Mengenal Isi Piagam Madinah, Cara Nabi Ciptmau Keadilan & Kesetaraan

Apa Itu Piagam Madinah?

Piagam Madinah dikenal sebagai konstitusi pertama yg tertulis secara resmi dalam perjalanan sejarah manusia. Konstitusi ini mendahului konstitusi mana pun yg pernah ada di dunia, seperti piagam besar Magna Carta yg disepakati di Runnymede Surrey tahun 1215, konstitusi Aristoteles Athena yg ditemukan di Mesir pada tahun 1890, bahkan konstitusi Amerika dan konstitusi Perancis (Kontributor Republika, Demokrasi Madinah: Model Demokrasi Cara Rasulullah (Kumpulan Essai), Jakarta: Penerbit Republika, 2003, hal. 7).

 

Piagam Madinah yg juga dikenal dgn istilah Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan Shahifah Al-Madinah, merupakan kesepakatan damai sekaligus draf perundang-undangan yg mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian. Dan Rasulullah-lah yg memperkenalkan sekaligus melaksanakan draft kebijakan itu bersama seluruh warga Madinah yg sepekat dgn isi perjanjian tersebut (Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu – Isu Aktual, Jakarta: Serambi, 2014, hal. 110. Lihat pula: Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-Press, 78-79).

 

Disebut juga kesepakatan damai sebab seluruh perwakilan kelompok di Madinah turut menandatangani perjanjian itu, termasuk kelompok Yahudi bani Qainuqa, bani Nadhir, dan bani Quraizhah. Bahkan, Nabi sempat mengangkat sekretarisnya dari orang Yahudi supaya mudah mengkirim dan membaca surat berbahasa Ibrani dan Asiria. Namun sebab berkhianat dan bersekongkol dgn musuh, akhirnya sekretaris itu diganti Zaid bin Tsabit. Ini tandanya, Rasulullah memberikan kesempatan yg sama kepada warganya, tanpa melihat latar belakang keyakinannya, selama dia kompeten dan dapat dipercaya (Abdurrahman Mas’ud, Menuju paradigma Islam humanis, Wonosobo: Gema Media, 2003, hal. 85).

 

Melaui piagam inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperkenalkan sistem kehidupan yg harmonis dan damai bagi masyarakat Madinah yg majemuk nan plural. Di sana, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan dasar kehidupan yg kuat bagi pembentukan masyarakat baru, yaitu masyarakat madani yg rukun dan damai. Masyarakat itu setaknya berasal dari 3 kelompok yg berbeda, yakni muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai kelompok mayoritas, non-muslim dari suku Aus dan Khazraj yg belum masuk Islam sebagai kelompok minoritas, dan kelompok Yahudi (Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka Oasis, 2010, hal. 354; Lihat pula: Said Aqil Husin Al-Munawar, Islam humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2001, hal. 22).

 

Baca: Piagam Madinah Rasulullah, Konstitusi Pertama di Dunia

 

Kondisi Faktual Warga Madinah

Beberapa alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyusun draf kesepakatan berupa Piagam Madinah, pertama Madinah merupakan wilayah yg dihuni kelompok masyarakat yg heterogen. Kedua, penduduk Madinah pra-Islam dikenal sebagai kelompok yg akrab dgn peperangan dan konflik, terutama yg dilakukan oleh dua suku besar Aus dan Khazraj. Keduanya bersama sekutu masing-masing dari kelompok Yahudi, yakni bani Quraizhah dan bani Nadhir, berseteru tanpa henti. Konon, bani Quraizhah sebagai sekutu suku Aus, sedangkan Bani Nadhir sebagai suku Khazraj. Sejarah mencatat, tak kurang dari 120 tahun mereka berseteru dan terlibat peperangan (Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqih Sirah: Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah Hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Terjemahan Fuad Syaifudin Nur, dari Fiqh as-Sirah An-Nabawiyyah ma’a Mujaz Litarikh al-Khalifah ar-Rasyidah, Jakarta: Penerbit Hikmah, 2010, hal. 180).

 

Setaknya ada empat perang besar yg terjadi di antara keduanya, yaitu (1) perang Sumir, ‘Aus menang atas Khazraj; (2) perang Ka’b, Khazraj menang atas ‘Aus; (3) perang Hathib, Khazraj menang atas ‘Aus; (4) sebagai puncaknya perang Bu’ats, ‘Aus menang atas Khazraj pada tahun 617 M. Namun setelah Rasulullah hijrah (622 M), kedua musuh bebuyutan ini berangsur-angsur damai. Bahkan mereka sendiri yg sangat merindukan perdamaian, namun selama itu tak ada yg menyatukan (Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II, Jakarta: Rajawali Press, 2004, hal. 24).

 

Dalam konteks ini, Piagam Madinah tak dapat dilepaskan dari strategi Rasulullah mendamaikan kedua suku tersebut, sekaligus menyatukan semua penduduk Madinah, baik pendatang maupun penduduk setempat, baik muslim maupun non-muslim, setelah sebelumnya beliau berhasil mempersaudarakan kaum Muhajirin dgn Anshar (Shafiyyur Rahman Mubarakfuri, Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Terjemahan Abdullah Haidir dari Ar-Rahiqul Makhtum: Bahtsun fi as-Sirah an-Nabawiyyah ala Shahibi Afdhali Shalati wa as-Salam, 1999, Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang al-Sulay-Riyadh, 2005, hal. 77).

 

Bersamaan dgn tahun hijrahnya, Rasulullah mendeklarasikan Piagam Madinah sebagai tata hubungan antarkelompok masyarakat yg hidup di Madinah. Melalui Piagam Madinah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperkenalkan konsep perlindungan negara yg didasari oleh wawasan kerukunan dan perdamaian. Melalui piagam ini, Rasulullah juga berupaya menegaskan konsep kebebasan beragama, tanggung jawab, saling menjaga hak masing-masing setiap warga negara. Karena itu, istilah masyarakat madani yg dikenal sekarang ini erat kaitannya dgn sejarah kehidupan Rasulullah di Madinah, di samping istilah itu juga memiliki makna ideal dalam kehidupan berbangsa dan beragama buat mewujudkan masyarakat yg toleran, rukun, dan akomodatif terhadap perebedaan (Yudi Junadi, Relasi Negara & Agama: Redefinisi Diskursus Konstitusionalisme di Indonesia, Cianjur: The Institute for Migrant Right Press, 2012, hal. 97).

 

Isi Piagam Madinah

Piagam Madinah yg dideklarasikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu memuat 47 tujuh pasal, yg di dalamnya tertuang ketentuan yg mengatur sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan pertahanan. Dalam bidang politik-pertahanan, misalnya, disebutkan bahwa:

 

  1. Seluruh kaum Muslimin dan Yahudi yg tergabung dalam perjanjian, dikategorikan sebagai satu umat dan wajib berjuang bersama-sama dalam menciptakan keamanan nasional dan bela negara bila sewaktu-waktu ada serangan musuh dari luar.
  2. Semua kaum Muslimin dgn berbagai latar belakang suku, seperti suku Quraisy, bani Auf, Saidah, al-Hars, Jusyam, an-Najjar, Amr bin Auf, dihimbau buat tetap kompak bekerja sama, seperti halnya dalam membayar diat dan membebaskan tawanan.
  3. Sesama muslim dan juga Yahudi yg tergabung dalam perjanjian tak diperbolehkan membuat persekutuan baru tanpa seizin pemerintahan Rasulullah.
  4. Sesama kaum Muslimin dan Yahudi berada dalam satu barisan menentang orang-orang zalim dan berbuat kerusakan.
  5. Madinah ialah kota suci sehingga diharamkan berperang dan pertumpahan darah, kecuali kepada mereka yg melakukan pelanggaran, mengancam stabilitas negara, dan mengoyak kerukunan beragama.

 

Dalam hal kebebasan beragama, perlindungan, dan kesetaraan di mata hukum, misalnya, disebutkan bahwa:

 

  1. Siapa pun yg berbuat zalim dan jahat, baik dari kalangan Muslimin maupun Yahudi, tak boleh dilindungi oleh siapa pun, bahkan harus ditentang bersama-sama.
  2. Kaum Muslimin dilarang main hakim sendiri dan bersekongkol dgn pihak lawan.
  3. Selama tak melakukan pelanggaran, kelompok Yahudi dan sekutu-sekutunya berhak atas perlindungan, pertolongan, dan jaminan negara.
  4. Baik kaum Muslimin maupun kaum Yahudi bersama sekutunya diberi kebebasan buat menjalankan agama masing-masing.
  5. Jika pendukung piagam diajak berdamai, dan semua pihak yg terlibat perjanjian memenuhi perdamaiannya, maka kaum Muslimin wajib memenuhi ajakan damai tersebut (Mohamad Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, Volume 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, hal. 204).

 

Tujuan Suci Piagam Madinah

Dari beberapa poin di atas, tampak bahwa Piagam Madinah merupakan peraturan yg dirancang buat persatuan umat, pertahanan nasional, kebebasan dan kerukunan beragama. Kaum Muslimin dan kaum Yahudi bersama sekutu-sekutunya bersama-sama buat bertanggung jawab dan mewujudkan keutuhan dan kedaulatan negara. Kaum Yahudi juga sekutu-sekutunya dianggap sebagai bagian dari kaum Muslimin selama mereka tak melanggar dan menentang pemerintahan. Ini artinya, buat menciptakan bangsa yg berdaulat dibutuhkan masyarakat yg kuat, kompak, dan taat terhadap pemerintahan. Ini pula yg diterapkan Rasulullah, tak hanya kepada kaum Muslimin tetapi kepada yg non-muslim. Selain itu, keadilan Rasulullah dalam perjanjian itu juga terlihat dalam memperlakukan seluruh penduduk Madinah tanpa diskriminatif. Kesetaraan dalam hukum, juga dapat ditunjukkannya dgn tak menganakemaskan kaum Muslimin, atau menganaktirikan yg non-muslim. Siapa pun yg zalim dan khianat dihukum sesuai peraturan yg berlaku (Zuhairi Misrawi, Madinah: Kota Madinah, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW, Jakarta: Kompas, 2009, hal. 317).

 

Dalam waktu singkat Madinah berubah menjadi kekuasaan yg disegani dan layak diperhitungkan. Bahkan, warga Makkah sendiri ketika itu sempat mengkhawatirkan kaum Muslimin melakukan pembalasan kepada mereka. Mereka juga khawatir, kafilah dagang mereka yg berangkat ke (Suriah) mau diganggu sehingga masa depan perdagangan mereka mau hancur. Namun, Rasulullah bukan tipe pendendam dan penguasa yg suka menyalahgunakan kekuasaan. Piagam Madinah dibuat bukan buat memporak-porandakan kekuatan lawan, melainkan membangun umat yg kuat secara politik, bebas dan damai dalam beragama, serta makmur dan berkeadilan secara hukum dan ekonomi, sehingga kekhawatiran masyarakat Makkah pun tak terjadi.

 

Piagam Madinah dalam Konteks Keindonesian

Dengan mengkaji Piagam Madinah dalam konteks kehidupan beragama dan bernegara, kita mau menemukan bahwa otoritas negara terhadap masyarakat yg beragam suku dan keyakinan ialah sebatas pemberian jaminan buat keberlangsungan dan kebebasan memilih atau memeluk agama, menjaga keutuhan negara dan merawat perdamaian dalam kehidupan bersama. Hal ini dapat dilihat dari isi konstitusi yg dirancang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabi dan rasul yg sekaligus sebagai pemimpin pemerintahan.

 

Sewaktu mendirikan pemerintahan Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tak menyebut negaranya sebagai negara Islam, tetapi dgn sebutan umum yg berdasarkan kesepakatan masyarakat atau kontrak sosial. Hubungan agama dan negara diletakkan sebagai relasi yg kuat dan resmi. Pluralitas keagamaan dilihat sebagai keniscayaan yg harus dilindungi. Dalam konteks keindonesiaan, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar yg mencantumkan Sila Pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun tak mencampuri urusan internal umat beragama, negara melatakkan agama sebagai sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-Press, 78-79; Lihat pula: Aksin Wijaya, Hidup beragama dalam sorotan UUD 1945 dan Piagam Madinah, Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009).

 

Kebebasan beragama, sekali lagi, sebagai keniscayaan yg tak mungkin terhindarkan. Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar sama-sama meletakkan kebebasan beragama, dan pelaksanaan keyakinan dijamin oleh negara. Akan tetapi, kebebasan itu ada pada ketaraturan dan tak boleh menciderai keyakinan warga negara lainnya. Intinya, kehadiran negara ialah penjaga kemaslahatan umat. Keberagaman dan perbedaan tetap harus dirawat. Warga negara diberikan kebebasan menjalankan keyakinan, namun dalam bingkai ketaatan kepada hukum dan kesepakatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

 

 

M. Tatam Wijaya, Pegiat Muslim for Crisis Center (IMC2) Jakarta (2016)

 

 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.