Aturan Menagih Utang dalam Islam

Akad utang (qard) dalam istilah fiqih juga dikenal dgn sebutan aqad al-irfaq (akad yg didasari atas rasa belas kasih). Dengan demikian, syariat tak membenarkan segala macam praktik utang piutang yg memberatkan terhadap pihak yg berutang (muqtaridl) dan menguntungkan pihak yg memberi utang (muqridl). Sebab, logika untung-rugi ini bertentangan dgn asas yg mendasari akad utang, yakni rasa belas kasih.

Baca: Mana Lebih Utama, Memberi Utang atau Sedekah?

Bahkan menurut mayoritas ulama, menentukan batas pembayaran utang oleh muqridl kepada muqtaridl ialah hal yg menyebabkan akad utang (qardl) menjadi tak sah, sebab dianggap berlawanan dgn dasar disyariatkannya akad utang. Meskipun menurut mazhab Maliki, hal demikian masih dianggap wajar sehingga tetap dihukumi sah. Hal ini seperti yg dijelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh:

ولا يصح عند الجمهور اشتراط الأجل في القرض ويصح عند المالكية

“Tidak sah mensyaratkan batas waktu pembayaran dalam akad utang menurut mayoritas ulama dan pensyaratan tersebut tetap sah menurut mazhab malikiyah,” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 5, hal. 3792).

Meski begitu, syariat memberikan hak bagi orang yg memberi utang (muqridl) buat menagih utang kepada orang yg ia beri utang (muqtaridl) tatkala ia dalam keadaan mampu dan memiliki harta yg cukup buat membayar utangnya.

Berbeda halnya ketika muqtarid berada dalam keadaan tak mampu buat membayar utang. Dalam keadaan demikian, muqrid tak diperkenankan (haram) buat menagih utang pada muqtaridl dan ia wajib menunggu sampai muqtaridl berada dalam kondisi lapang. Hal ini seperti dijelaskan dalam kitab Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:

آثار الاستدانة – حق المطالبة ØŒ وحق الاستيفاء: وندب الإحسان في المطالبة ØŒ ووجوب إنظار المدين المعسر إلى حين الميسرة بالاتفاق 

“Dampak-dampak dari adanya utang ialah adanya hak menagih utang dan hak membayar utang. Dan disunnahkan bersikap baik dalam menagih utang serta wajib menunggu orang yg dalam keadaan tak mampu membayar sampai ketika ia mampu membayar utangnya, menurut kesepakatan para ulama,” (Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, juz 3, hal. 268).

Perintah buat tak menagih utang pada orang yg berada dalam keadaan tak mampu, juga sesuai dgn firman Allah subhanahu wa Ta’ala:

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إلى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan bila (orang yg berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan bila kamu menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, bila kamu mengetahui,” (QS. Al-Baqarah: 280).

Ulama Tafsir kenamaan, Syekh Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, Mafatih al-Ghaib menjelaskan perincian hukum yg berkaitan dgn ayat di atas dgn begitu jelas, simak penjelasan beliau dalam referensi berikut:

إذا علم الإنسان أن غريمه معسر حرم عليه حبسه ، وأن يطالبه بما له عليه ، فوجب الإنظار إلى وقت اليسار ، فأما إن كانت له ريبة في إعساره فيجوز له أن يحبسه إلى وقت ظهور الإعسار، واعلم أنه إذا ادعى الإعسار وكذبه للغريم ، فهذا الدين الذي لزمه إما أن يكون عن عوض حصل له كالبيع والقرض ، أو لا يكون كذلك ، وفي القسم الأول لا بد من إقامة شاهدين عدلين على أن ذلك العوض قد هلك ، وفي القسم الثاني وهو أن يثبت الدين عليه لا بعوض ، مثل إتلاف أو صداق أو ضمان ، كان القول قوله وعلى الغرماء البينة لأن الأصل هو الفقر 

“Ketika seseorang mengetahui bahwa orang yg ia beri utang dalam keadaan tak mampu, maka haram baginya buat menahannya (agar tak kabur) dan haram pula menagih utang yg menjadi tanggungannya. Maka wajib buat menunggu sampai ia mampu membayar. Jika ia masih ragu tentang ketakmampuan orang tersebut buat membayar utang, maka boleh buat menahannya sampai telah jelas bahwa ia benar-benar tak mampu.

Jika orang yg berutang mengaku dalam keadaan tak mampu, namun orang yg memberi utang tak mempercayainya, maka dalam keadaan demikian terdapat dua perincian: Jika utangnya berupa harta yg diserahkan padanya, seperti akad penjualan (yg belum dibayar) atau akad utang (qardl), maka wajib bagi orang yg utang buat membuktikan dgn dua orang saksi bahwa harta yg diserahkan padanya telah tiada. 

Sedangkan bila utangnya berupa harta yg tak diserahkan padanya, seperti ia telah merusak harta orang lain dan berkewajiban buat mengganti rugi atau ia utang pembayaran mahar nikah, maka ucapan dari orang yg memiliki tanggungan dalam hal ini secara langsung dapat dibenarkan, sedangkan bagi orang yg memiliki hak harus menyertakan bukti yg mementahkan pengakuan orang yg memiliki tanggungan tadi, hal ini disebabkan hukum asal dari orang yg memiliki tanggungan berada dalam keadaan tak mampu,” (Syekh Fakruddin ar-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib, juz 4, hal. 44).

Dalam menagih utang, hendaknya dilakukan dgn cara yg baik dan sopan, tak dgn nada mengancam, apalagi sampai menuntut dibayar dgn nominal yg lebih, sebab hal tersebut merupakan tradisi buruk masyarakat jahiliyah Arab di zaman dahulu (Ibnu Katsir, Tafsir ibn Katsir, juz1, hal. 717). 

Baca juga:
• Cerita Rasulullah tentang Penagih Utang yg Pemaaf
• Menunda Bayar Utang padahal Mampu ialah Kezaliman

Maka dgn demikian dapat disimpulkan bahwa menagih utang merupakan hak yg diberikan oleh syariat kepada orang yg memberi utang. Pelaksanaan penagihan utang ini tak terpaku pada waktu jatuh tempo pembayaran utang saja, sebab pensyaratan penetapan waktu tempo pembayaran utang ini hanya dibenarkan menurut mazhab malikiyah saja. Sedangkan menurut mayoritas ulama, menagih utang dapat dilakukan kapan pun selama orang yg diberi utang (muqtarid) berada dalam keadaan mampu dan memiliki harta yg cukup buat dibuat membayar utangnya. 

Sedangkan dalam praktiknya, hendaknya menagih utang dilakukan dgn sopan serta mempertimbangkan etika sosial yg berlaku. Hal ini dilakukan tak lain supaya hubungan antara orang yg memberi utang dan orang yg berutang tetap harmonis tanpa adanya pihak yg tersakiti, terlebih sampai memutus hubungan sosial yg sebelumnya berjalan dgn baik. Wallahu a’lam. 

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.