Perbedaan Nuzulul Qur’an & Lailatul Qadar

Nuzulul Quran ialah waktu di mana Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Di Indonesia lazim diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan, umumnya di malam hari. Hampir di seluruh tempat di Nusantara mengadakan seremoni layaknya memperingati Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan hari besar lainnya. Banyak cara masyarakat mengisi acara Nuzulul Quran, mulai dari tumpengan, pengajian, istighotsah, tahlil, khataman Al-Qur’an, dan sebagainya. 

Sementara Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadar (Surat al-Qadar ayat 1), yaitu malam paling spesial di bulan suci, malam yg sangat diharapkan seluruh umat Muhammad, ia lebih baik dari pada seribu bulan. Pendapat yg paling populer bahwa Lailatul Qadar terjadi di sepuluh akhir bulan Ramadhan, salah satu indikasinya Nabi sangat menekankan I’tikaf dan ibadah lainnya di waktu-waktu tersebut.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana korelasi antara dua narasi di atas? Mengapa dapat berbeda antara peringatan Nuzulul Quran dan diturunkannya Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar?

Beberapa pakar tafsir menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan dua kali proses. Pertama, diturunkan secara keseluruhan (jumlatan wahidah). Kedua, diturunkan secara bertahap (najman najman). Sebelum diterima Nabi di bumi, Allah terlebih dahulu menurunkannya secara menyeluruh di langit dunia, dikumpulkan jadi satu di Baitul Izzah. Selanjutnya malaikat Jibril menurunkannya kepada Nabi di bumi secara berangsur, ayat demi ayat, di waktu yg berbeda-beda sesuai dgn kebutuhan selama dua puluh tahun, pendapat lain dua puluh satu tahun.

Pakar tafsir terkemuka, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi menegaskan:

وَلَا خِلَافَ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عَلَى مَا بَيَّنَّاهُ جُمْلَةً وَاحِدَةً، فَوُضِعَ فِي بَيْتِ الْعِزَّةِ فِي سَمَاءِ الدُّنْيَا، ثُمَّ كَانَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْزِلُ بِهِ نَجْمًا نَجْمًا فِي الْأَوَامِرِ وَالنَّوَاهِي وَالْأَسْبَابِ، وَذَلِكَ فِي عِشْرِينَ سَنَةً.

“Tidak ada perbedaan bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfuzh pada malam Lailatul Qadar secara keseluruhan seperti penjelasan kami. Maka Al-Qur’an terlebih dahulu diletakan di Baitul Izzah di langit dunia. Kemudian Jibril menurunkannya secara berangsur tentang perintah, larangan dan sebab-sebab lainnya. Demikian itu terjadi selama 20 tahun.”

 وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ أُنْزِلَ الْقُرْآنَ مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى الْكَتَبَةِ فِي سَمَاءِ الدنيا، ثم نزل بِهِ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ نُجُومًا- يَعْنِي الْآيَةَ وَالْآيَتَيْنِ- فِي أَوْقَاتٍ مُخْتَلِفَةٍ فِي إِحْدَى وَعِشْرِينَ سَنَةً

“Sahabat Ibnu Abbas berkata, Al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfuzh secara menyeluruh kepada para malaikat pencatat wahyu di langit dunia, kemudian Jibril turun membawanya secara berangsur, satu dan dua ayat, di waktu yg berbeda-beda selama 21 tahun.” (Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an/Tafsir al-Qurthubi, juz 2, hal. 297).

Proses turunnya Al-Qur’an secara total ini terjadi di bulan malam Lailatul Qadar, tepatnya malam 24 Ramadhan. Pendapat ini sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Ibnu Abbas dan Watsilah bin al-Asqa’.

Imamul Mufassirin (pemimpin para pakar tafsir), Syekh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari menyampaikan riwayat tersebut dalam kitab tafsirnya sebagai berikut:

كَمَا حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ قَالَ ثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ أَبِي الْأَشْرَسِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ أُنْزِلَ الْقُرْآنُ جُمْلَةً مِنَ الذِّكْرِ فِي لَيْلَةِ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنْ رَمَضَانَ، فَجُعِلَ فِي بَيْتِ الْعِزَّةِ

“Sebagaimana bercerita kepadaku Abu Kuraib, beliau berkata, bercerita kepadaku Abu Bakr bin ‘Ayyasy dari al-A’masy dari Hassan bin Abi al-Asyras dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas beliau berkata; Al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan pada malam 24 dari bulan Ramadhan, kemudian diletakan di Baitul Izzah.” 

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ، قَالَ: ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ رَجَاءٍ، قَالَ: ثنا عِمْرَانُ الْقَطَّانُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ ابْنِ أَبِي الْمَلِيحِ، عَنْ وَاثِلَةَ، ” عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: نَزَلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنْ رَمَضَانَ

“Bercerita kepadaku Ahmad bin Manshur, ia berkata, bercerita kepadaku Abdullah bin Raja’, ia berkata, bercerita kepadaku Imran al-Qatthan dari Qatadah dari Ibnu Abil Malih dari Watsilah dari Nabi, beliau bersabda; lembaran-lembaran Nabi Ibrahim turun pada awal bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada 13 Ramadhan, Al-Qur’an diturunkan pada 24 Ramadhan.” (Syekh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wili Ayil Quran/ Tafsir al-Thabari, juz 3, hal. 188).

Dalam proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap, wahyu pertama yg diterima Nabi ialah Surat al-‘Alaq dari ayat satu sampai lima. Saat Nabi mencapai usia 40 tahun, Allah mengutusnya buat alam semesta, mengeluarkan mereka dari sesatnya kebodohan menuju terangnya pengetahuan. Tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah, Nabi menerima wahyu buat pertama kalinya.

Pakar sejarah Nabi, Syekh Muhammad al-Khudlari Bik menegaskan:

ـ )بَدْءُ الْوَحْيِ (لَمَّا بَلَغَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ سِنَّ الْكَمَالِ وَهِيَ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً أَرْسَلَهُ اللهُ لِلْعَالَمِيْنَ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا لِيُخْرِجَهُمْ مِنَ ظُلُمَاتِ الْجَهَالَةِ إِلَى نُوْرِ الْعِلْمِ وَكَانَ ذَلِكَ فِيْ أَوَّلِ فَبْرَايِرْ سَنَةَ ٦١٠ مِنَ الْمِيْلَادِ كَمَا أَوْضَحَهُ الْمَرْحُوْمُ مَحْمُوْدْ بَاشَا اَلْفَلَكِيُّ، تَبَيَّنَ بَعْدَ دِقَّةِ الْبَحْثِ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ فِيْ 17 رَمَضَانَ سَنَةَ 13 قَبْلَ الْهِجْرَةِ وَذَلِكَ يُوَافِقُ يُوْلِيُوْ سَنَةَ ٦١٠

“(Fasal Pertama kali wahyu turun). Saat Nabi menginjak usia matang, yaitu 40 tahun, Allah mengutusnya buat alam semesta seraya menggembirakan dan memperingatkan, buat mengeluarkan mereka dari gelapnya kebodohan menuju cahaya ilmu. Demikian itu terjadi di awal bulan Februari tahun 610 Masehi seperti yg dijelaskan Syekh Mahmud Basya sang pakar astronomi. (Namun) setelah penelitian yg cermat, telah jelas bahwa peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah, bertepatan dgn bulan Juli tahun 610 Masehi.” (Syekh Muhammad al-Khudlari Bik, Nur al-Yaqin Fi Sirati Sayyid al-Mursalin, hal. 19).

Dari referensi di atas dapat dipahami bahwa peringatan Nuzulul Quran yg populer di Indonesia mengacu pada sejarah pertama kali turunnya Al-Qur’an dalam proses kedua, yaitu dari Baitul Izzah kepada Nabi di bumi.

Perbedaan pendapat mengenai kapan wahyu pertama turun memang tak dapat dihindari. Selain tanggal 17 Ramadhan ada pula yg berpendapat terjadi tanggal 7, 8, dan 21 Ramadhan. Bahkan beberapa pendapat ada yg menyebut bukan di bulan Ramadhan.

Namun, perayaan Nuzulul Quran di setiap tanggal 17 Ramadhan yg telah turun-temurun terlaksana tanpa ada pengingkaran dari para ulama, setaknya memiliki pembenaran dari sudut pandang sejarah menurut satu versi. Oleh sebabnya, tak perlu fanatik secara berlebihan dgn menyalahkan pihak yg berbeda dgn pendapat yg diyakini. Siapa pun boleh merayakan Nuzulul Quran di selain tanggal 17 Ramadhan dgn tetap menghormati pendapat lain yg berbeda.


Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.