Membahas tentang empat Tingkatan Wara menurut Imam Al-Ghazali

Wara telah menjadi kata serapan dalam Bahasa Indonesia, yaitu warak. Wara atau warak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bersifat menjauhi perkara yg belum jelas status hukum halal dan haramnya sebab khawatir pada keharamannya.

Misalnya, “Kita harus warak dalam mencari rezeki.”

Secara umum wara berarti menjauhi sesuatu yg dilarang. Tetapi sebenarnya wara terdiri atas 4 tingkatan sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin

ولكن الورع له أربع مراتب

Artinya, “Kewaraan memiliki empat tingkatan/level,” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz I, halaman 32).

1. Wara minimal (wara’us syuhud wal qadha)

Kewaraan minimal di mana menjadi syarat integritas saksi di pengadilan. Tanpa kewaraan ini, seseorang dapat keluar dari kriteria sebagai saksi, hakim, dan pemerintah. Kewaraan minimal ini ialah kewaraan seseorang yg menjauhi diri dari barang haram secara lahiriah. (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: I/32).

2. Wara orang-orang saleh (wara’us shalihin)

Kewaraan orang-orang saleh ini ialah kewaraan orang yg menjauhi diri dari barang syubhat yg memiliki berbagai kemungkinan (kemungkinan haram, makruh, mubah). (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: I/32).

Ketika menjelaskan kewaraan orang-orang saleh, Imam Al-Ghazali mengutip hadits riwayat At-Tirmidzi berikut ini:

قال صلى الله عليه وسلم: دع ما يريبك إلى مالا يريبك 

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Tinggalkan apa yg membuatmu ragu kepada apa yg tak membuatmu ragu,’” (HR At-Tirmidzi yg disahihkan oleh An-Nasai dan Ibnu Majah dari Hasan bin Ali ra).

Imam Al-Ghazali juga mengutip hadits riwayat Al-Baihaqi ketika menjelaskan kewaraan orang-orang saleh.

وقال صلى الله عليه وسلم: الإثم حزاز القلوب

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Dosa ialah sesuatu yg terpendam dalam hati,’” (HR Al-Baihaqi dan Al-Adani dari Ibnu Mas’ud ra).

 

3. Wara orang-orang bertakwa (wara’ul muttaqin)

Kewaraan orang yg bertakwa ialah kewaraan orang yg meninggalkan kelebihan barang murni kehalalannya yg dikhawatirkan dapat membawanya kepada yg haram. (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: I/32).

قال صلى الله عليه وسلم: لا يكون الرجل من المتقين حتى يدع ما لا بأس به مخافة مما به بأس

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Seseorang tak termasuk ke dalam golongan orang bertakwa sehingga ia meninggalkan apa yg tak masalah (halal) sebab takut terbawa kepada yg menjadi masalah (haram),’” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

Contoh kewaraan orang bertakwa ialah kewaraan seseorang buat (tidak) membicarakan orang lain (yg sebenarnya halal) sebab khawatir terbawa pada ghibah (yg haram). Contoh lain yaitu kewaraan orang buat (tidak) memakan dgn syahwat sebab khawatir terjebak pada tindakan yg dilarang.

4. Wara orang-orang yg membenarkan (wara’us shiddiqin)

Kewaraan golongan as-shiddiqin ialah keberpalingan mereka dari selain Allah sebab khawatir melewati sepenggal umur pada hal yg tak bermanfaat dalam menambah kedekatan kepada Allah, sekalipun mereka mengetahui bahwa aktivitasnya di luar itu tak membawanya pada yg haram.

 

Adapun 4 tingkatan wara ini tak tertangkap oleh radar ulama-ulama zahir kecuali wara minimal sebagai tingkat terendah, yaitu kewaraan yg menjadi kriteria seorang saksi dan hakim yg menunjukkan integritas seorang individu sehingga kesaksian (saksi) atau putusan perkaranya (hakim) dapat diterima. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.