Ketika Idul Fitri & Idul Adha Jatuh Hari Jumat

Sebetulnya tak ada pembahasan khusus terkait hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, yg jatuh pada hari Jumat. Hari raya ialah satu hal, dan hari Jumat ialah hal lain. Akan tetapi ketika kita membicarakan seorang yg rumahnya sangat jauh dari masjid, apakah ia harus kembali lagi buat menunaikan shalat Jumat setelah di pagi harinya ia telah menunaikan shalat hari raya?

Seperti di zaman awal Islam, ada sahabat yg jarak rumahnya dgn Madinah sejauh 4 km, bahkan lebih dari itu, dan harus ditempuh melewati padang pasir dan ditempuh dgn jalan kaki. Apakah ia harus kembali lagi ke Madinah tanpa kendaraan buat menunaikan shalat Jumat? Kalaulah ia harus kembali menempuh perjalanan dari rumah ke masjid dan sebaliknya, sungguh melelahkan. Pertanyaan berikutnya apakah Islam tak memberikan solusi?

Di sinilah kemudian timbul perbedaan pendapat. Pendapat pertama mengatakan, tak perlu kembali ke masjid buat menunaikan shalat Jumat. Shalat Jumatnya dapat dikerjakan di rumah dan menggantinya dgn shalat Dzuhur. Ini termasuk rukhshah atau keringanan dalam beragama.

Pendapat kedua mengatakan, kasus di Madinah di awal Islam itu dapat dijadikan alasan, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami nasib seperti itu? Bagi kaum Muslimin di Indonesia yg mayoritas NU, hampir di setiap dusun ada masjid, rata-rata kurang dari 1 km dan tak melewati padang pasir.

Pendapat kedua inilah yg dipilih sebagian besar orang NU. Karena itu seorang Muslim harus kembali ke masjid buat mengerjakan shalat Jumat setelah paginya menunaikan shalat hari raya atau shalat Id.

Meskipun demikian, tak sedikit yg mengikuti jejak golongan pertama. Dengan mengajukan kasus di Madinah, tak perlu mengajukan alasan apapun seperti perbedaan geografis dan cuaca suatu negara. Yang jelas rukhshah itu patut disambut.

Imam Syafii seperti dikutip dalam Al-Mizan lis Sya’rani Juz I, mengatakan, bila kebetulan hari raya bertepatan dgn hari Jumat maka bagi penduduk perkotaan kewajiban menjalankan shalat Jumat tak gugur disebabkan telah menjalankan shalat Id. Lain halnya dgn penduduk desa (yg amat jauh), kewajibannya mengerjakan shalat Jumat gugur, mereka diperbolehkan buat tak Jumatan.

Dalam kitab yg sama disebutkan, pendapat Imam Syafii ini sama dgn pendapat Imam Abu Hanifah. Sedang Imam Ahmad mengatakan, tak wajib Jumatan bai penduduk desa maupun kotadan gugurlah kewajiban Jumatan sebab mereka telah mengerjakan shalat Id, hanya saja mereka tetap wajib mengerjakan shalat dzuhur. Malah menurut Imam Atha’ Jumatan dan shalat dzhuhurnya gugur sekaligus, dan pada hari itu tak ada shalat setelah shalat Id kecuali shalat ashar.

Hadits tentang rukhsah ini diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam berikut ini:

قال: صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَصَ فِي الْجُمْعَةِ، فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ


Rasulullah menjalankan shalat Id kemudian memberikan rukhshah buat tak menjalankan shalat Jumat, kemudian beliau bersabda,” Siapa mau shalat Jumat, Silakan!” (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Darami serta Ibnu Khazimah dan Al-Hakim).

KH Munawir Abdul Fattah
Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
(Persoalan ini diulas oleh penulis dalam buku “Tradisi Orang-orang NU”)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.