Tindakan menonton video dewasa merupakan aktivitas memandang suatu objek penglihatan (yg diduga kuat) dgn syahwat. Lalu bagaimana ketika tindakan memandang dgn syahwat tersebut dilakukan saat seseorang menjalankan ibadah puasa?
Untuk menjawab itu, yg pertama kali harus dipahami bahwa ibadah puasa memiliki ketentuan formal yg mesti terpenuhi pada satu sisi. Hal ini berkaitan dgn sah atau batalnya ibadah puasa.
Pada sisi lain, ibadah puasa mengandung hikmah atau pelajaran yg hendak dituju oleh mereka yg berpuasa, yaitu la‘allakum tattaqūn. Di sini puasa berkaitan dgn kualitas atau spiritualitas dari ibadah puasa itu sendiri.
Secara normatif, pemandangan terhadap sesuatu dgn syahwat tak termasuk dari hal-hal yg membatalkan puasa. Dengan demikian, tindakan menonton video dewasa tak membatalkan puasanya.
المني إذا خرج بالاستمناء Ø£Ùطر وإن خرج بمجرد Ùكر ونظر بشهوة  لم ÙŠÙطر وإن خرج بمباشرة Ùيما دون الÙرج أو لمس أو قبلة Ø£Ùطر هذا هو المذهب وبه قال الجمهور
Artinya, “Sperma bila keluar (ejakulasi) sebab onani, maka puasa seseorang batal. Tetapi bila mani keluar dgn semata-mata pikiran dan memandang dgn syahwat, maka puasanya tak batal. Sedangkan ejakulasi sebab kontak fisik pada selain kemaluan, sentuhan, atau ciuman, maka puasanya batal. Ini pandangan mazhab Syafi’i. Demikian juga pandangan mayoritas ulama,†(Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 247).
Orang yg berpuasa dianjurkan sedapat mungkin buat menghindari menonton video dewasa. Ketika membahas ciuman suami dan istri yg harus dijauhi, Imam An-Nawawi mengukur tindakan tersebut dari efeknya yg dapat menggerakkan syahwat (yg membatalkan pahala puasa) dan membuat ejakulasi (yg membatalkan puasa).
Ùالاعتبار بتØريك الشهوة وخو٠الانزال
Artinya, “Yang menjadi pertimbangan ialah sejauhmana tindakan tersebut mengobarkan syahwat dan dikhawatirkan terjadi ejakulasi dan orgasme†(Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 323).
Hikmah Puasa
Adapun pada sisi lain, orang yg berpuasa sangat dianjurkan buat mengendalikan nafsu dari berbagai jenis syahwat. Sedangkan pengendalian diri dari syahwat merupakan rahasia dan tujuan tertinggi dari ibadah puasa yg disyariatkan Allah.
ويك٠نÙسه عن الشهوات Ùهو سر الصوم والمقصود الأعظم منه
Artinya, “Ia (orang yg berpuasa) mengendalikan dirinya dari syahwat (kehendak-kehendak). Pengendalian diri merupakan rahasia dan tujuan paling agung dari ibadah puasa,†(Lihat Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: II/253).
Para ulama dalam banyak kesempatan menyebut pengendalian diri dari berbagai syahwat inti dan hikmah dari syariat ibadah puasa. Ibadah puasa dgn demikian bukan sekadar menahan diri buat tak makan, minum, dan behubungan badan, tetapi juga menjauhkan semua yg dilarang agama.
Bagi para ulama, syariat puasa dan hikmah dari syariat puasa tak boleh dipisahkan supaya ibadah puasa masyarakat tak kering dan jauh dari semangat atau hikmah puasa sebagaimana keterangan Imam An-Nawawi berikut ini:
يستØب صون Ù†Ùسه ÙÙŠ رمضان عن الشهوات Ùهو سر الصوم ومقصوده الاعظم وسبق أنه ÙŠØترز عن الغيبة والكلام Ø§Ù„Ù‚Ø¨ÙŠØ ÙˆØ§Ù„Ù…Ø´Ø§ØªÙ…Ø© والمساÙهة وكل مالا خير Ùيه من الكلام
Artinya, “Pengendalian diri dari syahwat pada bulan ramadhan sangat dianjurkan. Ini merupakan rahasia dan tujuan paling agung dari ibadah puasa. Telah lalu penjelasan bahwa seseorang yg berpuasa menjauhi diri dari ghibah, ucapan buruk, saling caci, saling memaki, dan perkataan lain yg tak mengandung kebaikan,†(Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/345).
Imam Taqiyuddin Al-Hishni dalam Kitab Kifayatul Akhyar menegaskan bahwa pengendalian diri dari makan, minum, dan hubungan badan merupakan batas minimal–yg tak dapat ditawar–yg harus dipenuhi orang yg berpuasa. Tetapi ibadah puasa tak cukup hanya dgn pemenuhan batas minimal tersebut buat dapat mengejar pahala dan hikmah puasa.
واعلم أن الصائم يتأكد ÙÙŠ Øقه صون لسانه عن الكذب والغيبة وغير ذلك من الأمور المØرمة ÙÙÙŠ صØÙŠØ Ø§Ù„Ø¨Ø®Ø§Ø±ÙŠ من لم يدع قول الزور والعمل به Ùليس لله Øاجة ÙÙŠ أن يدع طعامه وشرابه
Artinya, “Ketahuilah, orang yg berpuasa sangat ditekankan buat menjaga mulutnya dari perkataan dusta, ghibah, dan hal lain yg dilarang sebagaimana hadits dalam Bukhari, ‘Siapa saja yg tak meninggalkan ucapan dusta dan mempraktikkan penipuan, maka Allah tak berhajat pada ibadah puasanya di mana ia menahan diri dari makanan dan minumannya,’†(Lihat Imam Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2001 M/1422 H], halaman 290).
Penegasan lain terkait pengendalian diri dari syahwat datang dari Imam Qaliyubi dalam kitab hasyiyahnya. Pemenuhan syahwat (yg masuk ke dalam kategori tak membatalkan puasa) sebagian besar tak merusak ibadah puasa. Tetapi pemenuhan terhadap syahwat-syahwat itu menjauhkan seseorang dari hikmah puasa yg hendak dituju dari syariat puasa itu sendiri.
وظاهر أن المراد الك٠عن الشهوات ØŒ التي لا تبطل الصوم كشم الرياØين ØŒ والنظر إليها ولمسها لما ÙÙŠ ذلك من الترÙÙ‡ الذي لا يناسب Øكمة الصوم
Artinya, “Secara zahir, poin yg dimaksud dgn pengendalian diri dari syahwat ialah tindakan yg tak membatalkan puasa seperti menghirup tumbuhan yg harum, memandang, dan menyentuhnya sebab itu bagian dari kesenangan (kenikmatan) yg tak relevan dgn hikmah ibadah puasa,†(Hasyiyah Qaliyubi wa Umairah).
Dari berbagai keterangan ini kita dapat menyimpulkan bahwa kajian ibadah puasa tak hanya berbicara hal yg membatalkan puasa seperti makan, minum, dan berhubungan badan, tetapi juga berbicara poin penting lainnya yg berkaitan dgn hal yg membatalkan pahala dan mengeringkan kualitas pahala seseorang seperti memandang dgn syahwat dan berakhlak tercela.
Dengan demikian, masalah ibadah puasa bukan hanya urusan sah atau tak sah puasa (batasan minimal). Tetapi masalah ibadah puasa juga menygkut soal sejauh mana upaya seseorang dalam memburu hikmah puasa, yaitu mengendalikan diri dari pemandangan dgn syahwat seperti menonton video dewasa; dan dari perilaku tercela seperti berkata kasar dan kotor.
Di akhir ini, kami mengulangi bahwa aktivitas menonton video dewasa saat ibadah puasa tak membatalkan atau merusak ibadah puasa, tetapi merusak pahala dan kualitas ibadah puasa yg bersangkutan. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
Uncategorized