Kisah Khalifah Umar bin Khattab Menolak Gratifikasi

Selain dikenal keberanian dan ketegasannya dalam memimpin, Sayyidina Umar bin Khattab juga pemimpin ramah dan jujur. Sehingga ia tegas menolak terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme bahkan gratifikasi.

Suatu malam utusan dari Azerbaijan datang ke kota Madinah buat menjumpai Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Namun, sebab hari yg telah larut malam, ia memutuskan buat tidur di Masjid Nabawi Madinah supaya keesokan harinya dapat segera menghadap Khalifah Umar. Ketika hendak tidur, ia dikejutkan oleh suara tangisan di keheningan malam, memohon kepada Allah. (Baca Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khattab)

“Ya Tuhanku, aku sedang berdiri di depan pintu-Mu. Apakah Engkau menerima tobatku supaya aku dapat mengucap selamat kepada diriku, atau Engkau menolaknya supaya aku menyampaikan ungkapan duka cita kepada diriku.”

 

Baca juga: Kisah Khalifah Umar Lindungi Kaum Nasrani saat Pembebasan Yerusalem

Utusan dari Azerbaijan tersebut tertarik dgn kalimat yg ia dengar. Perlahan ia mendekat dan bertanya. “Wahai saudaraku, bila aku boleh tahu siapakah dirimu?” Di tengah heningnya malam orang tersebut menjawab, “Aku Umar bin Khattab.”

Utusan Azerbaijan tersebut terkejut bukan kepalang. Ia tak menygka bahwa orang yg dijumpainya ialah Amirul Mukminin. Segera utusan itu memperkenalkan diri kepada Umar.

“Semoga Allah merahmatimu, Aku takut kalau aku tidur semalam sbuat mau menghilangkan diriku di hadapan Allah dan bila aku tidur sepanjang siang hari berarti menghilangkan diriku di hadapan rakyat,” Jawab Umar.

Seusai shalat fajar, Umar mengajak tamunya singgah di rumahnya. Ia berkata kepada istrinya, “Wahai Ummu Kultsum, suguhkan makanan yg ada. Kita kedatangan tamu jauh dari Azerbaijan.” 

 

Baca juga: Saat Khalifah Umar Memecat Panglima Khalid bin Walid

“Kita tak mempunyai makanan, kecuali roti dan garam,” jawab istri Umar. “Tidak mengapa,” kata Umar.

Akhirnya mereka berdua makan roti dgn garam. “Walikota Azerbaijan menyuruhku menyampaikan hadiah ini buat Amirul Mukminin,” kata utusan Azerbaijan seusai makan, sembari menunjukkan sebuah bungkusan. “Bukalah bungkusan ini dan lihat apa isinya!” perintah Umar.

Setelah dibuka, ternyata berisi gula-gula. “Ini ialah gula-gula khusus buatan Azerbaijan,” utusan itu menjelaskan. “Apakah semua kaum Muslimin mendapatkan kiriman gula-gula ini?” tanya Umar.

Utusan itu tertegun atas pertanyaan Umar, kemudian menjawab, “Oh tak Baginda, gula-gula ini khusus buat Amirul Mukminin.”

 

Baca juga: Cara Sayyidina Umar bin Abdul Aziz Memuliakan Tamunya

 

Mendengar jawaban itu, Umar tampak marah. Segera ia memerintahkan kepada utusan Azerbaijan buat membawa gula-gula tersebut ke masjid dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin.

“Barang ini haram masuk ke dalam perutku, kecuali bila kaum Muslimin memakannya juga,” tegas Umar.

“Dan engkau cepatlah kembali ke Azerbaijan, beritahukan kepada yg mengutusmu, bahwa bila ia mengulangi ini kembali, aku mau memecat dari jabatannya!”

Dari kisah di atas dapat dilihat bahwa betapa kesederhanaan dan kehati-hatian Amirul Mukminin Umar bin Khattab tatkala menjadi khalifah. Ia amat takut kepada Allah, sehingga matanya tak dapat terpejam sepanjang malam, khawatir tak mendapatkan ampunan Allah.

 

​​​​​​​Baca juga: Kisah Sayyidina Umar dan Tobatnya Pemabuk

Di keheningan malam saat rakyatnya tidur nyenyak, ia bangun dan mendekatkan diri di masjid. Tidak ada pengawal yg menyertainya. Di rumah, tak ada makanan istimewa layaknya para penguasa dan pejabat saat ini. Istri Umar hanya memiliki roti dan garam, makanan sehari-hari rakyat biasa.

Jauh dari kemewahan dan keserbaadaan. Sebagai Khalifah dan pemimpin negara, ia tak malu menyuguhkan makanan roti gandum kepada tamunya, sebab itulah makanan kesehariannya.

Tatkala mendapatkan hadiah, atau dalam istilah sekarang gratifikasi, khusus dari utusan Azerbaijan, ia pun mempertanyakan, “Apakah semua kaum Muslimin mendapatkan kiriman gula-gula ini?”

 

​​​​​​​Baca juga: Kisah Perjanjian Penyerahan Yerusalem kepada Umar bin Khattab

Pertanyaan tersebut penting bagi Amirul Mukminin. Jika ternyata seluruh kaum Muslimin menerima hadiah tersebut, maka wajar bila ia menerima. Akan tetapi bila tak, maka tak layak bagi dirinya menerima hadiah secara sendirian. Ternyata memang tak. Itu ialah hadiah yg khusus diberikan kepada Amirul Mukminin. Maka Umar pun menolaknya.

Azerbaijan ialah sebuah wilayah di Iran. Kaum Muslim pertama kali memasuki wilayah tersebut antara 19-23 H/639-643 M. Gubernur pertamanya Hudzaifah bin Al-Yaman, lalu Umar mengangkat Utbah bin Farqad sebagai gubernur wilayah Tabriz/Azerbaijan, menggantikan Hudzaifah.

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.