Khutbah Jumat: Jaga Lisan, Jangan Mencaci!

Khutbah Jumat kali ini mengangkat tema tentang perlunya seseorang menjaga diri dari kemaksiatan lisan. Para pendengar khutbah Jumat diharapkan memahami tentang etika berujar sebagai bagian yg menentukan kualitas iman seseorang.

Momentum khutbah Jumat ialah saat penting mengingatkan umat Islam tentang akhlak berbicara, etika bermedia sosial, dan pesan-pesan takwa lainnya. 

Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini. Berikut contoh teks khutbah Jumat tentang menjaga lidah berjudul “Jaga Lisan, Jangan Mencaci!”. Semoga bermanfaat! (Redaksi)

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ، عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب: ٥٨)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, buat senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dgn cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yg diharamkan.

Kaum Muslimin yg berbahagia,

Di antara maksiat lisan ialah mencaci seorang Muslim, melaknatnya, melecehkannya, dan mengatakan setiap perkataan yg menyakiti hatinya tanpa ada sabab syar’i (alasan yg dibenarkan oleh syariat).

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Maknanya: “Mencaci seorang Muslim ialah kefasikan” (HR al-Bukhari).

Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang Muslim sebagai kefasikan sebab ia tergolong dosa besar.

Sedangkan melaknat artinya ialah mencaci orang lain serta  mendoakannya supaya dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah. Seperti mengatakan: Semoga Allah melaknatmu, semoga laknat Allah menimpamu, engkau terlaknat, atau engkau termasuk orang yg pantas mendapat laknat Allah. Melaknat seorang Muslim hukumnya dosa besar. 

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn tegas menyatakan:

لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Maknanya: “Melaknat seorang Mukmin serupa dgn membunuhnya” (Muttafaqun ‘alaih).

Mencaci dan melaknat saudara sesama Muslim bukanlah sifat seseorang Mukmin yg sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيْءِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُمَا)

Maknanya: “Seorang Mukmin yg sempurna imannya bukanlah seorang pencaci, pelaknat, bukan pula orang yg berkata keji dan kotor” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan lain-lain).

Bahkan dalam hadits lain, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn tegas bersabda:

إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Maknanya: “Sesungguhnya termasuk manusia yg paling buruk ialah seseorang yg ditinggalkan orang lain sebab takut mau perkataan keji dan kotornya” (HR al-Bukhari).

Sebaliknya, Mukmin yg baik ialah seorang mukmin yg orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Maknanya: “Muslim yg sempurna imannya ialah seseorang yg orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya” (Muttafaqun ‘alaih).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Oleh sebab itulah, mari kita jaga lidah kita. Jangan sampai menjadi sumber bencana bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Lidah dapat menjadi bencana bagi diri sendiri, sebab bila tak hati-hati, ucapan-ucapan yg haram dan mengandung dosa mau meluncur dari lidah kita. Imam al-Ghazali menuturkan: “Lidah ialah nikmat yg agung. Bentuknya kecil. Tapi akibat yg ditimbulkannya dapat sangat besar.” 

Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak dapat bertengkar dgn kedua orang tuanya. Dengan sebab lidah, dapat terjadi perceraian antara suami istri. Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Dengan sebab lidah, seseorang dapat membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, dapat saja terjadi kekacauan yg memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dgn sebab lidah, dapat jadi kita kehilangan sesuatu yg sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.

Sangat benar apa yg disabdakan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Maknanya: “Barang siapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yg baik atau diam” (Muttafaqun ‘alaih).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, beliau memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yg baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yg buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)

Maknanya: “Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya” (HR ath-Thabarani).

Sahabat Nabi yg lain, Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu suatu ketika bertanya kepada Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah kita mau dimintai pertanggungjawaban atas apa yg kita bicarakan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya balik:

وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ (رَوَاهُ التِّـرْمِذِيُّ)

Maknanya: “Adakah sesuatu yg menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak ketimbang perkataan yg diucapkan lidah-lidah mereka?” (HR at-Tirmidzi).

Baginda Nabi juga menasihatkan:

إِنَّكَ لَمْ تَزَلْ سَالِمًا مَا سَكَتَّ فَإِذَا تَكَلَّمْتَ كُتِبَ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)

Maknanya: “Sesungguhnya engkau senantiasa selamat selagi diam, namun bila engkau telah berbicara, maka ucapanmu mau bermanfaat bagimu atau membahayakanmu” (HR ath-Thabarani).

 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam sebuah peribahasa dikatakan: “Terlongsong perahu boleh balik, terlongsong cakap tak boleh balik.” Artinya perkataan yg tajam kerap kali menjadikan celaka diri dan tak dapat ditarik kembali. Sebab itu bila orang hendak berucap, hendaklah dipikirkan lebih dahulu. Sangat penting bagi kita buat berpikir sebelum berucap. Berpikir sebelum berkomentar. Berpikir sebelum menulis di medsos. Tulisan ialah salah satu dari dua lisan kita. 

Jika baik dan bermanfaat, kita katakan atau kita tulis. Jika tak ada manfaatnya atau bahkan berpotensi menimbulkan keburukan, kekacauan dan kesalahpahaman, maka lebih baik diam. Jika ada manfaat di satu sisi, namun ada pula mudaratnya di sisi yg lain, maka kita mengikuti prinsip: mencegah mafsadah lebih didahulukan ketimbang menarik maslahah. Saring sebelum sharing. Tidak setiap yg terpikir, kita ucapkan. Tidak setiap kejadian kita komentari. Jangan mengomentari sesuatu yg kita tak ada ilmu tentangnya. Alih-alih komentar kita menyelesaikan masalah, justru malah menambah dan memperuncing masalah.

Hadirin sidang Jumat yg berbahagia,

Menjelang Pilkada serentak 9 Desember mendatang, marilah kita jaga persatuan dan kesatuan. Jangan beri peluang sedikit pun kepada para pengadu domba buat menceraiberaikan kita. Tahan setiap ucapan atau komentar yg berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan. Beda pilihan boleh. Asalkan jangan saling memaki. Beda pendapat boleh. Asalkan jangan saling membenci. Kritikan boleh disampaikan. Asalkan tetap menjaga kesantunan dan kesopanan. Jauhkan lisan kita dari sumpah serapah, mencaci, memaki, mencela, menista, mengejek, melaknat, mengutuk, menghina, mengolok-olok, melecehkan, merendahkan, mencibir, mencemooh, menjelekkan, menghasut, menggunjing, mengadu domba dan memfitnah.

Ingat, setiap apa yg kita ucapkan, lakukan dan yakini mau kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Allah ta’ala berfirman:

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (النور: ٢٤)

Maknanya: “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yg dahulu mereka kerjakan” (QS an-Nur: 24) 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah singkat pada siang hari yg penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.ـ
     أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.ـ

Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto

 


Baca juga naskah khutbah Jumat berikut ini:

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.