Meredam Keakuan, Menumbuhkan Kebersamaan

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Tahukah Anda kata yg paling banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari? Penelitian tentang hal ini pernah dilakukan, walaupun bukan di tanah air.

Ali Amin, wartawan kawakan dari Mesir, menulis dalam harian Akhbar Al-Yaum bahwa suatu perusahaan telepon merekam lima ratus percakapan dalam rangka mengetahui kata yg paling banyak digunakan. Dan, ternyata, kata tersebut ialah yg menunjuk pada diri pembicara seperti “Aku” atau “Saya. Ia terulang sebanyak 3.999 kali atau sama dgn delapan kali setiap dilakukan suatu percakapan. Sayg, tak diinfomasikan berapa lama berlangsung setiap percakapan itu.

Rupanya, kata “Aku” atau “Saya” merupakan kata yg paling ringan ,indah dan lezat buat diucapkan, walaupun sering kali kata tersebut merupakan kata yg “berat” terdengar di telinga mitra bicara kita. Apakah hal ini merupakan indikator tentang mendalamnya individualisme, serta menonjolnya “keakuan” manusia dewasa ini? Mungkin. Tetapi, bukan di sini tempatnya buat menjawabnya. Yang mau kita bicarakan ialah pandangan agama tentang hal tersebut.

Tentu saja mustahil kata “Aku” atau “Saya” dihapus dari kamus bahasa manusia. Tetapi manusia dapat dituntut, kapan dan bagaimana ia menggunakannya. Dari Al-Qur’an, kita dapat menemukan petunjuk-petunjuk tersirat melalui ayat-ayatnya yg tersurat.

Tuhan dan manusia menggunakan kata “Aku” atau “Saya”, walaupun diakui bahwa Allah SWT Mahamutlak serta tak ada yg menyamai kebesaran dan keagungan-Nya, namun jarang sekali Dia Yang Mahakuasa itu menggunakan kata-kata “Aku” atau “Saya”. Jika dikhawatirkan timbul kesalahpahaman tentang Zat atau wewenang-Nya barulah kata-kata tersebut digunakan. Pada umumnya, Tuhan menunjuk kepada diri-Nya dgn bentuk jamak, yg antara lain mengandung makna keterlibatan mahluk bersama-Nya dalam aktivitas yg ditunjuk.

Manusia-manusia pilihan Tuhan menggunakan kata “aku” bukan dalam rangka menonjolkan keakuan, tetapi menggambarkan kebutuhan dan kelemahan mereka khususnya di hadapan Allah SWT. Perhatikan, misalnya, ayat berikut ini.

قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ، إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ

Artinya: “Katakanlah: “Aku tak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku.dan tak pula aku mengetahui yg gaib, dan tak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tak mengetahui kecuali apa yg diwahyukan kepadaku.” (QS al-An‘am: 50).

Demikian juga halnya bila buat satu dan lain sebab mereka menonjolkan keistimewaan, sebagaimana dicontohkan dalah ayat berikut.

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Ini ialah sebagian dari anugerah Tuhanku, dalam rangka mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya) (QS 27 :40).Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku dan aku mengetahui dari Allah apa yg tak kamu ketahui.” (QS  Yusuf: 86).

Di samping itu, kalau kata “Aku” mereka gunakan, maka itu dalam rangka menggabungkan diri ke dalam kelompok. Orang-orang terpuji menyatakan keislaman mereka dgn berucap, Dan saya termasuk kelompok orang Muslim, atau Aku diperintahkan menjadi salah seorang dari kaum Muslimin (lihat QS Yunus:72; Fussilat: 33).

Umat Islam dituntut oleh Al-Qur’an buat mengucapkan:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya: “Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon bantuan” (QS al-Fatihah: 5).

Ia tak dibenarkan mengubah kata “kami” menjadi “aku” walaupun ketika ia shalat sendirian. Hal ini antara lain memberi kesan bahwa keakuan seorang Muslim secara konseptual harus lebur dalam “aku-aku” yg lain. Ia harus selalu bersama orang atau mahluk-mahluk yg lain. Kebersamaan tersebut menghasilkan keterikatan seorang Muslim dgn sesama manusia, sehingga merasakan derita orang lain. ”Bagaikan satu jasad yg memiliki organ-organ; seluruh jasad merasakan keluhan organ lain yg terkecil sekalipun.”

Kiranya dari sini kita dapat memahami,mengapa tokoh Qarun—seorang kaya raya pada masa Musa a.s. yg tak merasakan derita orang lain-–dikecam Al-Qur’an ketika menonjolkan keakuanya dgn berkata: 

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي

“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, sebab ilmu yg ada padaku” (QS 28 :78).

Ciri Agama Islam ialah kebersamaan, dan ia harus mewarnai seluruh aktivitas Muslim—termasuk mewarnai ucapan-ucapanya. Wallahu A’lam.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Alif Budi Luhur

* Mayoritas isi materi khutbah ini mengutip tulisan M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, 2007 (Bandung: Mizan). 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.