Tujuan Nabi Muhammad Mendirikan Negara

Nabi Muhammad saw dihadapkan pada kondisi masyarakat yg majemuk (plural) saat hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kemajemukan tersebut justru dimanfaatkan Rasulullah buat menyatukan masyarakat Madinah dalam sebuah negara dgn aturan-aturan yg mengikatnya.

Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Kumpulan 101 Kultum tentang Islam (2016) menjelaskan Langkah-langkah Nabi Muhammad saat tiba di Madinah. Langkah pertama Nabi sawa begitu tiba di Madinah ialah membangun masjid sebagai markas kegiatan dan tempat ibadah. Dari sana lahir langkah-langkah berikutnya yaitu mempersatukan umat Islam penduduk Madinah/al-Anshar dgn para pendatang dari Makkah, yakni al-Muhajirin.

Setiap muhajir hidup dalam keterbatasan akibat terpaksa meninggalkan keluarga dan harta benda di Makkah. Karena itu Nabi Muhammad “mempersaudarakan” setiap muhajir dgn seorang anshar yg siap mendukung saudaranya yg datang dari Makkah.

Langkah selanjutnya ialah menjalin hubungan persaudaraan antara seluruh penduduk Madinah dgn mengikat mereka semua dalam satu piagam yg kemudian dikenal dgn nama “Piagam Madinah”.

Dalam piagam itu, semua anggota kelompok diakui eksistensinya dan dilindungi hak-haknya. Semua memperoleh hak melaksanakan agama dan kepercayaannya tanpa boleh diganggu gugat oleh siapapun. Lalu semua juga sepakat tampil membela kota Madinah bila datang serangan dari luar. Nabi Muhammad disepakati menjadi pemimpin mereka.

Dalam kesepakatan itu, lahirlah aneka aktivitas yg menyejahterakan masyarakat. Nabi antara lain melakukan sensus penduduk Muslim, membangun pasar serta menggali sekian banyak sumur yg kesemuanya merupakan kebutuhan masyarakat.

Sejumlah alasan ilmiah dan alamiah penyusunan Piagam Madinah ialah pertama faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah). Kedua, faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat toleransi keagamaan dan kemanusiaan.

Piagam Madinah berisi 47 pasal. Ia merupakan supremasi perjanjian negara pertama dalam sejarah Islam yg didirikan oleh Nabi Muhammad. Dengan kata lain, Nabi saw mendirikan Darul Mistaq, negara kesepakatan antarkelompok-kelompok masyarakat yg berbeda-beda. 

Jadi bila dihubungkan dgn pembentukan dasar negara di Indonesia, para ulama seperti KH Wahid Hasyim, dan lain-lain telah tepat dalam meneladani Nabi sebab melahirkan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.

Karena sistem pemerintahan yg menempuh jejak kenabian ialah berdasarkan kebersamaan dan keadilan bagi semua bangsa dalam perjanjian dan kesepakatan yg termaktub dalam 47 pasal Piagam Madinah buat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. 

Mitsaq al-Madinah (Piagam Madinah) menjadi bukti otentik dalam sejarah peradaban Islam bahwa negara pertama yg didirikan Nabi Muhammad ialah negara Madinah, negara kesepakatan atau perjanjian (Darul Mitsaq), bukan negara Islam, bukan daulah Islamiyah, maupun khilafah.

Selama periode Madinah ini, keadilan diterapkan secara utuh (tanpa kecuali) oleh Nabi, termasuk terhadap Muslim yg melanggar.

Dalam periode Madinah ini juga, turun ayat-ayat yg mengajak umat Islam bekerja sama dgn siapapun selama kerja tersebut dalam kebaikan.

 

Firman Allah, “Tolong-menolonglah dalam kebabilan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah ayat 2). Tuntunan Allah ini turun dalam konteks uraian tentang sikap buruk kaum musyrik yg menghalangi Nabi dan kaum Muslim berkunjung ke Masjid al-Haram buat beribadah.

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.