Keluasan Rahmat & Kemurahan Allah dalam Khazanah Tasawuf

Rahmat dan kemurahan Allah tak terbatasi oleh kesalehan. Rahmat dan kemurahan Allah begitu luas. Rahmat dan kemurahan Allah tak juga terikat pada hukum sebab akibat. Rahmat dan kemurahan Allah dapat mengalir kepada siapa saja yg dikehendaki.

فكن على كرم الرحمن معتمدا * لا تستند لا إلى علم ولا عمل

ففضل ربك لا تمنعه معصية * ولا يضاف إلى الأغراض والعلل

Artinya, “Jadilah kamu orang yg pada kemurahan Zat yg maha Rahman bersandar*tak bertopang baik pada ilmu maupun amal//karunia Tuhanmu tak tercegah oleh maksiat*tak juga disandarkan pada tujuan (keuntungan) maupun sebab,” (Syekh Ali bin Abdullah bin Ahmad Baras, Syifa’us Saqam wa Fathu Khaza’inil Kalim fi Ma’nal Hikam, [Beirut, Darul Hawi: 2018 M/1439 H], halaman 117).

Kebanyakan orang berpikir bahwa rahmat dan kemurahan Allah diberikan hanya kepada orang-orang yg saleh belaka. Dengan keliru berpikir seperti ini, banyak orang mengejar kesalehan lahiriah sebab menganggap kesalehan sebagai sebab atas rahmat Allah.

Orang seperti ini mau ngedrop pesimis dan anjlok harapannya kepada Allah ketika ia terjebak dalam sebuah dosa yg telah menjadi takdirnya. Tetapi sebaliknya, orang yg mengandalkan amal ibadahnya buat mengharap rahmat dan kemurahan Allah mau merasa tinggi hati dan istimewa ketika melakukan suatu amal ibadah.

من علامة الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل

Artinya, “Salah satu tanda seseorang bersandar pada amal ialah kurang harapannya kepada Allah ketika suatu saat ia terperosok dalam sebuah dosa,” (Ibnu Athaillah, Al-Hikam).

Adapun orang yg bersandar kepada Allah, bukan kepada ilmu atau amalnya tak mau merasa tinggi hati ketika melakukan amal ibadah dan tak merasa pesimis ketika terperosok dalam sebuah dosa.

Sebenarnya apa yg disebutkan Syekh Ibnu Athaillah itu hanya salah satu tanda seseorang bergantung pada amalnya. Tetapi itu telah merupakan satu tanda atau petunjuk yg memadai. Salah satu ciri pembeda dari orang yg bersandar kepada Allah, bukan kepada ilmu dan amalnya ialah ia tak merasa dirinya istimewa ketika suatu malam ia bertahajud. Sementara orang lain tertidur nyenyak. (Syekh Ali Baras, 2018 M/1439 H: 113).

Mereka yg bersandar kepada Allah lebih menyaksikan keesaan perbuatan Allah dalam menggerakkan hamba-Nya. Dengan demikian, mereka tak merasa ujub ketika beribadah dan tak berputus asa dari rahmat dan kemurahan Allah ketika ditakdirkan berbuat suatu kekhilafan. Namun demikian, keluasaan rahmat-Nya bukan alasan buat bermalas-malasan atau bahkan berhenti dalam beramal. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.