Benarkah Nabi Muhammad Sesat sebelum Menjadi Nabi?

Beredar luas ceramah seorang ustadz, yg tengah naik daun di kalangan anak muda, yg mengatakan bahwa maulid Nabi Muhammad itu seolah memeringati sesatnya Nabi Muhammad. Karena menurutnya, Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan sesat.

Ustadz yg pernah mengaku tak lulus pesantren, dan pernah di penjara, lantas kemudian hijrah itu, berpendapat bahwa hal itu mengacu pada QS ad-Dhuha ayat 7, yg berbunyi:

‎وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ

Kata dhallan dalam ayat tersebut diartikan sebagai sesat oleh sang ustadz. Dengan bertanya pada seorang ustadz lain yg ada disampingnya, ayat tersebut diterjemahkan menjadi “ketika Allah mendapatimu dalam keadaan SESAT lalu Allah memberimu petunjuk”.

Terjemah semacam ini berbeda dgn terjemahan Kemenag: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yg bingung, lalu Dia memberikan petunjuk”. Menerjemahkan kata dhall dalam konteks surat ini sebagai sesat amat sangat berbahaya.

Bagaimana kalau kita lihat kitab Tafsir?

Tafsir at-Thabari mengutip penjelasan as-Suddi yg mengatakan:

وقال السدي في ذلك ما حدثنا ابن حميد ، قال : ثنا مهران ، عن السدي ( { ووجدك ضالا } ) قال : كان على أمر قومه أربعين عاما . وقيل : عني بذلك : ووجدك في قوم ضلال فهداك .

Jadi kebingungan atau “kesesatan” itu berkenaan dgn kaum jahiliah dimana Nabi tinggal bersama mereka selama 40 tahun sebelum mendapatkan wahyu.

Dengan demikian yg sesat itu mereka, bukan Nabi. Nabi dalam kondisi galau atau kebingungan menghadapi kaumnya itu. Sampai kemudian diberi petunjuk berupa wahyu oleh Allah. Kalau Nabi juga sesat saat itu, lha apa bedanya sama kaum jahiliyah? Bahaya banget kan penjelasan ustadz yg terkenal dgn sebutan gapleh ini (gaul tapi shaleh). Janganlah menyamakan kondisi pribadi sang ustadz sebelum dia hijrah dgn kondisi Muhammad bin Abdullah sebelum menerima wahyu.

Sayid Quthb dalam kitab tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan lebih jauh:

“Dulu kamu dibesarkan di lingkungan jahiliah dgn pandangan hidup mereka dan kepercayaan mereka yg kacau balau, beserta perilaku dan tata kehidupan yg menyimpang dari jalur kebenaran. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepadamu dgn wahyu yg diturunkanNya kepadamu dan dgn manhaj yg kamu dapat berhubungan dgnNya. Petunjuk dari kebingungan mau akidah dan kesesatan kelompok tersebut merupakan nikmat yg sangat besar dari Allah.”

Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan:

‎وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ [إِنَّ] الْمُرَادَ بِهَذَا أَنَّهُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ضَلَّ فِي شِعَابِ مَكَّةَ وَهُوَ صَغِيرٌ، ثُمَّ رَجَعَ. وَقِيلَ: إِنَّهُ ضَلَّ وَهُوَ مَعَ عَمِّهِ فِي طَرِيقِ الشَّامِ، وَكَانَ رَاكِبًا نَاقَةً فِي اللَّيْلِ، فَجَاءَ إِبْلِيسُ يَعْدِلُ بِهَا عَنِ الطَّرِيقِ، فَجَاءَ جِبْرِيلُ، فَنَفَخَ إِبْلِيسَ نَفْخَةً ذَهَبَ مِنْهَا إِلَى الْحَبَشَةِ، ثُمَّ عَدَلَ بالراحلة إلى الطريق. حكاهما البغوي

“Di antara ulama ada yg mengatakan bahwa makna yg dimaksud ialah sesungguhnya Nabi Saw. pernah tersesat di lereng-lereng pegunungan Mekah saat ia masih kecil, kemudian ia dapat pulang kembali ke rumahnya. Menurut pendapat yg lain, sesungguhnya ia pernah tersesat bersama pamannya di tengah jalan menuju ke negeri Syam. Saat itu Nabi Saw. mengendarai unta di malam yg gelap, lalu datanglah iblis yg menyesatkannya dari jalur jalannya. Maka datanglah Malaikat Jibril yg langsung meniup iblis hingga terpental jauh sampai ke negeri Habsyah. Kemudian Jibril meluruskan kembali kendaraan Nabi Saw. ke jalur yg dituju. Kedua kisah ini diriwayatkan dari al-Bahgawi.”

Ibn Katsir menerangkan kata dhall itu dalam konteks nyasar atau tersesat dalam perjalanan. Bukan tersesat dalam arti tauhid ataupun kesalahan lainnya.

Biar komplit saya kutip di bawah ini dari Imam Mawardi dalam kitab tafsirnya an-Nukat wal ‘Uyun:

‎{ وَوَجَدَكَ ضالاًّ فَهَدَى } فيه تسعة تأويلات:

‎أحدها: وجدك لا تعرف الحق فهداك إليه، قاله ابن عيسى.

‎الثاني: ووجدك ضالاً عن النبوة فهداك إليها، قاله الطبري.

‎الثالث: ووجد قومك في ضلال فهداك إلى إرشادهم، وهذا معنى قول السدي.

‎الرابع: ووجدك ضالاً عن الهجرة فهداك إليها.

‎الخامس: ووجدك ناسياً فأذكرك، كما قال تعالى: { أن تَضِل إحداهما }.

‎السادس: ووجدك طالباً القبلة فهداك إليها، ويكون الضلال بمعنى الطلب، لأن الضال طالب.

‎السابع: ووجدك متحيراً في بيان من نزل عليك فهداك إليه، فيكون الضلال بمعنى التحير، لأن الضال متحير.

‎الثامن: ووجدك ضائعاً في قومك فهداك إليه، ويكون الضلال بمعنى الضياع، لأن الضال ضائع.

‎التاسع: ووجدك محباً للهداية فهداك إليها، ويكون الضلال بمعنى المحبة، ومنه قوله تعالى: { قالوا تاللَّه إنك لفي ضلالك القديم } أي في محبتك

Beliau menjelaskan ada sembilan makna ayat ini, yaitu dalam konteks ketakmengertian mau al-haq (kebenaran), masalah kenabian, kaum jahiliyah, hijrah, lupa, mencari qiblat, ayat yg diturunkan, kesempitan/kehilangan urusan umat, bahkan ada pula yg memaknainya dgn menyenangi petunjuk, maka diberilah petunjuk.

Dari penjelasan di atas tak ada ulama yg mengatakan Nabi Muhammad itu lahir dalam keadaan sesat. Tidak ada pula ulama yg mengatakan beliau sesat sebelum diangkat menjadi Nabi. Justru sekian banyak riwayat mengatakan sejak kecil beliau dijaga Allah buat tak pernah menyembah berhala.

Pertanyaannya: kalau kaum jahiliyah di sekitar beliau saat itu menyembah berhala, lantas apa yg dilakukan oleh beliau sebelum diangkat sebagai Rasul?

Imam Alusi dalam kitab Tafsir Ruh al-Ma’ani menjelaskan bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi, Muhammad bin Abdullah mengikuti agama yg hanif, yg berasal dari ajaran Nabi Ibrahim.

Begitu pula Ibn Hajar dalam kitab Fathul Bari saat menjelaskan riwayat “Aku diutus dgn agama yg hanif dan samhah” beliau menulis:

‎قال رسول الله صلي الله عليه و سلم : بعثت بالحنيفية السمحة, الحنيفية :أي ملة ابراهيمية, والحنيف المائل عن الباطل وسمي ابراهيم عليه السلام حنيفا لأنه مال عن عبادة الأوثان. السمحة: السهلة والملة السمحة هي الملة التي لا حرج فيها ولا تضييق علي الناس وهي الملة الاسلام ,جمع بين حنيفية و كونها سمحة فهي حنيفية في التوحيد سهلة في العمل. انتهي الوجيز في قواعد الفقه الكلية د. طلعت عبد الغفار حجاج جامعة الأزهر كلية الدراسات الاسلامية والعربية للبنات

“Al-Hanifiyah yaitu Millah Ibrahim, dan Hanif (lurus) yg menyimpang dari kebatilan dan dinamakan Ibrahim As sebagai seorang yg Hanif kerana beliau tak menyembah berhala. As-samhah, yaitu mudah dan jalan (agama) yg mudah. Maknanya jalan (agama) yg tiada kepayahan padanya dan tiada kesempitan pula kepada manusia buat mengamalkannya dan itu ialah millah (agama) Islam, dihimpunkan di antara hanifiyah dan samhah sebab lurus pada Tauhid dan mudah dalam hal pengamalan.”

Jadi jelaslah bahwa Muhammad bin Abdullah itu bukan orang sesat dan tak mengikuti kepercayaan kaum jahiliyah saat beliau belum menjadi Nabi.

Lantas apakah Nabi Muhammad itu pernah melakukan dosa saat sebelum diangkat menjadi Nabi? Mari kita simak penjelasan kitab Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:

‎وَالأَْنْبِيَاءُ مَحْفُوظُونَ بَعْدَ النُّبُوَّةِ مِنَ الذُّنُوبِ الظَّاهِرَةِ كَالْكَذِبِ وَنَحْوِهِ، وَالذُّنُوبِ الْبَاطِنَةِ، كَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ وَالرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ

Setelah diangkat menjadi Nabi, Para Nabi itu terjaga dari dosa yg lahiriah seperti berbohong dan sejenisnya, maupun dosa batiniah seperti dengki, sombong, riya’, dan lainnya.

‎أَمَّا عِصْمَتُهُمْ قَبْل النُّبُوَّةِ فَقَدِ اخْتُلِفَ فِيهَا، فَمَنَعَهَا قَوْمٌ، وَجَوَّزَهَا آخَرُونَ، وَالصَّحِيحُ تَنْزِيهُهُمْ مِنْ كُل عَيْبٍ؛

“Adapun kema’shuman sebelum kenabian maka terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama; ada sebagian yg menolaknya dan ada pula yg membolehkannya. Yang benar itu ialah mereka (maksudnya para Nabi sebelum menjadi Nabi) itu dibersihkan dari semua aib/cela.”

Itulah sebabnya Nabi Muhammad sejak mudanya telah dikenal dgn sebutan al-Amin (orang yg terpercaya) sebab track record-nya sebagai pribadi yg jujur dan mulia dikenal luas saat itu.

Karena memahami QS ad-Duha hanya lewat arti harfiah terjemahan saja, tanpa menyempatkan diri membuka kitab tafsir dan literatur lainnya, sang ustadz semakin parah membangun narasinya dgn menyerang perayaan maulid, dgn gaya sinisnya. Seolah dia memakai logika: kalau saat lahir Muhammad itu dalam keadaan sesat, mengapa kelahirannya itu hendak diperingati? Apanya yg mau diperingati?

Narasi yg coba dibangunnya menjadi berantakan sebab asumsinya telah keliru. Ayat yg dia kutip ternyata menurut para ulama tafsir tak mengatakan Muhammad itu sesat. Kalau Muhammad itu sebelumnya sesat, nanti ada yg bertanya orang sesat kok jadi Nabi? Piye to jal? Mikirrrr.

Dulu ada yg mengatakan bahwa Nabi gagal mewujudkan Islam yg rahmatan lil alamin semasa hidupnya, hanya sebab mau membangun narasi mendukung khilafah. Sekarang sejak lahir Nabi dibilang sesat, hanya sebab hendak menyerang peringatan maulid.

Duh, Gusti…..

Kenapa justru para ustadz mencela Nabi-Mu….

Mohon Engkau mengampuni kami semua.

Nastaghfirullah wa natubu ilayk.

Tabik,

Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.