Kata “hizbullah†dapat diterjemahkan kelompok Allah, golongan Allah, pengikut Allah, teman Allah, partai Allah, dan seterusnya. Kata ini dapat ditemukan pada dua surat di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maidah ayat 56 dan Surat Al-Mujialah ayat 22.
Pada Surat Al-Maidah ayat 56 Allah berfirman sebagai berikut:
وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسÙولَه٠وَالَّذÙينَ آمَنÙوا ÙÙŽØ¥Ùنَّ ØÙزْبَ اللَّه٠هÙم٠الْغَالÙبÙونَ
Artinya, “Siapa saja yg menjadikan Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yg beriman sebagai penolongnya, maka sungguh golongan Allah itulah yg menang.â€
Ayat ini turun terkait keberpihakan seseorang terhadap kelompok kafir atau kelompok Muslim. Seseorang yg berpihak kepada umat Islam yg tulus termasuk golongan Allah atau “partai Allah†sebagai keterangan di dalam At-Tafsirul Wajiz berikut ini:
ومن يستنصر بالله ورسوله والمؤمنين الصادقين القائمين بنصر شرع الله Ùإن أنصار دين الله هم الغالبون لتأييد الله لهم بنصره. وسبب النزول ما تقدم من تمسك عبد الله بن أبي بØÙ„ÙÙ‡ مع بني قينقاع وتبرؤ عبادة من ØÙ„Ùهم
Artinya, “Siapa saja yg meminta pertolongan Allah, rasul-Nya, dan orang-orang beriman yg benar dan menolong syariat-Nya, maka sesungguhnya penolong agama Allah itulah yg menang sebab pertolongan Allah di pihak mereka. Sebab turun ayat ini telah dijelaskan telah lalu, yaitu konsistensi sumpah Abdullah bin Ubay (munafiq) dgn Bani Qainuqa dan pembebasan diri Ubadah dari sumpah mereka,†(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhaily, At-Tafsirul Wajiz, [Damaskus, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan kedua, halaman 118).
Siapakah orang beriman sungguhan itu? Pada ayat 55, Allah menjelaskan sifat-sifat orang yg beriman yg dimaksud pada ayat 56. Mereka ialah mereka yg melakukan shalat dan zakat sebab tunduk kepada Allah, bukan sebab agenda lain sebagai keterangan Tafsir Mahasinut Ta’wil berikut ini:
Artinya, “(Penolongmu ialah Allah) yg mengalirkan semua kebaikan kepadamu (rasul-Nya) yg menjadi perantara kebaikan Allah (dan orang-orang beriman) yg membantu kamu melalui perilaku keseharian mereka dalam menjadikan Allah dan rasul-Nya sebagai penolong sebab mereka (mengerjakan shalat) ibadah fisik terlengkap (menunaikan zakat) sebagai cara pemutus cinta kita terhadap harta yg dapat mengobarkan syahwat, (sedang mereka rukuk) hal dari dua fi‘il. Mereka mengamalkan semua itu baik shalat maupun zakat dalam keadaan khusyuk, tawadhu, dan merendah kepada Allah tanpa ujub. Pasalnya, pandangan mereka berpengaruh pada siapa yg membantu mereka dalam menjadikan Allah dan rasul-Nysa sebagai penolong,†(Lihat M Jamaluddin Al-Qasimi, Tafsirul Qasimi atau Mahasinut Ta‘wil, [tanpa catatan kota dan tahun], cetakan pertama, juz V, halaman 2042).
Kata “hizbullah†atau “partai Allah†juga dapat ditemukan pada Surat Al-Mujialah ayat 22 berikut ini:
Artinya, “Kau takkan mendapatkan suatu kaum yg beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayg dgn orang yg menentang Allah dan rasul-Nya sekalipun mereka ialah bapak, anak, saudara, atau keluarga mereka sendiri. Allah telah menitipkan keimanan di hati mereka dan meneguhkan mereka dgn roh dari-Nya. allah mau memasukkan mereka ke dalam surga yg mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal di dalamnya. Allah rela terhadap mereka. mereka pun rela terhadap-Nya. Mereka ialah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yg mau menang.â€
M Jamaluddin Al-Qasimi mencoba menjelaskan lebih lanjut kata hizbullah, partai Allah, golongan Allah, atau kelompok Allah pada keterangan berikut ini:
Artinya, “Kelima, makna firman Allah (golongan Allah itulah yg menang) ialah bahwa mereka itulah yg mau menang. Isim zhahir ditempatkan di tempat isim dhamir yg merujuk pada ‘man’ sebagai alasan kemenangan. Mereka ialah golongan Allah. Seolah dikatakan, ‘Siapa saja yg mengangkat mereka sebagai penolong, maka mereka itu golongan Allah. Golongan Allah itulah yg mau menang.’ Kata ‘hizb’ atau golongan asalnya ialah sekelompok orang yg bersatu sebab sebuah motif yg mempersatukan mereka. Ada ulama yg mengatakan, ‘hizb’ atau golongan atau partai merujuk pada sekelompok orang yg kompak dan solid. Kata ‘hizb’ lebih khusus dibanding kata ‘jemaah’ dan ‘kaum’,†(Lihat M Jamaluddin Al-Qasimi, Tafsirul Qasimi atau Mahasinut Ta‘wil, [tanpa catatan kota dan tahun], cetakan pertama, juz V, halaman 2042).
Syekh Wahbah Az-Zuhaily menjelaskan bahwa golongan Allah atau partai Allah ialah umat Islam yg menjaga loyalitasnya buat kepentingan Islam. Mereka lebih rela mengorbankan apa saja buat kepentingan Islam sebagai berikut ini:
Artinya, “(Kau takkan mendapati kaum yg beriman kepada Allah dan hari akhir di mana mereka mencintai dan menjadikan orang yg menentang Allah dan rasul-Nya serta menyalahi putusan hukum-Nya sebagai teman dekat mereka). Maksudnya, orang beriman tak seharusnya menjadikan orang kafir sebagai teman dekat sekalipun mereka itu orang tua, anak, saudara, atau kerabat mereka sendiri. Maksudnya, sekalipun mereka yg menentang Allah dan rasul-Nya ialah ayah-ayah yg mereka cintai… sebab keimanan kepada Allah melarang yg demikian itu,†(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhaily, At-Tafsirul Wajiz, [Damaskus, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan kedua, halaman 546).
Mereka, kata M Jamaluddin Al-Qasimi, ialah orang-orang yg hatinya terang oleh cahaya ilahi. Mereka memiliki batin yg kuat dan teguh dalam keimanan sebagai berikut ini:
Artinya, “(Mereka) isyarat yg merujuk pada orang-orang yg tak mencintai orang kafir (Allah telah meneguhkan keimanan di hati mereka) Allah memantapkannya di batin mereka. (Allah menguatkan mereka dgn roh dari-Nya) dgn cahaya, ilmu, dan kelembutan di mana hati mereka menjadi mulia di dunia,†(Lihat M Jamaluddin Al-Qasimi, Tafsirul Qasimi atau Mahasinut Ta‘wil, [tanpa catatan kota dan tahun], cetakan pertama, juz XVI, halaman 5729).
Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat menyimpulkan bagaimana kerasnya sikap hizbullah, golongan Allah, atau partai Allah terhadap hizbus syaithan atau golongan setan yg terdiri atas orang-orang kafir.
Di sini perlu dibedakan secara jelas antara kafir dan dzimmi. Yang mesti dimusuhi ialah golongan kafir. Sementara golongan dzimmi harus diperlakukan sebagai saudara sebagai persaudaraan dgn sesama Muslim. Dzimmi ialah non-Muslim yg hidup rukun dgn umat Islam.
M Jamaluddin Al-Qasimi dalam tafsirnya menyebutkan sejumlah riwayat bagaimana kedekatan Rasulullah dan Yahudi yg saling menjamu seperti diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Ia juga mengisahkan bagaimana Sayyidina Umar menempatkan setara posisi dzimmi dan Muslim sehingga non-Muslim memiliki hak dan kewajiban yg sama dgn warga negara Muslim. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)