Cara Kiai Umar Menjaga Hati Orang Lain supaya Tak Terluka (2)

Sebagai makhluk sosial, setiap manusia ditakdirkan Allah subhanahu wa ta’ala tak dapat hidup sendirian. Mereka saling membutuhkan buat memenuhi kebutuhan hidup baik. Semuanya memerlukan interaksi sosial yg baik antara satu sama lain. Dengan demikian, ada dua hubungan yg perlu diperhatikan yaitu hubungan vertikal (hablun minallah) dan horizontal (hablun minannas). 

 

Kiai Umar bin Abdul Mannan, pengasuh Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta, Jawa Tengah merupakan tokoh agama yg cukup terkenal. Hubungannya dgn Allah telah jelas. Menurut Kiai Mubasyir Mundzir asal Kediri, Kiai Umar termasuk wali autad. Kiai Umar rajin berjamaah, hafal Al-Qur’an melalui sanad Kiai Munawir, Krapyak, Yogyakarta; dan ia juga menjadi pengajar Al-Qur’an.

 

Kiai Umar memang dikenal banyak orang. Namun, beliau mempunyai keterbatasan dalam menghafalkan semua orang yg pernah berkenalan dgnnya. Hal ini tentu manusiawi dan sangat wajar. Nyaris mustahil seseorang menghafal nama satu per satu orang yg bertatap muka dgnnya, apalagi dalam jumlah yg banyak.

Baca juga:
● Kisah KH Abdul Karim Lirboyo Jadi Kuli Santri Barunya
● Mbah Kiai Abdul Mannan Menolak Poligami meski Istri Meminta
 

Suatu ketika ada orang yg wajahnya telah tak asing lagi di mata Kiai Umar sowan  kepada Kiai Umar. Kiai Umar hafal betul wajah orang itu. Saygnya, ia tak kunjung menemukan rekaman memori tentang siapa nama dan di mana alamat rumahnya. Yang menarik, Kiai Umar tak lantas menemui kemudian menanyakan ulang siapa namanya dgn dibumbui kalimat “mohon maaf, saya lupa.” Walaupun sebagian tamu mau memaklumi kelupaan Kiai sebab saking banyaknya tamu yg ia hadapi dan selalu bergilir silih berganti. Tapi, siapa yg dapat memastikan setiap orang memaklumi kondisi tersebut? 

 

Mengatasi tamunya supaya tak tersinggung, sesaat sebelum menemui tamunya, Kiai Umar memanggil khadimnya (santri yg bertugas melayani kiai). “Kang, itu ada tamu, tampaknya aku kenal betul dgn wajahnya, namun aku kok lupa siapa namanya dan di mana rumahnya. Coba kamu temui dia. Ajaklah ngobrol. Tanyakan nama dan alamatnya. Nanti saya mau mendengarkan percakapan dari balik pintu.” Demikian perintah Kiai Umar kepada santri ndalem yg biasa melayaninya. 

 

Setelah sedikit berbincang, Kiai Umar seolah tiba-tiba keluar dari dalam rumah sembari menyapa nama dan alamatnya sekaligus dgn wajah ramah, senyuman tersungging lebar, misalnya “Asslamualaikum…. Wah, Pak Zaid. Dari Pekalongan jam berapa tadi?”

Dengan basa-basi yg seolah remeh-temeh dan tak penting ini, tamunya menjadi bangga. Mereka pasti mau merasa dekat dan dihafal nama alamatnya oleh tokoh besar yg terkenal. Walhasil, dgn trik ini, para tamu tak ada yg merasa tersinggung ihwal mempertanyakan nama dan alamat yg berulang. Wallahu a’lam. 

 

 

(Ahmad Mundzir) 

 

 

Kisah di atas diceritakan KH. Muhammad Shofi Al-Mubarok Baedlowie. Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Grobogan kepada NU Online. 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.