Urgensi Persaudaraan Kaum Muhajirin & Anshar, Pilar Kedua Hijrah Nabi

Setelah selesai membangun pilar pertama dakwah Islam di Madinah berupa Masjid Nabawi, sebagaimana dalam tulisan Pembangunan Masjid Nabawi sebagai Pilar Pertama Hijrah Nabi, langkah Nabi selanjutnya yg dilakukan oleh Nabi saw ialah membangun persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar yg berlangsung di rumah sahabat Anas bin Malik ra.

 

Saat itu terdapat 90 orang dari kalangan Anshar dan Muhajirin yg berkumpul. Nabi saw mempersaudarakan mereka satu persatu buat saling menolong dan saling mewarisi. Misalnya, Ja‘far bin Abi Thalib ra dipersaudarakan dgn Muadz bin Jabal ra, Hamzah bin Abdul Muthalib ra dgn Zaid bin Haritsah ra, Abu Bakar as-Shiddiq ra dgn Kharijah bin Zuhair ra, Umar bin Khaththab ra dgn Utban bin Malik ra, Abdurrahman bin Auf ra dgn Sa‘d bin ar-Rabi’ ra, dan selainnya.

 

Baca: Rasulullah dan Kesetaraan Hak dalam Konstitusi Madinah

 

Persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar lebih kuat ketimbang ikatan nasab dan kerabat. Kemudian Nabi saw menegaskan persaudaraan di antara semua sahabat secara umum. Persaudaraan mereka diikat di atas prinsip yg sangat jelas, seperti hak saling mewarisi. Ketetapan ini tetap berlaku hingga akhirnya di-nasakh (dihapus) saat Perang Badar Kubra, yaitu saat turun ayat:

وَأْوْلُواْ الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

 

Artinya, “Orang-orang yg mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (ketimbang yg bukan kerabat) menurut Kitab Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Anfal: 75).

Ayat ini me-nasakh ketetapan yg berlaku sebelumnya. Artinya, hak waris berdasarkan persaudaraan Islam tak berlaku lagi. Hak waris dikembalikan lagi berdasarkan persaudaraan sedarah dan kekerabatan, meskipun secara hakiki kaum muslimin tetap bersaudara satu sama lainnya. Sebelum turunnya ayat di atas, kaum Muhajirin dapat mewarisi harta peninggalan kaum Anshar sebab persaudaraan yg telah dijalin oleh Nabi saw di antara mereka, meskipun mereka tak memiliki hubungan darah dan kekerabatan.

 

Baca: Keislaman Sahabat Anshar dan Kesabaran Dakwah Rasulullah

Urgensi Persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar

Persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar inilah pilar kedua yg ditegakkan Nabi saw dalam membangun masyarakat Muslim dan negeri Islam. Menurut Syekh Said Ramadhan al-Buthi kitab Fiqhus Sîrah an-Nabawiyah, urgensi persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar dapat dilihat dari tiga hal berikut.

1. Persaudaraan Menjadi Modal Utama Kemajuan

Negara mana pun mustahil dapat bangkit dan maju apabila rakyatnya tak bersatu. Persatuan mustahil terwujud tanpa persaudaraan dan kasih sayg. Setiap komunitas yg tak diikat dgn tali persaudaraan dan cinta kasih mustahil memiliki kesatuan pandangan dalam memegang prinsip hidup bersama. Selama persatuan hakiki tak ditemukan pada suatu komunitas, selama itu pula suatu negara tak dapat terbentuk dan berdiri tegak.

 

Baca: Teladan Nabi Muhammad Menyatukan Bangsa-bangsa di Madinah

 

2. Persaudaraan Membentuk Masyarakat yg Saling Menolong

Suatu komunitas dapat dibedakan dari sekumpulan orang yg tercerai-berai dgn adanya satu hal, yaitu penegakan prinsip kebersamaan dan tolong-menolong antaranggota komunitas dalam berbagai sisi kehidupan. Jika kebersamaan dan tolong-menolong dijalankan sesuai prinsip keadilan dan persamaan, mereka dapat disebut masyarakat yg adil dan baik. Namun, bila kebersamaan dan tolong-menolong dijalankan buat menindas dan berbuat zalim, maka mereka pantas disebut masyarakat yg zalim dan buruk.

Masyarakat yg baik berdiri di atas prinsip keadilan. Apa yg dapat menjamin keadilan dapat direalisasikan secara baik dan benar? Tidal lain ialah kekuatan yg sesuai fitrah manusia, yakni persaudaraan dan cinta kasih antaranggota masyarakat, baru setelah itu kekuasaan, dan undang-undang.

Menurut Syekh al-Buthi, kekuasaan sekuat apa pun tak mau dapat mewujudkan prinsip-prinsip keadilan antarindividu bila tak didasari persaudaraan dan cinta kasih yg tulus. Tanpa persaudaraan dan cinta kasih, prinsip-prinsip keadilan justru mau menjadi sumber kedengkian dan kebencian di antara individu. Jika hal itu terjadi, masyarakat mau dihancurkan oleh kezaliman dan kesewenang-wenangan.

Atas dasar itu, Nabi saw menjadikan persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar sebagai fondasi buat menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Semua itu kemudian diaplikasikan di tengah masyarakat yg diakui dunia memiliki sistem sosial paling unggul dan paling canggih pada zamannya. Tahap demi tahap, prinsip-prinsip keadilan itu berkembang dalam wujud hukum dan undang-undang yg bersifat mengikat. Namun semuanya tetap didasarkan atas fondasi utama, yaitu Ukhuwwah Islamiyah. 

 

Baca: Mengenal Isi Piagam Madinah, Cara Nabi Ciptakan Keadilan dan Kesetaraan

 

3. Persaudaraan merupakan Nilai Universalitas Islam

Prinsip persaudaraan yg ditanamkan Nabi saw pada komunitas Islam di Madinah bukan sekadar slogan kosong yg diperbincangkan dari mulut ke mulut, melainkan kebenaran praktik yg terhubung langsung dgn realitas kehidupan dan relasi sosial antara kaum Muhajirin dan Anshar.

Berdasarkan persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar inilah Nabi saw memberi tanggung jawab kepada para sahabat, yg kemudian mereka tunaikan secara baik. Hal itu dibuktikan misalnya, dalam kisah Sa‘d bin ar-Rabi ra yg dipersaudarakan dgn Abdurrahman bin Auf ra. Saat Abdurrahman ra tiba di Madinah, Sa‘d ra menawarinya separuh harta dan rumahnya. Akan tetapi, Abdurrahman ra menolaknya dgn santun. Ia mengucapkan terima kasih dan meminta ditunjukkan jalan ke pasar Madinah buat mencari nafkah secara mandiri.

Atas dasar persaudaraan itu pula Nabi saw sempat menetapkan hak waris bagi mereka, meskipun tak memiliki hubungan nasab dan kekerabatan. Penetapan hak waris ini dimaksudkan supaya persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar diwujudkan dalam tindakan nyata yg benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Penetapan itu juga supaya mereka mengetahui bahwa persaudaraan dan cinta kasih bukan hanya slogan kosong, melainkan ajaran agung yg berdampak nyata sebagai pilar penting dalam upaya mewujudkan keadilan sosial.

 

Baca: 3 Hal Dasar yg Dilakukan Rasulullah di Madinah

Semua itu menegaskan kepada kita, agama Islam menjadi tali pengikat dan landasan utama bagi hubungan persaudaraan. Akan tetapi persaudaraan itu harus diperbarui dan dikuatkan lagi setelah hijrah, mengingat tuntutan keadaan dan berkumpulnya kaum Muhajirin dan Anshar dalam satu wilayah. Namun, pada hakikatnya, persaudaraan itu tak lain merupakan persaudaraan yg berdiri di atas landasan universalitas Islam, yg harus terus dikukuhkan dan diperbarui. Demikianlah persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar menjadi pilar kedua dakwah Islam setelah peristiwa hijrah Nabi saw ke kota Madinah. Wallâhu a’lam. (Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sîrah an-Nabawiyah, [Beirut, Dârul Fikr: 2012], halaman 161-163). 

 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop, Bangkalan. 


Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI

 

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.