Ustadzah di TV Salah Nulis Ayat, PBNU: Ceramah Keagamaan di TV Harus Selektif

– Saat ini dunia maya tengah viral oleh adanya penceramah agama yg dinilai tak kompeten di salah satu televisi nasional. Terlihat dalam taygan itu seorang ustadzah yg menulis ayat Al-Quran dgn kesalahan yg sangat fatal.

Hal tersebut mengundang keprihatinan Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Maman Imanulhaq.

Kiai Maman menegaskan bahwa televisi ialah media yg efektif ditonton dan memengaruhi pola pikir masyarakat umum. Apabila taygan ceramah keagamaan yg berkualitas dgn materi dakwah yg transformatif dan aktual disuguhkan oleh penceramah yg kompeten, maka mau mengukuhkan nilai agama yg menjadi semangat perubahan dan perdamaian.

“Sebaliknya bila materi ceramah yg hanya tekstual, tak komprehensif disebabkan tak memiliki kompentensi, dan cenderung menyalahkan kelompok yg berbeda mau mempengaruhi masyarakat buat saling membenci dan mau membingungkan umat,” ujarnya, Selasa (5/12).

Kejadian tersebut bukan pertama kali. Beberapa acara keagamamaan di televisi membuat resah umat diantaranya sebab cenderung menyalahkan tradisi dan ritual yg dilakukan sebagian besar umat Islam di Indonesia.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara. KH Cholil Nafis mengatakan, buat menjadi ustadz atau ustadzah seseorang harus mengetahui kapasitas dirinya sendiri. Insan pertelevisian dan masyarakat juga harus selektif dan pandai dalam memilih ustadz atau ustadzah buat mengisi ceramah di televisi.

Baca Juga:  Warga Nahdliyyin Jepang baca Yasin, Tahlil dan doa buat Mbah Maimoen

Kiai Cholil menyarankan, meski sang dai televisi yg berbuat kesalahan tersebut telah minta maaf, namun harus ada tindak lanjut supaya kesalahan-kesalahan dalam berceramah tak terus terulang kembali.

“Pertama, bagi kita yg hendak menyampaikan ajaran Islam di publik harus menyiapkan materi sebaik-baiknya supaya apa yg disampaikan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Kiai Cholil kepada NU Online, Selasa (5/12).

Kedua, para dai seharusnya hanya menyampaikan sesuatu pengetahuan yg telah diketahui dan diyakini pasti kebenarannya menurut dalil syar’i. Seorang dai jangan menyampaikan materi ceramah yg tak diketahui dan menjawab semua pertanyaan hanya berdasarkan sangkaan saja.

Ketiga, bila belum mampu menjadi guru hendaklah menjadi santri atau pelajar. Seorang dai harus lah seseorang yg benar-benar menguasai ilmu agama supaya tak terjadi penyesatan ajaran Islam. Mereka tak cukup hanya belajar agama dari internet atau terjemahan teks-teks keagamaan saja lalu kemudian berceramah yg disaksikan khalayak umum.

Baca Juga:  Tanggapi Permintaan Maaf Nadiem Soal POP, NU: Salah Sasaran

“Saya melihatnya tak semata-mata soal kesalahan media papan tulisnya saja, tetapi juga sebab minimnya kompetensi yg bersangkutan,” tutupnya.

Pernyataan serupa disampaikan oleh Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Akhmad Muzakki ia mengatakan “Ada dua hal yg seringkali tak sinkron, satu soal dakwah dan satunya soal show,”

Dia mengaku mengikuti kehebohan di media sosial soal foto Nani Handayani menulis ayat Alquran yg salah itu. Guru besar Bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan, ketika program dakwah masuk di televisi, hal yg ditampilkan bukan sekadar isi ceramahnya, tapi juga penampilannya.

“Di sinilah masalahnya ketika mereka yg masuk ke dunia dakwah digital, televisi dan lainnya, tetapi tak diimbangi kemampuan memadai, yg mendominasi show-nya,” ujar Zakki.

Akhirnya, kata Zakki, muncul fenomena dakwah-dakwah di media sosial dan televisi yg tak mendalam dari sisi substansi. “Belajar dari kasus yg heboh itu, maka televisi tak boleh menyabilan dakwah yg hanya mengemukakan show-nya saja,” ujarnya.

Baca Juga:  SMA Malnu Pandeglang Dilatih Jiwa Kepemimpinan

Perusahaan media televisi, kata Zakki, seharusnya memiliki tim seleksi buat mencari siapa-siapa pendakwah yg secara keilmuan mumpuni, di luar soal sang penceramah disukai oleh masyarakat. “Kalau wartawan kan ada uji kompetensi wartawan, pekerja media kan juga dapat, misalnya, membuat uji kompetensi dai-daiyah bekerja sama dgn lembaga terkait, misalnya perguruan tinggi,” katanya.

Hal sama disampaikan Ketua Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU Jatim, Najib AR. “Kualifikasi seorang ustazah-ustazah di media, terutama televisi, itu harus betul-betul diseleksi, bukan sekadar popularitas,” kata pemuka Pesantren Salafiyah di Pasuruan, Jawa Timur, itu





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.