Sebagian kelompok agama dgn mudah memvonis bahwa segala hal yg tak pernah dilakukan di zaman Rasulullah ialah hal yg menyimpang alias bid’ah sesat. Tudingan ini perlu dijernihkan, selain lebih kerap membingungkan masyarakat juga tak selaras dgn fakta historis yg masih kita jalankan hingga kini serta dasar-dasar Sunah dan al-Qur’an sendiri yg diklaim sebagai pegangan utama. <>
Khotbah I
الْØَمْد٠لÙله٠الَّذÙÙ‰ ÙˆÙŽÙÙ‘ÙŽÙ‚ÙŽ عÙبَادَه٠الْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ Ù„Ùاَدَاء٠الْاَعْمَال٠الصَّالÙØَاتÙ. أَشْهَد٠أَنْ لاَ Ø¥Ùلهَ Ø¥Ùلاَّ الله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ لَه٠شَهَادَةً اَرْجÙÙˆ بÙهَا رَÙÙيعَ الدَّرَجَات. وَأَشْهَد٠اَنّ سَيّÙدَ نَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠صَاØÙب٠الْمÙعْجÙزَاتÙ. اللّهÙمَّ صَلّ٠وَسَلّÙمْ عَلَى سَيّÙد٠نَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى آلÙه٠وَأَصْØَابÙه٠أÙولÙÙ‰ الْÙَضَائÙÙ„ وَالْكَرَامَاتÙ
أَمَّا بَعْدÙØŒ Ùَيَا أَيّÙهَا الْمÙسْلÙÙ…Ùوْنَ رَØÙÙ…ÙŽÙƒÙم٠اللهÙ. اÙتَّقÙوا اللهَ بÙامْتÙثَال٠الْمَأْمÙوْرَات٠وَاجْتÙنَاب٠الْمَنْهÙيَّاتÙ. وَاتَّقÙوا اللهَ Øَقَّ تÙقَاتÙه٠وَلاَ تَمÙوْتÙنَّ اÙلاَّ وَاَنْتÙمْ Ù…ÙسْلÙÙ…Ùوْنَ. وَاتَّقÙوا يَوْمًا تÙرْجَعÙوْنَ ÙÙيْه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الله٠ثÙمَّ تÙÙˆÙŽÙÙ‘ÙŽÙ‰ ÙƒÙلّ٠نَÙْس٠مَا كَسَبَتْ ÙˆÙŽÙ‡Ùمْ لاَ ÙŠÙظْلَمÙوْنَ
Â
Maasyiral muslimin, jamaah shalat Jum’at yg dimuliakan dan diberkati Allah
Allah subhanahu wata’ala telah memberikan modal dasar kepada kita berupa iman dan takwa. Dengan modal ini, kita mendapat derajat yg mulia dan juga mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Kerena itulah kita harus bersyukur dgn menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Maasyiral muslimin, jamaah shalat Jum’at yg dimuliakan dan diberkati Allah
Di dalam surat al-Hadid ayat 27, Allah SWT berfirman:
وَجَعَلْنَا ÙÙÙŠ Ù‚ÙÙ„Ùوب٠الَّذÙينَ اتَّبَعÙوه٠رَأْÙَةً وَرَØْمَةً وَرَهْبَانÙيَّةً ابْتَدَعÙوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهÙمْ Ø¥Ùلَّا ابْتÙغَاءَ رÙضْوَان٠اللَّهÙÂ
“Kami jadikan dalam hati orang- orang yg mengikutinya rasa santun dan kasih sayg. dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah. Padahal Kami tak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yg mengada-adakannya) buat mencari keridhaan Allah.â€
Ayat ini berbicara tentang pengikut Nabi Isa yg setia kepada beliau dgn mengikuti ajaran dalam kebenaran dan rahmat. Terdapat rasa kasih sayg dalam hati mereka. Sifat rubbaniyyah ialah meninggalkan kenikmatan dunia yg sifatnya mubah. Mereka melakukannya sebab mau mendekatkan diri kepada Allah. Al-Qur’an dgn mengatakan “maa katabnaa alaihim (Kami tak mewajibkan perilaku rabbaniyyah itu buat mereka)â€. Nabi Isa tak mewajibkan perilaku rabbaniyyah. Dan mereka sendiri yg mengada-adakannya sebab mau mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wataala.
Dalam Hadits riwayat al-Bukhari dijelaskan:
ÙƒÙنَّا يَوْمًا Ù†ÙصَلّÙÙŠ وَرَاءَ النَّبÙيّ٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ، Ùَلَمَّا رَÙَعَ رَأْسَه٠مÙÙ†ÙŽ الرَّكْعَة٠قَالَ: سَمÙعَ اللَّه٠لÙمَنْ ØÙŽÙ…Ùدَه٠“ØŒ قَالَ رَجÙÙ„ÙŒ وَرَاءَهÙ: رَبَّنَا ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙŽ الØَمْد٠Øَمْدًا ÙƒÙŽØ«Ùيرًا طَيّÙبًا Ù…Ùبَارَكًا ÙÙيهÙØŒ Ùَلَمَّا انْصَرَÙÙŽØŒ قَالَ: «مَن٠المÙتَكَلّÙمٻ قَالَ: أَنَا، قَالَ: «رَأَيْت٠بÙضْعَةً وَثَلاَثÙينَ مَلَكًا يَبْتَدÙرÙونَهَا أَيّÙÙ‡Ùمْ يَكْتÙبÙهَا أَوَّلÙÂ
“Pada suatu hari kami shalat di belakang Nabi SAW dan ketika beranjak dari ruku’ beliau melafalkan, ‘samiallahu liman hamidah’. Tiba-tiba ada seseorang yg mengucapkan, ‘Rabbana walakal hamdu, hamdan, tayyiban mubaarakan fih. Usai shalat, Nabi SAW bertanya, ‘Siapa yg mengucapkan kalimat itu tadi? ‘Saya’ Jawab salah seorang sahabat. ‘Saya melihat lebih dari tiga puluh malaikat berlomba-lomba mencatatnya terlebih dahulu’ Imbuh Nabi SAW.†(HR: al-Bukhari)
Rasulullah mengajarkan kepada sahabat ini bacaan tersebut. Sahabat sendiri yg mengada-ada dan memulainya terlebih dahulu, tetapi Rasulullah tak mengatakan, “Haram kamu melakukan apa yg tak saya lakukan. Haram kamu membaca kamu membaca apa yg tak pernah saya bacaâ€. Tetapi justru Rasulullah memberikan orang ini kabar gembira sebab ada 30 lebih malaikat yg berlomba-lomba buat mencatatnya lebih dahulu.
Maasyiral muslimiin jamaah Jum’at yg dimuliakan dan diberkati Allah
Dari ayat Al-Qur’an dan sabda Rasulullah tadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tak serta merta sesuatu yg baru, yg tak pernah dilakukan Rasulullah, tak pernah dilakukan para Sahabat, dikatakan sesat atau bid’ah dhalalah. Sesuatu yg sesat dan pada akhirnya mau masuk neraka. Tapi timbangan bahwa sesuatu dikatakan atau tak sesat ialah timbangannya Al-Qur’an atau sunah Rasulullah. Rasulullah dalam Hadits sahih yg diriwayatkan Imam Muslim mengatakan:
مَنْ سَنَّ ÙÙÙŠ الْإÙسْلَام٠سÙنَّةً Øَسَنَةً، ÙَعÙÙ…ÙÙ„ÙŽ بÙهَا بَعْدَهÙØŒ ÙƒÙتÙبَ Ù„ÙŽÙ‡Ù Ù…Ùثْل٠أَجْر٠مَنْ عَمÙÙ„ÙŽ بÙهَا، وَلَا يَنْقÙص٠مÙنْ Ø£ÙجÙورÙÙ‡Ùمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ ÙÙÙŠ الْإÙسْلَام٠سÙنَّةً سَيّÙئَةً، ÙَعÙÙ…ÙÙ„ÙŽ بÙهَا بَعْدَهÙØŒ ÙƒÙتÙبَ عَلَيْه٠مÙثْل٠وÙزْر٠مَنْ عَمÙÙ„ÙŽ بÙهَا، وَلَا يَنْقÙص٠مÙنْ أَوْزَارÙÙ‡Ùمْ شَيْءٌ
“Barang siapa yg memulai dalam ajaran agama Islam ini sesuatu yg baik, maka dia mau mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yg mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yg memulai ajaran agama dgn sesuatu yg tak baik, maka dia mau mendapatkan dosa orang-orang yg mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.†(HR: Muslim)
Berdasarkan Hadits ini, Imam Syafii radiuallahu anhu, seperti yg dikutip oleh Asy-Syatibi, mengatakan: “Apabila perkara baru yg muncul setelah Rasulullah bertentangan dgn al-Qur’an, Sunah Rasul dan para sahabatnya, dan ijma’, maka ini termasuk perkara baru yg tercela. Namun sebaliknya, ia tak dapat dikatakan perkara baru yg tercela bila tak bertentangan dgn sumber-sumber hukum tersebut. Imam Syafii mengatakan bahwa patokan buruk atau taknya sesuatu itu bukan berdasarkan apa yg pernah dilakukan Rasulullah dan para sahabat saja, tetapi harus merujuk kepada al-Qur’an dan Sunah Rasulullah. Pasalnya ada perbuatan yg tak dilakukan oleh Rasulullah, tetapi para sahabat mengerjakannya dan diikuti oleh banyak orang yg hidup setelahnya hingga saat ini.
Dalam sahih Bukhari, Imam Syafii menyebutkan shalat Tarawih berjamaah pertama kali dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sebelumnya, Rasulullah mengerjakannya sendiri-sendiri, tak berjamaah. Ketika masa Khalifah Abu Bakar, shalat Tarawih juga sendiri-sendiri. Tapi kemudian, ketika masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau melihat para sahabat shalat sendiri, maka beliau kumpulkan dalam satu imam. Beliau menunjuk sahabat Ubaid bin Ka’ab buat menjadi imam. Setelah itu, beliau mengatakan “Sebaik-baik bid’ah ialah ini. Sebaik-baik perkara yg baru, yg tak ada sebelumnya ialah iniâ€. Umar bin Khattab, tak memaknai apa yg tak dilakukan Rasulullah SAW  pasti sesat. Buktinya beliau melakukan sesuatu yg tak pernah dilakukan Rasulullah dan sampai sekarang kita melakukan shalat Tarawih secara berjamaah.
Maasyiral muslimiin jamaah Jum’at yg dimuliakan dan diberkati Allah
Bagaimana pun juga, para ulama tak memahami bahwa segala sesuatu yg tak pernah dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat ialah bid’ah yg sesat. Ada sesuatu yg baru muncul setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sampai sekarang kita masih melakukannya, seperti penulisan tanda titik dan harakat al-Qur’an, namun tak dikatakan sesat oleh banyak ulama. Penambahan titik dan harakat ini dilakukan pertama kali oleh Yahya bin Ya’kub, tabiin yg hidup setelah masa sahabat. Penjelasan ini disebutkan Al Imam Abu Dawud dalam kitabnya Darul Masohib. Pada bagian bahasan sejarah mushaf dijelaskan bahwa Yahya bin Ya’kub ialah orang yg pertama kali menuliskan tanda titik dalam Qur’an. Ketika Rasulullah meminta para Sahabat menuliskan Qur’an, tak ada titiknya. Begitu juga pada saat Khalifah Umar membagikan Al-Qur’an ke beberapa tempat, juga belum adatitiknya.
Penulisan tanda titik dalam Qur’an dimulai pada masa tabiin dan sampai sekarang kita masih membaca al-Qur’an yg ada titik dan harakatnya serta dilengkapi dgn nomor ayat. Hakikatnya bentuk al-Qur’an yg semacam ini tak pernah ada pada masa Rasulullah SAW. Hal ini berati patokan kebenaran itu ialah al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana yg ditegaskan al-Qur’an:
وَمَا آتَاكÙم٠الرَّسÙول٠ÙÙŽØ®ÙØ°Ùوه٠وَمَا نَهَاكÙمْ عَنْه٠ÙَانْتَهÙوا
 “Apa yg diperintahkan oleh Rasullllah, maka kerjakanlah dan tinggalkanlah segala yg dilarang Rasulullah SAW†(QS: Al-Hasyr ayat 7).
Sesungguhnya para ulama tak mengatakan bahwa setiap bid’ah itu pasti sesat. Mereka yg berpendapat bahwa setiap bid’ah sesat selalu berdalil dgn Hadits:
ÙÙŽØ¥Ùنَّ ÙƒÙلَّ بÙدْعَة٠ضَلَالَة
“Sesungguhnya setiap bid’ah ialah sesatâ€
Ibnu Hajar al-Atsqalani menerangkan bahwa Hadits ini memiliki redaksi umum yg bermakna khusus. Kullu bid’atin dhalalah dimaknai dgn sebagian bid’ah sesat, bukan semua bid’ah sesat. Pemaknaan kalimat ini hampir sama dgn firman Allah SWT tentang adzab kaum Aad:
تÙدَمّÙر٠كÙلَّ شَيْءÙ
“Yang menghancurkan segala sesuatu……..†(QS: al-Ahqaf ayat 25)
Meskipun ayat ini menggunakan kata kulla syai’, bukan berati maknanya menghancurkan semua sesuatu, sebab bila dipahami seperti ini maka berati pada waktu itu telah terjadi kiamat. Padahal maksud sebenarnya ialah angin menghancurkan setiap sesuatu yg dilewatinya saja. Sehingga makna kullu di sini dimaknai dgn sebagian besar hancur. Dengan demikian, ketika Rasul mengatakan, kullu bid’atin dhalalah, maknanya bukan berati semua bid’ah sesat, tetapi dimaknai dgn sebagian besar bid’ah yg sesat.
Terlebih lagi, tak mungkin satu Hadits bertentangan pemaknaannya dgn Hadits yg lain. Kalau Hadits yg pertama membolehkan melakukan sesuatu yg baru dan dianggap baik, bahkan orang yg melakukannya mendapatkan pahala dan begitu pula dgn orang yg mengikutinya, maka Hadits berikutnya kullu bid’atin dhalalah, tak dapat dimaknai dgn segala sesuatu yg baru ialah sesat dan orang yg melakukannya mau masuk neraka.
Para ulama mengatakan segala sesuatu ditimbang menurut ukuransyara’,al-Qur’an dan Sunah. Diantara perkara baru ialah peringatan Maulid Nabi SAW. Karenanya penting bagi kita buat memaknai bid’ah, sehingga kita bijaksana dalam menyikapi sesuatu yg muncul baru dan telah menjadi tradisi umat Islam dari generasi ke generasi. Mulai dari abad ketujuh sampai abad kelimabelas, kebanyakan umat Islam melakukannya. Maka kalau seandainya dikatakan bid’ah yg sesat dan masuk neraka, maka tak mau pernah para ulama menulis tentang kebolehanya. Ada ratusan lebih para ulama yg membolehkan maulid Nabi, bahkan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya At Tanbihan Al Wajibat, juga membolehkannya.
Mudah-mudahan, kita dapat memahami sabda Rasulullah dan memaknai Al-Qur’an dgn benar dan mudah-mudahan, kita termasuk orang yg mengikuti Sunah Rasulullah, dan mudah-mudahan kita dijauhkan dari bid’ah-bid’ah yg menyesatkan. Amiiin ya rabbal alamiin.
Â
Khotbah II
اَلْØَمْد٠Ùلله٠رَبّ٠الْعَالَمÙيْنَ، وَبÙه٠نَسْتَعÙيْن٠عَلَى Ø£ÙÙ…Ùوْر٠الدّÙنْيَا وَالدّÙيْنÙ
أَشْهَد٠أَنْ لاَ Ø¥Ùلهَ Ø¥Ùلاَّ الله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ Ù„ÙŽÙ‡ÙØŒ وَأَشْهَد٠أَنَّ Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙÙ‡Ù
اللّهÙمَّ صَلّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى ألÙه٠وَأَصْØَابÙه٠أَجْمَعÙيْنَ وَمَنْ تَبÙعَهÙمْ بÙØ¥ÙØْسَان٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْم٠الدّÙيْنÙ
أَمَّا بَعْدÙØŒ Ùَيَا عÙبَادَ الله٠أÙوْصÙيْكÙمْ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙْسÙيْ بÙتَقْوَى الله٠Ùَقَدْ Ùَازَ الْمÙتَّقÙوْنَ، ÙˆÙŽØ£ÙŽØÙثّÙÙƒÙمْ عَلَى طَاعَتÙه٠لَعَلَّكÙمْ تÙرْØًمÙوْنَ
قَالَ الله٠تَعَالَى ÙÙيْ اْلقÙرْآن٠الْكَرÙيْمÙ: يَاأَيّÙهَا النَّاس٠اعْبÙدÙوا رَبَّكÙم٠الَّذÙÙŠ خَلَقَكÙمْ وَالَّذÙينَ Ù…Ùنْ قَبْلÙÙƒÙمْ لَعَلَّكÙمْ تَتَّقÙونَ، وَقاَلَ رَسÙوْل٠الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ: اتَّق٠اللَّه٠ØَيْثÙمَا ÙƒÙنْتَ وَأَتْبÙعْ السَّيّÙئَةَ الْØَسَنَةَ تَمْØÙهَا وَخَالÙق٠النَّاسَ بÙØ®ÙÙ„ÙÙ‚Ù ØَسَنÙ. صَدَقَ الله٠الْعَظÙيْم٠وَصَدَقَ رَسÙوْلÙه٠النَّبÙيّ٠الْكَرÙيْم٠وَنَØْن٠عَلَى ذلÙÙƒÙŽ Ù…ÙÙ†ÙŽ الشَّاهÙدÙيْنَ وَالشَّاكÙرÙيْنَ وَالْØَمْد٠Ùلله٠رَبّ٠الْعَالَمÙيْنَ
Ø¥Ùنَّ اللَّهَ وَمَلَائÙكَتَه٠يÙصَلّÙونَ عَلَى النَّبÙيّ٠يَاأَيّÙهَا الَّذÙينَ ءَامَنÙوا صَلّÙوا عَلَيْه٠وَسَلّÙÙ…Ùوا تَسْلÙيمًا. اَللّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙلْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ وَالْمÙسْلÙمَات٠وَالْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَالْمÙؤْمÙنَات٠اْلأَØْياَء٠مÙنْهÙمْ وَاْلأَمْوَات٠إÙنَّكَ سَمÙيْعٌ قَرÙيْبٌ Ù…ÙجÙيْب٠الدَّعَوَات٠وَقَاضÙÙŠÙŽ الْØَاجَاتÙ
رَبَّنَا لَا تÙؤَاخÙذْنَا Ø¥Ùنْ نَسÙينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَØْمÙلْ عَلَيْنَا Ø¥Ùصْرًا كَمَا Øَمَلْتَه٠عَلَى الَّذÙينَ Ù…Ùنْ قَبْلÙنَا رَبَّنَا وَلَا تÙØَمّÙلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بÙه٠وَاعْÙ٠عَنَّا وَاغْÙÙرْ لَنَا وَارْØَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا ÙَانْصÙرْنَا عَلَى الْقَوْم٠الْكَاÙÙرÙينَ. رَبَّنَا آتÙنَا ÙÙÙŠ الدّÙنْيَا Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙÙÙŠ الْآخÙرَة٠Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّار
عÙبَادَ اللهÙ! Ø¥Ùنَّ اللَّهَ يَأْمÙر٠بÙالْعَدْل٠وَالْإÙØْسَان٠وَإÙيتَاء٠ذÙÙŠ الْقÙرْبَى وَيَنْهَى عَن٠الْÙÙŽØْشَاء٠وَالْمÙنْكَر٠وَالْبَغْي٠يَعÙظÙÙƒÙمْ لَعَلَّكÙمْ تَذَكَّرÙونَ، ÙَاذْكÙرÙوا اللهَ الْعَظÙيْمَ يَذْكÙرْكÙمْ وَاشْكÙرÙوه٠عَلَى Ù†ÙعَمÙه٠يَزÙدْكÙمْ وَاسْأَلÙوْه٠مÙنْ ÙَضْلÙÙ‡Ù ÙŠÙعْطÙÙƒÙمْ ÙˆÙŽÙ„ÙŽØ°Ùكْر٠الله٠أَكْبَرÙ
Â
(KH Khoiruddin Ansori MAg)