Syekh Syamsuddin al-Qurthubi dalam Kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an menceritakan tentang cikal bakal pertama kali pelaksanaan kurban dilakukan. Dalam kitabnya disebutkan bahwa orang pertama yg melakukan kurban ialah Qabil dan Habil, yaitu kedua putra Nabi Adam ‘alaihimus salam.
Kejadian itu terjadi ketika Nabi Adam diperintah oleh Allah buat menikahkan putra putrinya. Dalam catatan sejarah, setelah Nabi Adam dan Siti Hawa diturunkan ke bumi dan memiliki dua putra serta dua putri, yaitu Qabil yg kembar dgn Iqlimiya, dan Habil yg kembar dgn Layudza.
Allah memerintahkan Nabi Adam ‘alaihis salam buat menikahkan putra dan putrinya yg tak menjadi bagian saudara kembarnya (Qabil dgn Layudza dan dan Habil dgn Iqlimiya).
Setelah perintah itu disampaikan kepada anak-anaknya, rupanya Qabil tak dapat menerima perintah ini. Ia lebih suka buat menikahi saudara kembarnya sendiri, yaitu Iqlimiya, yg memang lebih cantik ketimbang Layudza. Dengan sikap sangat menolak, Qabil berkata:
قال قابيل أنا أحق بأختي
Artinya, “Qabil berkata, saya lebih berhak dgn saudara perempuanku.” (Syekh Syamsuddin al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Beirut: Darul Fikr, 2003], juz VI, halaman 134).
Qabil tak menerima dgn perintah itu, bahkan ia berdalih bahwa seharusnya pernikahan itu terjadi antara saudara kembar, sebab baginya, saudara kembar menunjukkan hak dan tidaknya buat dinikahi. Jika telah kembar, maka tentunya saudara kembarnya yg pastas.
Berbagai nasihat dan rayuan disampaikan Nabi Adam pada Qabil supaya ia mau menikahi Layudza dan mengikhlaskan saudara kembarnya menikah dgn Habil. Hanya saja, berbagai upaya yg dilakukan sang ayah sama sekali tak membuahkan hasil. Bahkan, tak sesekali Qabil melempar kata-kata tak sopan kepadanya.
Ia berani berkata, “Allah tak pernah memerintahkan pernikahan ini. Semuanya hanyalah kehendakmu sendiri.”
Sikap keras kepala yg ditampakkan oleh Qabil membuat ayahnya begitu terpukul, Nabi Adam sangat bingung buat menyikapinya. Sebagai sosok ayah dari keduanya, Nabi Adam tak mengmaukan pernikahan itu dilaksanakan dgn cara keras kepala berupa upaya memaksa keduanya buat sama-sama menerima. Dalam keadaan seperti itu, akhirnya Nabi Adam mengatakan:
فقال آدم فقربا قربانا فأيكما يقبل قربانه فهو أحق بالفضل
Artinya, “Nabi Adam berkata, (lakukankalah) dgn kurban. Siapa saja yg kurbannya diterima (oleh Allah), dia lebih berhak buat mendapatkan yg baik (Iqlimiya).” (Al-Qurthubi, 2003 M: VI/134).
Setelah itu, keduanya sepakat buat melakukan kurban dan menentukan waktu kapan dilakukannya ritual itu. Qabil sangat yakin bahwa dirinya yg lebih layak dan lebih berhak buat dapat menikahi saudara kembarnya. Ia juga sangat yakin bahwa kurbannya yg mau diterima oleh Allah.
Pada waktu yg telah ditentukan, masing-masing dari Qabil dan Habil telah siap dgn kuban persembahannya.
Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili, Qabil yg merupakan seorang petani mengurbankan hasil panennya. Hanya saja ia memilih hasil panen yg paling buruk dan jelek. Bahkan, di tengah perjalanan, ketika melihat masih ada bulir yg bagus dan baik dari hasil panen yg dibawa, Qabil mengambilnya, membersihkannya, kemudian memakannya.
Adapun Habil yg berprofesi sebagai peternak kambing membawa kambing terbaiknya buat dikurbankan. Ia sangat berhati-hati ketika memilih, bahkan sangat memperhatikan kambingnya yg lain khawatir masih ada kambing yg lebih baik dari kurban yg mau ia bawa. (Syekh Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut: Darul Fikr, 1997 M], juz VI, halaman 158).
Setelah mereka berdua melaksanakan kurban, lantas Nabi Adam berdoa kepada Allah buat menentukan kurban siapa yg diterima-Nya. Setelah beberapa waktu dari doa yg dipanjatkan Nabi Adam, ternyata kurban Habil yg diterima. Dengan demikian, Habil yg berhak buat menikahi Iklimiya.
Melihat semua itu, Qabil pun sangat iri dan marah pada saudaranya. Bahkan dgn sikap tak menerima mau hasil yg telah menjadi ketetapan Allah, ia mengancamnya dgn mengatakan:
أتمشي على الأرض يراك الناس أفضل مني؟ لأَقْتُلَنَّكَ
Artinya, “Apakah engkau mau berjalan dgn bangga di bumi ini dan orang-orang mau mengira bahwa engkau lebih baik dari diriku? Sungguh aku mau membunuhmu.”
Mendengar ancaman saudaranya, dgn tenang Habil menjawab,
ولم تقتلني؟ ولا ذنب لي في قبول الله قرباني. وإنما يتقبل الله من المتقين
Artinya, “Kenapa engkau mau membunuhku? Sedangkan tak ada yg salah bagiku ketika Allah menerima kurbanku. Sungguh Allah menerima (kurban) dari orang-orang yg bertakwa.” (Al-Qurthubi, 2003 M: VI/134).
Mendengar jawaban dari Habil, bertambahlah kemarahan dan sifat berang pada adiknya itu. Bahkan ia benar-benar berniat buat membunuhnya ketika telah ada kesempatan.
Qabil sangat tak menerima dgn hasil dari kurban yg telah dilakukan, apalagi mendengar nasihat dari adiknya. Ia telah lupa mau kemanusiaan bahkan lupa dgn saudaranya sendiri. yg terlintas dalam benaknya hanyalah tentang cara buat membunuhnya.
Menurut Syekh Abdul Haq bin ‘Athiyah al-Andalusi dalam kitab tafsirnya, kesempatan pun datang ketika Nabi Adam melakukan ibadah haji ke Baitullah al-Haram. Qabil akhirnya mempersiapkan segala kebutuhan yg ia butuhkan ketika melaksanakan rencana jahatnya. Akhirnya, Qabil berhasil membunuh adiknya, Habil. (Syekh Abdul Haqq bin ‘Athiyah, Tafsir Ibnu ‘Athiyah, [Beirut: Darul Kurub, 2010 M], juz II, halaman 178).
Kisah ini sebenarnya telah tersurat secara singkat dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَاناً فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Artinya, “Ceritakanlah (Muhammad) yg sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yg lain (Qabil) tak diterima. Dia (Qabil) berkata, ‘Sungguh, aku pasti membunuhmu!’ Dia (Habil) berkata, ‘Sungguh Allah hanya menerima (amal) dari orang yg bertakwa.” (Surat Al-Ma’idah ayat 27).
Dari tindakan tersebut, sampai ketika ini dosa Qabil mau terus bertambah bila terjadi pembunuhan sebab ia ialah orang yg pertama kali melakukan dan mencontohkan perbuatan keji itu sebagaimana telah disampaikan oleh Rasulullah , yaitu:
لاَ تَقْتُلْ نَفْسًا ظُلْمًا اِلاَّ كَانَ عَلىَ ابْنِ أَدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِّهُا
Artinya, “Tidaklah seseorang dibunuh dgn aniaya, kecuali putra Adam yg pertama (Qabil) mendapat bagian dari dosanya.” (HR Al-Bukhari).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berkurban sebenarnya telah dilakukan jauh sebelum pengutusan Nabi Muhammad. Dalam kejadian itu, Qabil tercatat sebagai orang pertama yg tega membunuh saudaranya demi kemauan hawa nafsu belaka, disertai dgn rasa iri ketika kurban yg ia bawa tak diterima oleh Allah.
Disebabkan sikap iri pada adiknya, Qabil telah mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai pembunuh pertama di balik peristiwa pertama kali pelaksanaan kurban.
Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.