ينزجر ولا يبالي بما قال وما قيل له

Artinya, “Wahai Ali, berbuat baiklah kamu, meskipun kepada kalangan orang rendah (shuflah). Ali berkata, apa itu orang rendah wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, yaitu seseorang yg apabila dinasihati maka ia terima nasihat itu dan apabila diperingatkan maka ia mau menjauhinya. Ia tak memperhatikan siapa yg berkata melainkan melihat apa yg dikatakannya.”

Kedua, berbuat jujur meskipun hal itu membuat celaka,

يا عليّ اصدق وان ضرّك في العاجل فإنه ينفعك في الآجل ولا تكذب وان نفعك في العاجل فإنه يضرّك في الآجل

Artinya “Wahai Ali, berbuat jujurlah kamu, meskipun hal itu membahayakanmu di dunia, sebab sesungguhnya perbuatan jujur mau menguntungkanmu di akhirat. Dan janganlah kamu berdusta, meskipun hal itu menguntungkanmu di dunia, sebab sesungguhnya berdusta mau membahayakanmu di akhirat.”

Ketiga, menjaga lisan buat tak sembarang menghina apalagi melaknat kepada sesama makhluk Allah,

يا عليّ لا تلعن مسلما ولا دابّة فترجع اللعنة عليك

Artinya, “Wahai Ali, jangan sekali-kali kamu melaknat sesama muslim maupun kepada binatang. Karena ucapan melaknat itu mau kembali kepadamu.”

Tiga pesan yg disampaikan Rasulullah SAW ini tentu tak terkhusus buat sayyidina Ali semata. Kendati wasiat ini disampaikan kepadanya, namun makna hadits ini berlaku umum. Siapa saja dianjurkan buat menjaga akhlak, baik kepada sesama muslim maupun nonmuslim, baik kepada sesama manusia maupun makhluk Allah lainnya.

Dengan membentuk kepribadian yg berakhlak terpuji, bangsa ini mau semakin menjaga persaudaraan, melestarikan budaya, serta menjauhi perbuatan yg melanggar norma-norma agama dan kemanusiaan. Semoga kita dapat mengamalkan tiga wasiat ini. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Ahmad Rifaldi, alumnus Pondok Pesantren Al-Awwabin, Depok.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.