Saat kita membuka kitab fiqih dari para imam madzahibul arba’ah, kajian tentang masalah budak ini selalu ditempatkan di bagian akhir pembahasan dgn tema besar yg diusung ialah al-’itqu. Syekh Zakaria Al-Anshary memaknai al-’itqu ini sebagai:
باب العتق بمعنى الإعتاق وهو إزالة الرق عن الآدمي
Artinya, “Babul ’itqi, dgn makna al-i‘taq, yaitu usaha menghilangkan status budak dari anak adam,†(Zakaria Al-Anshary, Tuhfatut Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, [Beirut, Dar Ihya’it Turats: tt], halaman 513-514).
Istilah ar-riqq dalam kamus mu’jam al-ma’any diartikan sebagai العبودية (sifat yg menunjukkan makna kehambaan). Dengan demikian apa yg dimaksud oleh Syekh Zakaria Al-Anshary di atas ialah upaya menghilangkan sifat budak pada diri seseorang. Tentunya para fuqaha’ lain yg menggunakan istilah yg sama dalam kajian fiqihnya, memiliki kesamaan maksud dgn Syekh Zakaria Al-Anshary tersebut).
Ketika berbicara mengenai dalil asal upaya memerdekakan budak ini, Syekh Zakaria menyuguhkan penggalan ayat, yaitu ÙÙƒ رقبة (Surat Al-Balad ayat 13). Penafsiran para ulama’ terhadap ayat ini ialah:
Â
أي: Ùكها من الرق، بعتقها أو مساعدتها على أداء كتابتها، ومن باب أولى Ùكاك الأسير المسلم عند Ø§Ù„ÙƒÙØ§Ø±
Artinya, “Melepaskannya dari sifat budak dgn jalan memerdekakannya, membantunya dalam menunaikan akad kitabah-nya, dan dalam Bab Khusus ialah membebaskan budak muslim tawanan perang dari tangan kaum kuffar,†(As-Sa’di, Tafsir As-Sa’di, dapat dirujuk di link berikut: http://www.quran7m.com/searchResults/090013.html).
At-Thanthawy memberikan penafsiran yg sama dgn As-Sa’di terhadap ayat ini, yaitu sebagai:
والمراد بÙÙƒ الرقبة إعتاقها وتخليصها من الرق والعبودية . إذ الÙÙƒ معناه : تخليص الشئ من الشئ
Artinya, “Yang dimaksud dgn ÙÙƒ رقبة ialah memerdekakannya, melepaskannya dari sifat ar-riqq atau sifat budaknya. Karena dalam hal ini al-fakku memiliki makna, melepaskan sesuatu dari sesuatu,†(Al-Tanthawy, Al-Wasith lit Tanthawy, dapat dirujuk di link berikut: http://www.quran7m.com/searchResults/090013.html).Â
Dengan memperhatikan konsep penafsiran ini dan mencermati penggunaan kosakata dari para ulama dalam menjadikan ayat ÙÙƒ رقبة sebagai dalil asal bab memerdekakan budak, maka secara tak langsung para fuqaha menyamakan makna antara term ar-riqq dgn ar-raqabah, yaitu sebagai “budak murni†yg belum tersentuh oleh akad, seperti akad kitabah, ummul walad, dan sejenisnya.
Penting dicatat bahwa, sebab رقبة merupakan isim muannats, maka ia ialah seorang budak perempuan. Jika ditelaah lebih lanjut, terminologi رقبة di dalam Al-Qur’an dapat kita temui dalam beberapa ayat, antara lain Surat An-Nisa ayat 92, Surat Al-Maidah ayat 89, Surat Al-Mujadilah ayat 3, dan Surat Al-Balad ayat 13. Bentuk turunan (musytaq) dari رقبة di dalam Al-Qur’an ialah ialah رقاب. Ayat yg menggunakan kata رقاب ini dapat kita temukan pada 3 surat, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 177, Surat At-Taubah ayat 60, dan Surat Muhammad ayat 4.
Jika dilihat dari urutan turunnya ayat, maka secara berturut-turut–dari ayat yg paling dulu turun sampai yg paling akhir diturunkan–akan tampak sebagai berikut: Surat Al-Balad ayat 13, Surat Al-Baqarah ayat 177, Surat An-Nisa ayat 92, Surat Muhammad ayat 4, Surat Al-Mujadilah ayat 3, Surat Al-Maidah ayat 89, dan Surat At-Taubah ayat 60.
Dilihat dari sisi tema yg dikehendaki oleh ayat, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1.   Surat Al-Balad ayat 13.
Ayat ini berbicara tentang pembebasan budak, yg mana hal tersebut merupakan upaya yg sulit. Di dalam ayat ini, sulitnya membebaskan budak diiringi dgn perbuatan lain yg juga condong bahwa manusia sulit melakukannya, yaitu memberi makan orang lain di masa paceklik. Allah SWT berfirman:
وما أدرىك ما العقبة (12) ÙÙƒ رقبة (13) أو اطعام ÙÙŠ يوم ذي مسغبة (14) يتيما ذا مقربة (15) أو مسكينا ذا متربة (16)
Artinya, “Dan tahukah kamu, apakah jalan mendaki dan sukar itu (12), (yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya) (13) atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan (14) (kepada) anak yatim yg ada hubungan kerabat (15) atau orang miskin yg sangat fakir (16).†(Surat Al-Balad ayat 12-16).
2.   Surat Al-Baqarah ayat 177.
Di dalam ayat ini, Allah SWT memberikan gambaran tentang perbuatan kebabilan. Bahwa yg dinamakan kebabilan itu bukanlah senantiasa menghadapkan wajah ke barat atau ke timur. Menghadapkan wajah ke barat dan ke timur ini mengisyaratkan seseorang yg tahu segala hal.
Jadi, bukan pengetahuan terhadap segala hal itu yg dikehendaki Allah terhadap pribadi manusia, melainkan Dia menghendaki supaya manusia senantiasa memperhatikan aspek rohani (berupa keimanan) dan cakap dalam sosial, termasuk di dalamnya ialah memerdekakan hamba sahaya. Allah SWT berfirman:
لَّيْسَ Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ±ÙŽÙ‘ Ø£ÙŽÙ† تÙÙˆÙŽÙ„Ùّوا ÙˆÙØ¬ÙوهَكÙمْ Ù‚ÙØ¨ÙŽÙ„ÙŽ الْمَشْرÙÙ‚Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙŽØºÙ’Ø±ÙØ¨Ù وَلَٰكÙÙ†ÙŽÙ‘ Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ±ÙŽÙ‘ مَنْ آمَنَ Ø¨ÙØ§Ù„Ù„ÙŽÙ‘Ù‡Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’ÙŠÙŽÙˆÙ’Ù…Ù Ø§Ù„Ù’Ø¢Ø®ÙØ±Ù وَالْمَلَائÙÙƒÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù وَالنَّبÙÙŠÙّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ ØÙبÙّه٠ذَوÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ±Ù’بَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكÙينَ وَابْنَ السَّبÙيل٠وَالسَّائÙÙ„Ùينَ ÙˆÙŽÙÙÙŠ الرÙّقَاب٠وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمÙÙˆÙÙونَ Ø¨ÙØ¹ÙŽÙ‡Ù’دÙÙ‡Ùمْ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ عَاهَدÙوا Û– ÙˆÙŽØ§Ù„ØµÙŽÙ‘Ø§Ø¨ÙØ±Ùينَ ÙÙÙŠ الْبَأْسَاء٠وَالضَّرَّاء٠وَØÙينَ الْبَأْس٠ۗ Ø£ÙولَٰئÙÙƒÙŽ الَّذÙينَ صَدَقÙوا Û– ÙˆÙŽØ£ÙولَٰئÙÙƒÙŽ Ù‡ÙÙ…Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØªÙŽÙ‘Ù‚Ùونَ
Artinya, “Kebabilan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, mau tetapi kebabilan itu ialah orang yg beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab Allah, dan para nabi-Nya, dan memberikan harta yg dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yg dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan buat memerekakan hamba sahaya, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yg senantiasa menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yg senantiasa bersabar di saat melarat dan penderitaan ketika masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar dan mereka itulah orang-orang yg sebenarnya bertakwa†(Surat Al-Baqarah ayat 177).
3.   Surat An-Nisa ayat 92.
Tema dari ayat ini, ialah berbicara tentang larangan membunuh jiwa tanpa hak. Bila hal itu dilakukan akibat pembunuhan tersalah (tak sengaja) maka diyat yg harus ditunaikan salah satunya ialah memerdekakan budak perempuan yg beriman (raqabatin mu’minatin). Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ Ù„ÙÙ…ÙØ¤Ù’Ù…Ùن٠أَن يَقْتÙÙ„ÙŽ Ù…ÙØ¤Ù’Ù…Ùنًا Ø¥Ùلَّا خَطَأً Ûš ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ† قَتَلَ Ù…ÙØ¤Ù’Ù…Ùنًا خَطَأً ÙَتَØÙ’رÙير٠رَقَبَة٠مÙّؤْمÙنَة٠وَدÙيَةٌ Ù…Ùّسَلَّمَةٌ Ø¥Ùلَىٰ أَهْلÙه٠إÙلَّا Ø£ÙŽÙ† يَصَّدَّقÙوا Ûš ÙÙŽØ¥ÙÙ† كَانَ Ù…ÙÙ† قَوْم٠عَدÙÙˆÙÙ‘ لَّكÙمْ ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†ÙŒ ÙَتَØÙ’رÙير٠رَقَبَة٠مÙّؤْمÙنَة٠ۖ ÙˆÙŽØ¥ÙÙ† كَانَ Ù…ÙÙ† قَوْم٠بَيْنَكÙمْ وَبَيْنَهÙÙ… Ù…Ùّيثَاقٌ ÙَدÙيَةٌ Ù…Ùّسَلَّمَةٌ Ø¥Ùلَىٰ أَهْلÙه٠وَتَØÙ’رÙير٠رَقَبَة٠مÙّؤْمÙنَة٠ۖ ÙÙŽÙ…ÙŽÙ† لَّمْ ÙŠÙŽØ¬ÙØ¯Ù’ ÙَصÙÙŠÙŽØ§Ù…Ù Ø´ÙŽÙ‡Ù’Ø±ÙŽÙŠÙ’Ù†Ù Ù…ÙØªÙŽØªÙŽØ§Ø¨Ùعَيْن٠تَوْبَةً Ù…Ùّنَ اللَّه٠ۗ وَكَانَ اللَّه٠عَلÙيمًا ØÙŽÙƒÙيمًا
Artinya, “Tidak patut bagi seorang yg beriman membunuh seorang yg beriman (lainnya) kecuali sebab tak sengaja. Barang siapa membunuh seorang yg beriman sebab tersalah, maka hendaklah ia memedekakan budaya perempuan beriman serta membayar tebusan yg diserahkan kepada keluarga terbunuh, kecuali bila mereka membebaskan pembayaran. Jika dia yg terbunuh dari kaum yg memusuhimu, padahal dia orang yg beriman, maka hendaklah ia memerdekakan budak perempuan yg beriman. Dan bila yg terbunuh dari kaum kafir yg ada perjanjian damai antara mereka dgn kamu, maka hendaklah si pembunuh membayar tebusan yg diserahkan kepada keluarga terbunuh serta memerdekakan hamba sahaya yg beriman. Barangsiapa tak mendapatinya (budak perempuan yg beriman), maka hendaklah ia berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai pernyataan taubat kepada Allah SWT. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,†(Surat An-Nisa’ ayat 92).
4.   Surat Muhammad ayat 4.
Di dalam ayat ini, makna term ar-riqab dimaknai sebagai batang leher. Konteksnya ialah peperangan. Di dalam ayat ini juga dibicarakan mengenai perlakuan terhadap tawanan perang yg dapat dibebaskan dgn jalan di tebus.
Berdasarkan ayat ini, seolah dinyatakan bahwa perang merupakan sabab musabab dari lahirnya konsepsi perbudakan. Karena masyarakat jahiliyah sebelumnya telah menjadikannya sebagai harta, dan supaya tak menimbulkan guncangan sosial, maka syariat mengatur bagaimana budak yg telah dirupakan harta ini dapat terbebas, salah satunya ialah dgn tebusan. Allah SWT berfirman:
Â
ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ Ù„ÙŽÙ‚ÙيتÙم٠الَّذÙينَ ÙƒÙŽÙَرÙوا Ùَضَرْبَ الرÙّقَاب٠ØÙŽØªÙŽÙ‘ىٰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ أَثْخَنتÙÙ…ÙوهÙمْ ÙÙŽØ´ÙØ¯Ùّوا الْوَثَاقَ ÙÙŽØ¥Ùمَّا مَنًّا بَعْد٠وَإÙمَّا ÙÙØ¯ÙŽØ§Ø¡Ù‹ ØÙŽØªÙŽÙ‘ىٰ تَضَعَ الْØÙŽØ±Ù’ب٠أَوْزَارَهَا Ûš ذَٰلÙÙƒÙŽ وَلَوْ يَشَاء٠اللَّه٠لَانتَصَرَ Ù…ÙنْهÙمْ وَلَٰكÙÙ† Ù„ÙّيَبْلÙÙˆÙŽ بَعْضَكÙÙ… Ø¨ÙØ¨ÙŽØ¹Ù’ض٠ۗ وَالَّذÙينَ Ù‚ÙØªÙÙ„Ùوا ÙÙÙŠ سَبÙيل٠اللَّه٠ÙÙŽÙ„ÙŽÙ† ÙŠÙØ¶ÙÙ„ÙŽÙ‘ أَعْمَالَهÙمْ
Artinya, “Maka apabila kamu bertemu dgn orang-orang yg kafir (di medan perang), maka pukullah batang leher mereka. Selanjutnya, apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang selesai. Demikianlah, dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lain. Dan orang-orang yg gugur di jalan Allah, Allah tak menyia-nyiakan amal mereka,†(Surat Muhammad ayat  4).
5.   Surat Al-Mujadilah ayat 3.
Ayat ini berbicara mengenai diyat suami akibat rujuk dgn istrinya setelah terjadinya zhihar (thalaq kinayah (cerai sindiran) sebab menyerupakan istri dgn ibunya dgn disertai niat menceraikan). Raqabah dalam ayat ini bermakna budak perempuan. Allah SWT berfirman:
وَالَّذÙينَ ÙŠÙØ¸ÙŽØ§Ù‡ÙرÙونَ Ù…ÙÙ† Ù†ÙّسَائÙÙ‡Ùمْ Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ يَعÙودÙونَ Ù„Ùمَا قَالÙوا ÙَتَØÙ’رÙير٠رَقَبَة٠مÙّن قَبْل٠أَن يَتَمَاسَّا Ûš ذَٰلÙÙƒÙمْ تÙوعَظÙونَ بÙÙ‡Ù Ûš وَاللَّه٠بÙمَا تَعْمَلÙونَ خَبÙيرٌ
Artinya, “Dan mereka yg menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yg telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yg diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Teliti terhadap apa yg kamu kerjakan,†(Surat Al-Mujadilah ayat 3).
6.   Surat Al-Maidah ayat 89.
Ayat ini berbicara mengenai sumpah dan kafarat (tebusan) sumpah. Di antara kafarat sumpah itu ialah memerdekakan budak perempuan (raqabah). Makna raqabah dalam ayat ini berlaku umum, sama dgn ayat Surat Al-Mujadilah ayat 3. Allah SWT berfirman:
لَا ÙŠÙØ¤ÙŽØ§Ø®ÙذÙÙƒÙÙ…Ù Ø§Ù„Ù„ÙŽÙ‘Ù‡Ù Ø¨ÙØ§Ù„لَّغْو٠ÙÙÙŠ أَيْمَانÙÙƒÙمْ وَلَٰكÙنْ ÙŠÙØ¤ÙŽØ§Ø®ÙذÙÙƒÙمْ بÙمَا عَقَّدْتÙم٠الْأَيْمَانَ Û– ÙÙŽÙƒÙŽÙَّارَتÙÙ‡Ù Ø¥ÙØ·Ù’عَام٠عَشَرَة٠مَسَاكÙينَ Ù…Ùنْ أَوْسَط٠مَا ØªÙØ·Ù’عÙÙ…Ùونَ أَهْلÙيكÙمْ أَوْ ÙƒÙØ³Ù’وَتÙÙ‡Ùمْ أَوْ تَØÙ’رÙير٠رَقَبَة٠ۖ Ùَمَنْ لَمْ ÙŠÙŽØ¬ÙØ¯Ù’ ÙَصÙيَام٠ثَلَاثَة٠أَيَّام٠ۚ ذَٰلÙÙƒÙŽ ÙƒÙŽÙَّارَة٠أَيْمَانÙÙƒÙمْ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ ØÙŽÙ„ÙŽÙْتÙمْ Ûš وَاØÙ’ÙَظÙوا أَيْمَانَكÙمْ Ûš كَذَٰلÙÙƒÙŽ ÙŠÙØ¨ÙŽÙŠÙّن٠اللَّه٠لَكÙمْ آيَاتÙه٠لَعَلَّكÙمْ ØªÙŽØ´Ù’ÙƒÙØ±Ùونَ
Artinya, “Allah tak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yg tak disengaja, mau tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yg kamu sengaja, maka kafaratnya ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yg biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerekakan seorang budak perempuan. Barang siapa tak mampu melakukannya, maka kafaratnya ialah berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu bilalau kalian bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu supaya kamu bersyukur (kepada-Nya),†(Surat Al-Maidah ayat 89).
Â
7.   Surat At-Taubah ayat 60
Ayat ini berbicara mengenai riqab yg dapat dimerdekakan melalui harta zakat. Riqab dalam ayat ini bermakna budak. Lafadh riqab disampaikan dgn menggunakan “al†jinsiyyah yg berarti bermakna khusus, yaitu yg beriman.
Ø¥Ùنَّمَا الصَّدَقَات٠لÙلْÙÙقَرَاء٠وَالْمَسَاكÙين٠وَالْعَامÙÙ„Ùينَ عَلَيْهَا ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙØ¤ÙŽÙ„ÙŽÙ‘Ùَة٠قÙÙ„ÙوبÙÙ‡Ùمْ ÙˆÙŽÙÙÙŠ الرÙّقَاب٠وَالْغَارÙÙ…Ùينَ ÙˆÙŽÙÙÙŠ سَبÙيل٠اللَّه٠وَابْن٠السَّبÙيل٠ۖ ÙَرÙيضَةً Ù…Ùّنَ اللَّه٠ۗ وَاللَّه٠عَلÙيمٌ ØÙŽÙƒÙيمٌÂ
Artinya, “Sesungguhnya zakat itu hanyalah buat orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yg dilunakkan hatinya (muallaf), buat memerdekakan budak, buat memerdekakan orang yg berutang, buat jalan Allah dan buat orang yg sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,†(Surat At-Taubah ayat 60).
Korelasi Antarayat
Jika kita perhatikan hierarki dari ayat-ayat ini, maka istilah raqabah dan riqab memiliki hubungan erat dgn konsep peperangan. Mereka merupakan pihak yg ditawan di saat peperangan dan dapat merdeka dgn jalan utama yaitu tebusan. Dengan kata lain, bahwa tebusan ini berlaku seolah sebagai harga. Dengan demikian, raqabah dan riqab, keduanya ialah barang berharga.
Syariat Islam mengatur pembebasan masing-masing buat diterapkan oleh umat Islam sendiri, dgn mengarusutamakan raqabah dibanding riqab, dan mengutamakan yg beriman dibanding yg masih dalam bingkai keyakinannya yg lama. Tahapan tersebut meliputi sebagai berikut:
1.   Raqabah yg beriman
Raqabah yg beriman, dapat merdeka melalui beberapa cara:
a.   Dimerdekakan oleh pemiliknya.
b.   Sebagai diyat pembunuhan, baik tersalah atau tak, baik terhadap orang muslim atau kafir dzimmy.
c.   Sebagai diyat dhihar atau kafarat sumpah.
Â
2.   Riqab yg beriman.
Riqab (budak laki-laki) yg beriman, dapat merdeka melalui dua cara, yaitu:
a.   Dimerdekakan oleh pemiliknya.
b.   Dibeli dgn harta zakat.
Â
3.   Raqabah yg tak beriman.
Raqabah yg tak beriman, dapat merdeka melalui dua cara, yaitu:
a.   Dimerdekakan oleh pemiliknya.
b.   Sebagai diyat dhihar atau kafarat sumpah.
Â
4.   Riqab yg tak beriman.
Adapun riqab yg tak beriman, dapat merdeka hanya melalui satu cara, yaitu dimerdekakan oleh pemiliknya.Â
Walhasil, dgn menilik ayat ini, bila riqab dan raqabah ialah dihasilkan dari akibat peperangan, maka statusnya ialah tawanan perang yg berubah menjadi budak seiring dgn tebusan.
Syariat lebih menekankan pembebasan pada budak perempuan (raqabah) dibanding budak laki-laki. Kiranya maqashidus syari’ah melakukan pengaturan ini ialah memiliki orientasi utama menghilangkan perbudakan atas manusia lain, sebagaimana hal ini termuat dalam Surat Al-Balad ayat 13 dan Surat Al-Baqarah ayat 177. Wallahu a‘lam bis shawab.
Â
Â
Ustadz Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah pada Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Timura
Uncategorized