Duduk Melipat Jari Kaki Kanan ke Arah Kiblat dalam Shalat, Wajibkah?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Redaksi Bahtsul Masa’il NU yg terhormat. Saya mau bertanya mengenai tata cara duduk di antara dua sujud dan tahiyyat, apakah melipat jari kaki kanan menghadap ke kiblat ialah suatu keharusan (wajib)? Dan bagaimana hukumnya bila hal tersebut tak dilakukan, baik tanpa sebab ataupun sebab alasan sakit. Mohon jawabannya terima kasih. (Imam Wahyuddin)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

Penanya yg budiman, semoga Anda senantiasa mendapat rahmat dan hidayah Allah. Dalam fiqih shalat dikenal dua cara duduk: iftirasy dan tawaruk. Duduk iftirasy dilakukan dgn menegakkan kaki kanan dan meletakkan kaki kiri menempel lantai kemudian menduduki kaki kiri tersebut. Sedangkan duduk tawarruk mirip dgn duduk iftirasy hanya saja kaki kiri tak diduduki melainkan dijulurkan ke bawah kaki kanan, sementara pantat menempel lantai.  

Bila duduk tawaruk sunnah dilakukan saat tasyahud/tahiyyat akhir, maka duduk dgn posisi iftirasy sunnah dilaksanakan antara lain saat duduk di antara dua sujud, tasyahud awal, duduk istirahat, dan tasyahud akhir bila setelahnya masih melakukan sujud sahwi. 

Penjelasan tentang duduk iftirasy ini dapat dijumpai dalam Fath al-Mu’in:

ـ (وسن فيه) الجلوس بين السجدتين، (و) في (تشهد أول) وجلسة استراحة، وكذا في تشهد أخير إن تعقبه سجود سهو. (افتراش) بأن يجلس على كعب يسراه بحيث يلي ظهرها الارض

“Disunnahkan duduk iftirasy saat duduk di antara dua sujud, tasyahud awal, duduk istirahat, dan tasyahud akhir bila setelahnya masih melakukan sujud sahwi. Gambaran duduk Iftirasy ialah dgn cara duduk di atas mata kaki kiri sekiranya bagian kaki kiri yg atas menempel pada lantai” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 195)

Dalam melaksanakan duduk iftirasy, di antara ketentuannya ialah melipat jari-jari kaki kanan menghadap arah kiblat. Hal ini seperti yg dijelaskan dalam Hasyiyah I’anah at-Thalibin:

ويسن الافتراش فيجلس على كعب يسراه بعد أن يضجعها بحيث يلي ظهرها الارض، وينصب يمناه – أي قدمه اليمنى – ويضع أطراف بطون أصابعها منها على الارض متوجها للقبلة.

“Disunnahkan duduk Iftirasy yakni duduk di atas mata kaki yg kiri setelah menyandarkan kaki kiri tersebut sekiranya bagian kaki kiri yg atas menempel pada lantai dan menegakkan kaki kanan dan meletakkan ujung jari-jari kaki kanan di lantai dgn menghadapkannya pada arah kiblat.” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 1, hal. 195)

Namun demikian, ketentuan melipatkan jari kaki kanan menuju arah kiblat hukumnya mengikut pada duduk iftirasy itu sendiri, yakni sunnah. Sehingga ketika seseorang sengaja tak melipat jari kaki kanannya menuju arah kiblat, maka tak berpengaruh pada keabsahan shalatnya, hanya saja ia dianggap tak melaksanakan salah satu kesunnahan dalam shalat. 

Hikmah dianjurkannya duduk iftirasy pada berbagai rukun-rukun dan kesunnahan dalam shalat ialah disebabkan duduk dgn cara tersebut merupakan cara yg paling sopan sebab melambangkan kerendahan diri dari orang yg shalat. Hal ini seperti yg dijelaskan dalam Hasyiyah I’anah at-Thalibin:

والحكمة في ذلك منع يديه من العبث، وأن هذه الهيئة أقرب إلى التواضع

“Hikmah dari pelaksanaan duduk Iftirasy ialah mencegah kedua tangan dari bermain-main dan duduk dgn keadaan demikian lebih dekat buat merendahkan diri” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 1, hal. 196)

Sedangkan duduk yg dianjurkan pada tahiyyat akhir yg diiringi oleh salam ialah dgn cara tawarruk. Dalam duduk tawarruk seseorang juga dianjurkan buat melipat jari kaki kanan menuju arah kiblat. Namun, seperti halnya pada duduk iftirasy, melipat jari kaki kanan ini bukanlah suatu kewajiban. Hukumnya mengikut pada duduk tawarruk itu sendiri, yakni sunnah. Sehingga ketika pada saat tahiyyat akhir seseorang tak melipat jari kaki kanannya menuju kiblat maka shalatnya tetap dihukumi sah, hanya saja dia dianggap tak melakukan salah satu kesunnahan itu.

Bagi seseorang punya uzur (misalnya, sakit) melipat jari kaki kanan menuju arah kiblat, baik dalam duduk iftirasy ataupun tawarruk, sebaiknya duduk dgn cara yg paling memungkinkan. Shalatnya tetap dihukumi sah, sebab melipat jari kaki kanan menuju kiblat bukanlah termasuk syarat sahnya shalat.

Cara duduk dalam shalat sebenarnya tak ditentukan secara pasti, sehingga duduk dgn cara bagaimanapun dianggap cukup. Hanya saja orang yg shalat dianjurkan buat duduk tawarruk pada tahiyyat akhir yg dilanjutkan salam dan duduk iftirasy pada selainnya. Penjelasan demikian seperti yg dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab:

ـ (فرع) قال أصحابنا لا يتعين للجلوس في هذه المواضع هيئة للإجزاء بل كيف وجد أجزأه سواء تورك أو افترش أو مد رجليه أو نصب ركبتيه أو احداهما أو غير ذلك لكن السنة التورك في آخر الصلاة والافتراش فيما سواه

“Cabang permasalahan. Para ashab (ulama Syafi’iyah) berkata ‘duduk pada keadaan-keadaan ini tak ditentukan cara yg dapat mencukupi. Bahkan, bagaimanapun dia duduk maka dianggap cukup, baik dgn duduk tawarruk, iftirasy, menyelonjorkan kakinya, mengangkat kedua lutut atau salah satunya, ataupun dgn cara duduk yg lain. Tetapi cara yg disunnahkan ialah duduk tawarruk di akhir shalat (tahiyyat akhir) dan duduk iftirasy pada duduk selain tahiyyat akhir’.” (Syekh Yahya bin syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 3, hal. 450)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melipatkan jari-jari kaki kanan menuju arah kiblat pada saat duduk di antara dua sujud dan tahiyyat akhir termasuk bagian dari ketentuan duduk Iftirasy dan tawarruk yg hukumnya ialah sunnah, sehingga ketika hal tersebut tak dilakukan maka tak berpengaruh terhadap keabsahan shalat, bahkan tak perlu buat sujud sahwi buat menggantinya, sebab melipat jari kaki kanan bukanlah tergolong sunnah ab’ad  yg disunnahkan buat sujud sahwi ketika ditinggalkan. Wallahu a’lam.

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.