Peserta PIN-MB Kemenag Belajar Kesuksesan PBNU Dalam Moderasi Bergama

– Kementerian Agama menggelar Pendidikan Instruktur Nasional Moderasi Beragama (PIN-MB) di Pusdiklat Kemenag Ciputat. Salah satu rangkaian kegiatan ialah kunjungan ke Pimpinan Pusat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Rombongan panitia dan peserta PIN MB terdiri atas 60 dosen dan 100 mahasiswa PTKI se-Indonesia. Rombongan dipimpin oleh Ruchman Basori, Kasubdit Sarana, Prasarana, dan Kemahasiswaan Dirjen Pendis Kemenag RI. Mereka diterima oleh Dr. KH. Mujib Qulyubi, Wakil Katib Syuriyah Nahdlatul Ulama. Dr. Mastuki Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama.

Dalam sambutannya, Ruchman mengatakan bahwa banyak riset, misalnya Alvara Research menemukan bahwa banyak mahasiswa dan dosen terpapar radikalisme. “Maka dalam lima tahun terakhir Kemenag mengarusutamakan moderasi beragama,” kata Ruchman Basori. Dikutip dari media Monitor, Senin (30/12/2019)

Ruchman menambahkan bahwa kunjungan ini bertujuan buat mendapatkan kisah sukses PBNU sebagai sentrum moderasi beragama. “Pengalaman ini dapat dibawa pulang buat inspirasi pengembangan moderasi beragama di berbagai daerah,” ujarnya.

Dr. KH. Mujib Qulyubi pun mengamini statemen Ruchman, bahwa antimoderasi beragama telah mengakar di berbagai instansi, misalnya di BUMN. Kementerian dan Direksi telah mendukung moderasi dgn bekerjasama dgn NU tetapi dibatalkan oleh panitia.

Oleh sebab itu, KH Mujb menambahkan bahwa salah satu strategi yg harus dilakukan ialah Amaliah Nahdliyyah harus dipraktekkan dan bahkan menjadi ujian akhir di sekolah formal.

KH Mujib menambahkan, radikalisme muncul sebab tak tahu mau ajaran agama secara mendalam. Kalimat yg murni telah dialihkan, misalnya hijrah, khilafah, jihad, kembali ke Qur’an.

“Ada hidden curriculum buat mengalihkan menuju agenda sempit radikalis. Kalimat murni ‘kembali kepada Qur’an’ oleh mereka disisipi dgn pesan jangan percaya kepada ulama, kiai, kitab kuning, ushul fikih. Penggerak mereka ialah jebolan timur tengah yg tak pernah diasah sehingga budaya Arab dibawa ke sini,” terangnya.

Mengutip pernyataan KH Abdul Wahab Hasbullah, KH. Mujib mengatakan Islam dan Arab ialah dua hal yg berbeda. Akan tetapi, keduanya tak terpisahkan satu dan yg lain.

“Pemeluk agama Islam pertama ialah Arab, tetapi musuh pertama Islam ialah juga Arab,” tandasnya.

Menurutnya, salah satu ancaman ialah doktrin HTI. “Diam tak membicarakan khilafah ialah maksiat terbesar. Maka mereka selalu membahas khilafah yg mau menggantikan negara-bangsa. Itulah kenapa moderasi beragama mulai ditarik ke kanan,” jelasnya.

Masih dalam tuturan KH Mujib, di sisi lain, Arab Saudi dgn pangeran Muhammad bin Salman telah menggunakan istilah tawasuth, tawazun, dan i’tidal. Semangatnya telah menengah. Sedangkan di Indonesia ditarik ke kanan. “Ini perlu diperhatikan,” tegas KH Mujib.

“Pandangan NU ialah mencintai negara secara sepenuhnya, kecuali negara melarang ibadah. Spirit NKRI harga mati diilhami Muktamar NU di Banjarmasin 1932 dalam Bughyatul Mustarsyidin bahwa negeri yg dapat menyelenggarakan ibadah maka itu ialah negara damai Darussalam,” tutur KH Mujib.

KH Mujib lagi-lagi mengatakan, NU menjaga keseimbangan. Agama 100% dan Indonesia 100%. Ia kembali mengutip statemen KH Tholhah Hasan, bahwa negara Arab pada umumnya beragama Islam hancur sebab mereka kehilangan cinta kepada bangsanya. Mereka tak rukun dan memperjuangkan kepentingan masing-masing.

Ia menambahkan, para Kiai dulu menyatukan agama dan negara dgn mengacu pada kitab Ihya Ulum ad-Dinnya Imam Al-Ghazali.

“Negara dan agama ialah saudara kembar yg wajib ditegakkan. Agama ialah fondasi. Negara ialah penjaga. Agama tanpa negara maka hilang. Negara tanpa fondasi mau sia-sia,” tegasnya.

Maka NU segera mengambil sikap bahwa Salat Jumat di Monas hukumnya tak sah. Karena perilaku mereka mengarah pada ekstremisme. Bangsa harus dijaga dan agama tak boleh dikurangi,” kata KH Mujib.

Lebih jauh, KH Mujib menekankan, tak cukup jadi saleh tapi harus muslih. Saleh sendiri itu egois dan itu tak cukup. Saleh harus membuat lingkungan jadi saleh. Menurutnya, perlu ada keseimbangan antara idealisme dan pragmatisme.

“Islam ialah keseimbangan anntara Musa dan Isa. Yahudi dan Nasrani. Qadha dan qadar. Jangan khawarij dan jangan syiah. Bukan jabriah bukan qadariah. Bukan jahmiyah dan muktazilah. Sebab itulah NU menggunakan filosofi sarungan. Sarungan itu moderat,” jelasnya.

Sementara itu, KH. Mastuki selaku pimpinan LPT U menjelaskan bagaimana hidup sebagai negara kesatuan RI. Ia mengatakan, NU menyeimbangkan sebagai hamba Tuhan dan warga negara. Moderasi ada pada keseimbangan dan keadilan. Keduanya menjadi prinsip NU. Tawasuth atau wasathiyah. Menjadi common platform, fikrah Nahdliyyah dan manhaj.

“Paus Fransiskus bertemu dgn Syaikh Al-Azhar. Harus diikat menjadi satu. Sebagaimana piagam Madinah yg sama-sama diakui dan melahirkan masyarakat. Bagus Kemenag telah mengarusutamakan moderasi,” tambah KH Mastuki.

Meskipun demikian, kata dia, menjadi moderat tak mudah sebab ia diserang dua kutub ekstrem. Moderasi pun jangan terjebak ekstremisme yg lain. Melawan khilafah dgn ekstrem pun dapat bermasalah dan terjebak dalam ekstremisme lain.

“Yang jadi patokan dalam moderasi ialah kemanusiaan dan kewargaan. Segala yg bertentangan dgn kemanusiaan dan kewargaan ialah bertentangan dgn moderatisme,” kata KH. Mastuki.

KH Mujib menambahkan bahwa moderat harus paham batas dan memiliki kekayaan pengetahuan dan wawasan. Harus pakai Qur’an, hadits, ijmak, ushul fikih. Selain itu harus ditambah dgn tasawuf itu sangat moderat, ada khauf (takut) dan ada raja (berharap).

“Kita harus beribadah serius (khauf) tetapi tak boleh sombong (raja),” ujarnya.

Dikatakan dia, menjadi NU dalam amaliah ialah given. Sebab, merasa NU hanya sebab Amaliah NU itu membonsai NU hanya sebatas masjid dan kuburan.

“NU harus ada di parpol, kementerian, kantor, pasar, dan jalan. Program NU harus masuk ke pendidikan, kesehatan, dan ekonomi,” tuturnya.

Di akhir dialog, KH Mujib pun berpesan, buat menjadi NU harus memiliki fikrah Nahdliyyah (ideologi ke-NU-an), dan Harakah Nahdliyyah harus diperkuat. Dakwahnya harus bervisi moderatisme NU, bukan dgn pentungan. Walisongo mengislamkan orang Nusantara hanya 50 tahun sebab visi moderatisme. Menjadi NU harus paripurna, menjadi Syakhsiyah Nahdliyyah Kamilah Tammah.

Baca Juga:  Kenang Mendiang Glenn Fredly, PBNU: Lantunan Shalawatmu Jadi Saksi





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.