Islam Melarang Umatnya Mencaci Maki & Memfitnah di Media Sosial

Perkembangan teknologi informasi membawa kita pada peradaban media sosial yg kini begitu digandrungi masyarakat Indonesia, khususnya pelajar. Para pelajar dan pemuda merupakan elemen masyarakat yg paling banyak menggunakan media sosial, baik Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain. Konten-konten atau isi yg beredar di media sosial baik berupa berita, foto, dan status tak ada yg mampu menyaring selain diri kita sendiri. 

Penyaringan ini dilakukan sebab isi unggahan di media sosial tak semuanya positif, bahkan mempunyai kecenderungan negatif dgn melimpahnya berita dan foto-foto palsu atau hoaks. Bahkan, caci maki dan fitnah dari satu orang ke orang lain merupakan pemandangan sehari-hari yg kita temui di media sosial. Padahal, secara tegas Islam sendiri melarang kepada umatnya buat melakukan caci maki dan fitnah.

Sikap santun dalam berdialog, lemah lembut dalam berbicara, halus dalam penyampaian pesan, merupakan jalan tengah yg membuat orang lain simpati apalagi kita sebagai seorang pelajar yg tentu memiliki predikat sebagai orang terpelajar. Karena hati yg bercerai berai dan pendapat yg berbeda dapat terangkul dgn harmonis walaupun beda keyakinan, dan lain-lain.

Allah –Subhanahu wa Ta’ala– berpesan kepada Nabi Musa dan Harun –’alaihimassalam:

فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى [ طه/ 44]

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dgn kata-kata yg lemah lembut, Mudah-mudahan ia menjadi sadar atau takut.” (QS. Thaha: 44)

 

Baca juga: Tuntunan Bertutur Kata yg Baik bahkan kepada Orang Angkuh Sekalipun

Ibnu Katsir rahimahullah ketika mengomentari ayat ini berkata, ada pelajaran sangat berharga yg dapat dipetik dari ayat di atas, yaitu bahwa Fir’aun yg terkenal keangkuhan dan arogansinya, sementara Musa alaihissalam sebaik-baik manusia pilihan Allah saat itu, namun demikian Allah memerintahkannya buat tak berbicara dgn Fir’aun kecuali dgn perkataan yg santun dan lemah lembut.

Kata-kata cacian hanya mengundang malapetaka, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Cacian tak mau menghadirkan kembali orang yg kabur dan tak mau membuat simpati orang yg berkepala batu, justru hanya menanamkan rasa dendam di hati dan membuat orang yg berseberangan semakin nekat dan keras kepala. Bahkan, telah banyak orang yg berurusan dgn polisi akibat memfitnah dan mencaci maki orang lain di media sosial.

Bila menghujani orang yg tak sependapat dgn makian, kecaman dan kutukan, maka hal itu mau semakin memperkeruh persoalan dan memperparah penyakit. Oleh sebab itu, bila menyampaikan nasihat, hendaknya dgn cara yg tak membuat orang lain kabur, dan bila berdebat, berdebat dgn cara yg santun tanpa merendahkan lawan bicara.

Orang yg rendah moralnya, kotor tutur katanya, suka merendahkan martabat sesama, pengumpat orang lain, pelontar tuduhan terhadap orang tak berdosa, suka menyerang orang-orang yg baik, pengecam dan pengutuk, semua ucapannya hanya umpatan dan cacian, sungguh ia tak pantas disebut sebagai Muslim yg bijak sebab Rasulullah SAW sendiri selalu memberikan teladan terbaik bagi umatnya. 

Begitu terjadi peristiwa di tengah masyarakat, langsung mereka tangkap intensitas beritanya -entah tempat kejadian peristiwa itu dekat atau jauh-, mereka segera meluncur ke jaringan internet buat menjadikan peristiwa itu sebagai alasan pelampiasan cacian dan umpatan.

 

Baca juga: Nabi Muhammad Mendoakan Orang Yahudi

Mereka bergegas mencari situs-situs media sosial; maka dari kalangan mereka muncul-lah penuduh, pengecam, pencaci, pengutuk dan pengumpat kecuali orang-orang yg diselamatkan oleh Allah, namun saygnya amat sedikit golongan ini.

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ

“Seorang mukmin bukanlah orang yg banyak mencela, bukan orang yg banyak melaknat, bukan orang yg keji, dan bukan pula orang yg kotor omongannya”.

Manusia yg suka mencela, mengutuk, mengejek dan berkata keji, bukanlah tipe manusia beriman. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukanlah pencela, pengecam dan pengutuk. Sabda beliau:

إنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

“Sesunguhnya aku tak diutus sebagai tukang melaknat, tetapi aku diutus hanyalah sebagai rahmat.”

Beliau pun bersabda:

سِبَابُ المسْلِمِ فُسُوْقٌ

“Mencaci maki seorang Muslim ialah suatu kefasikan”.

 

 

Baca juga: Pengertian Ihsan dalam Islam

Dalam riwayat lain disebutkan:

اَلْمُسْتَبَّانِ شَيْطَانَانِ يَتَهَاتَرَانِ وَيَتَكَاذَبَانِ

“Dua orang yg saling memaki ialah seperti dua setan yg saling menjatuhkan dan mendustakan lawannya”.

قَالَ جَابرٌ بن سليْم رَضيَ اللهُ عَنْه : قُلْتُ: اعْهَدْ إِلَيَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: «لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا» قَالَ: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ

حُرًّا، وَلَا عَبْدًا، وَلَا بَعِيرًا، وَلَا شَاةً، رواه أبو داود

Jabir Bin Salim –radhiyallahu ‘anhu– bercerita, “Aku berkata, “Buatlah ikatan perjanjian dgnku Ya Rasulallah!” beliau lalu menjawab, “Janganlah sekali-kali engkau memaki orang lain”. Kata Jabir, “Sejak itulah aku tak pernah memaki seorang pun, baik ia berstatus orang merdeka atau hamba sahaya, termasuk tak memaki unta dan kambing”. (HR Abu Dawud). (Fathoni Ahmad)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.