Belajar Toleransi Beragama dari Nabi Muhammad

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللُّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللهُ  عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

(الممتحنة: 8-9)

Kaum Muslimin sidang jamaah Jum’at yg berbahagia.

Pertama kali khatib mau berwasiat kepada diri khatib pribadi dan segenap kaum Muslimin yg hadir supaya kita senantiasa meningkatkan rasa iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Takwa dalam artian yg sebenar-benarnya, yaitu takwa yg menjadi spirit dari segala perkataan yg kita ucapkan dan perbuatan yg kita lakukan, sehingga diri ini terjaga dari setiap perkataan yg menyayat dan perbuatan yg menyinggung orang lain. Begitu juga, takwa yg mendorong kita buat selalu merasakan kehadiran Tuhan dekat dgn kita, sehingga tak sedetikpun diri ini lalai dari mengingat-Nya. Semoga kita semua dikaruniai sifat takwa yg seperti ini. Amin,!

Tidak diragukan lagi bahwa Islam sangat menganjurkan sikap toleransi, tolong-menolong, hidup yg harmonis dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka. Ayat (Q.S. al-Mumtahanah: 8-9) di atas menjadi bukti nyata mau hal itu. Allah SWT berfirman “Allah tak melarang kamu buat berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yg tak memerangimu dalam urusan agama dan tak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yg berlaku adil. Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu, (yaitu) orang-orang yg memerangimu dalam urusan agama dan mengusirmu dari kampung halamanmu, serta membantu (orang lain) buat mengusirmu. Barangsiapa yg menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yg zalim.”

Imam al-Syaukani menjelaskan bahwa ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah tak melarang umat Islam buat berbuat baik kepada kafir dhimmi yaitu orang-orang non Muslim yg mengadakan perjanjian dgn umat Islam dalam menghindari perperangan dan tak membantu non-Muslim lainnya dalam memerangi umat Islam. Di samping itu, ayat di atas juga menunjukkan bahwa Allah tak melarang kita buat bersikap adil dalam bermuamalah dgn mereka. Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, bahwa Allah tak melarang umatnya buat berbuat baik kepada orang-orang kafir yg tak memerangi mereka dalam masalah agama, seperti berbuat baik dalam persoalan perempuan dan orang lemah.

Berdasarkan hal itu, Ali Mustafa Yaqub dalam sebuah bukunya menegaskan bahwa ayat ini merupakan dalil yg mewajibkan umat Islam buat berbuat baik kepada non Muslim, selama mereka tak memerangi dan mengusir umat Islam dari negeri mereka serta tak membantu orang lain buat mengusir umat Islam dari negeri mereka. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengancam umat Islam yg memerangi non Muslim yg seperti ini dgn peringatan keras dan tegas buat tak memasukkan mereka ke dalam sorga. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barangsiapa yg membunuh non-Muslim yg terikat perjanjian dgn umat Islam, maka ia tak mau mencium keharuman sorga. Sesungguhnya keharuman sorga itu dapat dicium dari jarak 40 tahun perjalanan di dunia.” (H.R. Bukhari)

Kaum Muslimin yg berbahagia!

Dalam catatan sejarah diceritakan juga bagaimana santunnya Nabi ketika bergaul dgn orang-orang Yahudi dan kaum munafik ketika berada di Kota Madinah pascahijrah. Rasulullah tetap menerima sikap lahiriah mereka dan membiarkan para ahli kitab buat memeluk agamanya dgn bebas. Bahkan beliau melarang para sahabatnya buat memerangi dan menyakiti mereka. Banyak hadis-hadis sahih yg menjelaskan sikap toleransi yg dipegang teguh oleh Nabi ketika berinteraksi dgn orang-orang non Muslim di sekitarnya. Misalnya saja kisah Nabi yg pernah menggadaikan baju perangnya kepada Abu Syahm, seorang Yahudi. Begitu pula dgn sikap beliau dalam bergaul dgn sebagian tamu-tamu perempuan Yahudi serta keramahan beliau ketika menyambut orang-orang Nasrani Najran di Masjid Nabawi sebagaimana tersebut dalam riwayat Ibn Ishak dan Ibn Sa’ad.

Namun Ali Mustafa menegaskan bahwa sikap toleransi yg dimaksud di sini hanyalah dalam masalah keduniaan yg tak berhubungan dgn permasalahan akidah dan ibadah. Adapun toleransi dalam masalah-masalah ini, yg menyebabkan seorang Muslim melaksanakan sebagian dari ritual non Muslim seperti Yahudi, Kristen, dan orang-orang musyrik lainnya, baik dalam perkataan, perbuatan, dan akidah ialah terlarang. Kendati demikian, sebagian ulama kontemporer ada yg membolehkan hal-hal seperti mengucapkan selamat hari raya kepada non Muslim selama sang Muslim yg bersangkutan tak meyakini kebenaran dari ajaran agama mereka.

Kaum Muslimin yg berbahagia!

Konsep toleransi dalam Islam berbeda dgn paham pluralisme yg digembar-gemborkan oleh sebagian pemikir Muslim belakangan. Mereka menganggap bahwa semua ajaran agama bermuara kepada tujuan dan maksud yg sama, bahkan mereka menganggap benar semua agama-agama yg ada dan pemeluknya mau masuk surga bersama-sama dgn umat Islam kelak. Padahal sebenarnya tak demikian, kita harus jeli dalam memahami persoalan ini. Memang benar Islam mengakui adanya pluralitas agama dgn dalil firman Allah SWT dalam surat al-Kafirun ayat ke-6 yg berbunyi:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu dan buatku agamaku”.

Ayat ini turun ketika sekelompok kafir Quraisy datang menghadap Nabi SAW, lalu mengajak Nabi buat menyembah tuhan mereka selama satu tahun dan mereka pun mau menyembah sesembahan Nabi yaitu Allah SWT juga dalam waktu satu tahun. Lalu Allah menurunkan ayat ini, sebagai penegasan bahwa Islam tak mengakui kebenaran ajaran agama-agama selain ajaran Islam sendiri, walaupun Islam mengakui keberadaan agama-agama tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan di sini bahwa pengakuan Islam terhadap keberadaan agama lain telah ada semenjak masa Nabi Muhammad SAW sampai saat sekarang. Namun yg perlu digarisbawahi di sini ialah bahwa Islam tak pernah mengakui kebenaran agama lain. Andaikata Islam mengakui kebenaran agama lain dan para pemeluknya mau masuk sorga bersama umat Islam, maka pelaksanaan dakwah kepada umat manusia tak diperlukan lagi, sebab mereka kelak mau masuk sorga bersama umat Islam. Padahal Nabi pada masa hidupnya senantiasa mendakwahkan Islam kepada setiap orang-orang musyrik yg berada di sekitar beliau, baik dari kalangan raja-raja, bangsawan, rakyat jelata, dan pemimpin-pemimpin non Muslim yg ada pada saat itu. Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah hadis riwayat Muslim:

وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّار 

Demi Allah yg menguasai jiwaku, tak seorang pun yg mendengar diriku dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani kemudian ia mati tanpa beriman kepada risalah yg kubawa melainkan ia menjadi penghuni neraka. (H.R. Muslim)

Dengan demikian, letak perbedaan antara toleransi dgn paham pluralisme agama dalam Islam sangat jelas. Islam mengakui dan sangat menganjurkan toleransi antar umat beragama. Namun sebaliknya Islam sangat menentang keras ajaran pluralisme yg membawa kepada keyakinan bahwa semua agama ialah benar. Karena satu-satunya agama di sisi Allah itu hanyalah Islam semata. (Ali ‘Imran: 19)

Khutbah II

 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ

(Yunal Isra)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.