Mendekati akhir tahun 2021, para pakar epidemiologi berspekulasi tentang gelombang ketiga pandemi yg mungkin terjadi di Indonesia. Prediksi mau adanya siklus pandemi ini mulai membuat khawatir masyarakat mau kembali meningkatnya kasus Covid-19. Berbagai agenda yg telah direncanakan buat dihelat pada kurun waktu tersebut pun diminta supaya tetap memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.
Bagaimana Islam memandang persoalan prediksi pandemi? Adakah waktu-waktu tertentu yg dipandang memiliki kerentanan sehingga kemungkinan mau memunculkan peluang terjadinya wabah? Apa kaitan faktor lingkungan di sekitar waktu terjadinya prediksi wabah tersebut yg tertulis pada kitab-kitab klasik karya ulama terdahulu?
Para ulama dan penulis kitab-kitab pengobatan islami telah mencermati fenomena berulangnya wabah berdasarkan pengalaman penelitian dan observasi yg ilmiah. Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitab Thibbun Nabawi memuat sebuah prediksi dari Nabi dan keterangan dari ulama tentang waktu-waktu rentan munculnya wabah sebagai berikut:
“Nabi saw bersabda, ‘Tutuplah wadah-wadahmu dan rapatkan tali-tali kantung airmu, sebab dalam setiap tahun ada suatu malam yg di dalamnya turun wabah penyakit dari langit, dan apabila ia turun pada wadah-wadah yg tak ditutup atau pada kantung air yg talinya tak dirapatkan, maka sebagian dari wabah penyakit itu mau jatuh ke dalamnya. Hadits ini telah diriwayatkan oleh Muslim. Al-Laitsi mengatakan bahwa di kalangan orang-orang ‘ajam kita ada yg waspada sehingga berjaga-jaga terhadap malam itu, khususnya di Kanun al-awwal.” (Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: 188)
Ada dua aspek penting yg berbeda dalam pemaknaan hadits di atas. Aspek yg pertama disampaikan Nabi terkait dgn anjuran menutup wadah air di waktu malam disambung dgn prediksi turunnya wabah tanpa merinci waktunya. Hal ini dapat disikapi dgn penuh keimanan oleh setiap muslim sebab Nabi dapat memprediksi sesuatu yg mau datang. Prediksi Nabi disertai dgn anjuran supaya dilaksanakan oleh umatnya pada masa mendatang, yaitu setelah anjuran tersebut disampaikan. Aspek kedua ialah penjelasan ulama tentang hasil observasinya terhadap kemunculan wabah di waktu yg disebut Kanun al-Awwal. Aspek yg kedua ini bukanlah prediksi, tetapi merupakan kesimpulan hasil pengamatan dari pengalaman sebelumnya.
Kanun al-Awwal yg disebutkan pada kitab tersebut ialah suatu periode waktu tertentu di sekitar bulan Desember. Berdasarkan penjelasan tersebut, ada siklus tahunan yg menjadi waktu munculnya pandemi atau wabah penyakit. Prediksinya berasal dari Nabi dgn tanpa merinci waktu tertentu. Namun, keterangan tentang waktu yg disebutkan selanjutnya bukanlah berasal dari Nabi SAW melainkan dari penjelasan ulama. Oleh sebab itu, pendapat ulama ini bukan merupakan prediksi tetapi merupakan hasil penelitian ulama secara empiris atau berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Riset dgn pengalaman empiris berdasarkan fenomena yg berulang dari waktu sebelumnya lazim dilakukan oleh para ilmuwan. Fenomena pandemi memang memiliki peluang siklus berulang. Epidemiolog membuat prediksi tentang mau adanya gelombang ketiga pandemi di Indonesia berdasarkan pola sebelumnya yg telah dipelajari. Prediksi ilmuwan yg tentu merupakan manusia biasa bukanlah kepastian, tetapi merupakan model kajian ilmiah yg memiliki peluang buat terjadi sekaligus dapat salah.
Bukti bahwa prediksi ilmuwan dapat meleset ialah prediksi gelombang ketiga pandemi Covid-19 itu sendiri. Epidemiolog semula memprediksi bahwa gelombang ketiga mau terjadi pada bulan Oktober 2021. Namun, pada akhir Bulan September 2021, epidemiolog meralat bahwa prediksi gelombang ketiga pandemi Covid-19 mau mundur ke Bulan Desember 2021.
Apabila konsep observasi ulama Islam tentang pengalaman pandemi diterapkan ke situasi Covid-19, ada beberapa kesesuaian yg terbukti benar. Pandemi Covid-19 muncul pertama kali di sekitar Bulan Desember 2019. Setelah kemunculannya, jumlah kasus terus menerus naik dan mencapai puncaknya secara global pada Bulan Januari 2021.
Tokoh kedokteran Islam, Ibnu An-Nafis, juga memiliki kesimpulan tentang hasil observasi waktu terjadinya pandemi yg jatuhnya sama dgn Kanun Al-Awwal yaitu sekitar bulan Desember. Beliau menyatakan dalam Kitab Al-Mujaz fit Thibb sebagai berikut:
“Wabah sering terjadi pada bulan Desember dan Januari, bulan dmau. Jika banyak tanda-tanda hujan, tetapi tak hujan dan hal ini terjadi berulang-ulang, maka watak musim dmau rusak.” (Ibnu An-Nafis, Al-Mujaz fit Thibb, Mesir, Al-Majlis Al-A’la lisy-Syu’un Al-Islamiyyah, 1986:304)
Keterangan Ibnu An-Nafis di atas ketika ini terbukti. Fenomena puncak gelombang pertama pandemi Covid-19 secara global terjadai pada Januari 2021. Beliau juga menyebutkan faktor lingkungan dalam penelitiannya, yaitu musim dmau. Musim dmau di Arab dan sekitarnya memang biasanya terjadi pada Bulan Desember hingga Februari. Tentu saja pengalaman Ibnu An-Nafis pada zaman dahulu dgn bukti pengulangan yg terjadi pada kasus Covid-19 memiliki selisih waktu ratusan tahun. Apabila ketika ini terbukti sesuai, hal itu bukan merupakan suatu prediksi dan bukan merupakan kepastian. Fakta ini dapat disebut sebagai hasil observasi atau pengamatan yg kondisinya berulang.
Meskipun bukan prediksi dan bukan kepastian, hasil observasi ulama Islam juga terbukti pada pandemi Flu Spanyol. Puncak gelombang kedua pandemi Flu Spanyol yg memakan banyak korban jiwa terjadi pada akhir tahun 1918. Pada Bulan November-Desember 1918, diperkirakan angka kematian akibat Flu Spanyol mencapai puluhan juta jiwa di seluruh dunia.
Berdasarkan penjelasan para ulama dan ilmuwan, pandemi memiliki pola yg dapat diteliti dan diamati. Para ulama Islam tak memprediksi pandemi sebab hanya Nabi yg dapat memprediksi dgn ilmu yg diberikan oleh Allah SWT. Namun, para ulama itu memiliki ketajaman mata batin sehingga meneliti siklus pandemi berdasarkan pengalaman sebelumnya dan menghasilkan kesimpulan adanya pola tertentu. Penelitian yg dilakukan oleh para ulama diinspirasi oleh prediksi dari Nabi sehingga bukti kebenarannya sekaligus dapat meningkatkan keimanan kepada Nabi dan kecintaan kepada Islam.
Para ahli epidemiologi telah memprediksi waktu tertentu munculnya gelombang baru pandemi. Prediksi epidemiolog itu sangat mungkin salah. Namun, penjelasan dari hasil penelitian yg dilakukan oleh para ahli dapat dijadikan pedoman buat berikhtiar secara lahiriah sehingga dapat menghindari kemungkinan dampak buruk pandemi. Umat Islam yakin bahwa selain Allah SWT dan Nabi SAW, tak ada yg mengetahui secara pasti prediksi waktu terjadinya pandemi maupun siklus pengulangannya. Para ulama Islam di masa lalu telah berijtihad meneliti siklus pandemi melalui kitab-kitab yg membahas tentang pengobatan islami dan ternyata di masa kini terbukti kebenarannya. Oleh sebab itu, sebagai kaum muslimin, hendaknya kita mencintai para ulama dan karya-karyanya serta berupaya buat terus mempelajari dan mengamalkannya.
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi
Prediksi Siklus Pandemi dalam Kitab Pengobatan Islam Klasik
Mendekati akhir tahun 2021, para pakar epidemiologi berspekulasi tentang gelombang ketiga pandemi yg mungkin terjadi di Indonesia. Prediksi mau adanya siklus pandemi ini mulai membuat khawatir masyarakat mau kembali meningkatnya kasus Covid-19. Berbagai agenda yg telah direncanakan buat dihelat pada kurun waktu tersebut pun diminta supaya tetap memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.
Â
Bagaimana Islam memandang persoalan prediksi pandemi? Adakah waktu-waktu tertentu yg dipandang memiliki kerentanan sehingga kemungkinan mau memunculkan peluang terjadinya wabah? Apa kaitan faktor lingkungan di sekitar waktu terjadinya prediksi wabah tersebut yg tertulis pada kitab-kitab klasik karya ulama terdahulu?
Â
Para ulama dan penulis kitab-kitab pengobatan islami telah mencermati fenomena berulangnya wabah berdasarkan pengalaman penelitian dan observasi yg ilmiah. Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitab Thibbun Nabawi memuat sebuah prediksi dari Nabi dan keterangan dari ulama tentang waktu-waktu rentan munculnya wabah sebagai berikut:
Â
“Nabi saw bersabda, ‘Tutuplah wadah-wadahmu dan rapatkan tali-tali kantung airmu, sebab dalam setiap tahun ada suatu malam yg di dalamnya turun wabah penyakit dari langit, dan apabila ia turun pada wadah-wadah yg tak ditutup atau pada kantung air yg talinya tak dirapatkan, maka sebagian dari wabah penyakit itu mau jatuh ke dalamnya. Hadits ini telah diriwayatkan oleh Muslim. Al-Laitsi mengatakan bahwa di kalangan orang-orang ‘ajam kita ada yg waspada sehingga berjaga-jaga terhadap malam itu, khususnya di Kanun al-awwal.†(Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: 188)
Â
Ada dua aspek penting yg berbeda dalam pemaknaan hadits di atas. Aspek yg pertama disampaikan Nabi terkait dgn anjuran menutup wadah air di waktu malam disambung dgn prediksi turunnya wabah tanpa merinci waktunya. Hal ini dapat disikapi dgn penuh keimanan oleh setiap muslim sebab Nabi dapat memprediksi sesuatu yg mau datang. Prediksi Nabi disertai dgn anjuran supaya dilaksanakan oleh umatnya pada masa mendatang, yaitu setelah anjuran tersebut disampaikan. Aspek kedua ialah penjelasan ulama tentang hasil observasinya terhadap kemunculan wabah di waktu yg disebut Kanun al-Awwal. Aspek yg kedua ini bukanlah prediksi, tetapi merupakan kesimpulan hasil pengamatan dari pengalaman sebelumnya.
Â
Kanun al-Awwal yg disebutkan pada kitab tersebut ialah suatu periode waktu tertentu di sekitar bulan Desember. Berdasarkan penjelasan tersebut, ada siklus tahunan yg menjadi waktu munculnya pandemi atau wabah penyakit. Prediksinya berasal dari Nabi dgn tanpa merinci waktu tertentu. Namun, keterangan tentang waktu yg disebutkan selanjutnya bukanlah berasal dari Nabi SAW melainkan dari penjelasan ulama. Oleh sebab itu, pendapat ulama ini bukan merupakan prediksi tetapi merupakan hasil penelitian ulama secara empiris atau berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Â
Riset dgn pengalaman empiris berdasarkan fenomena yg berulang dari waktu sebelumnya lazim dilakukan oleh para ilmuwan. Fenomena pandemi memang memiliki peluang siklus berulang. Epidemiolog membuat prediksi tentang mau adanya gelombang ketiga pandemi di Indonesia berdasarkan pola sebelumnya yg telah dipelajari. Prediksi ilmuwan yg tentu merupakan manusia biasa bukanlah kepastian, tetapi merupakan model kajian ilmiah yg memiliki peluang buat terjadi sekaligus dapat salah.
Â
Bukti bahwa prediksi ilmuwan dapat meleset ialah prediksi gelombang ketiga pandemi Covid-19 itu sendiri. Epidemiolog semula memprediksi bahwa gelombang ketiga mau terjadi pada bulan Oktober 2021. Namun, pada akhir Bulan September 2021, epidemiolog meralat bahwa prediksi gelombang ketiga pandemi Covid-19 mau mundur ke Bulan Desember 2021.
Â
Apabila konsep observasi ulama Islam tentang pengalaman pandemi diterapkan ke situasi Covid-19, ada beberapa kesesuaian yg terbukti benar. Pandemi Covid-19 muncul pertama kali di sekitar Bulan Desember 2019. Setelah kemunculannya, jumlah kasus terus menerus naik dan mencapai puncaknya secara global pada Bulan Januari 2021.
Â
Tokoh kedokteran Islam, Ibnu An-Nafis, juga memiliki kesimpulan tentang hasil observasi waktu terjadinya pandemi yg jatuhnya sama dgn Kanun Al-Awwal yaitu sekitar bulan Desember. Beliau menyatakan dalam Kitab Al-Mujaz fit Thibb sebagai berikut:
Â
“Wabah sering terjadi pada bulan Desember dan Januari, bulan dmau. Jika banyak tanda-tanda hujan, tetapi tak hujan dan hal ini terjadi berulang-ulang, maka watak musim dmau rusak.†(Ibnu An-Nafis, Al-Mujaz fit Thibb, Mesir, Al-Majlis Al-A’la lisy-Syu’un Al-Islamiyyah, 1986:304)
Â
Keterangan Ibnu An-Nafis di atas saat ini terbukti. Fenomena puncak gelombang pertama pandemi Covid-19 secara global terjadai pada Januari 2021. Beliau juga menyebutkan faktor lingkungan dalam penelitiannya, yaitu musim dmau. Musim dmau di Arab dan sekitarnya memang biasanya terjadi pada Bulan Desember hingga Februari. Tentu saja pengalaman Ibnu An-Nafis pada zaman dahulu dgn bukti pengulangan yg terjadi pada kasus Covid-19 memiliki selisih waktu ratusan tahun. Apabila saat ini terbukti sesuai, hal itu bukan merupakan suatu prediksi dan bukan merupakan kepastian. Fakta ini dapat disebut sebagai hasil observasi atau pengamatan yg kondisinya berulang.
Â
Meskipun bukan prediksi dan bukan kepastian, hasil observasi ulama Islam juga terbukti pada pandemi Flu Spanyol. Puncak gelombang kedua pandemi Flu Spanyol yg memakan banyak korban jiwa terjadi pada akhir tahun 1918. Pada Bulan November-Desember 1918, diperkirakan angka kematian akibat Flu Spanyol mencapai puluhan juta jiwa di seluruh dunia.
Â
Berdasarkan penjelasan para ulama dan ilmuwan, pandemi memiliki pola yg dapat diteliti dan diamati. Para ulama Islam tak memprediksi pandemi sebab hanya Nabi yg dapat memprediksi dgn ilmu yg diberikan oleh Allah SWT. Namun, para ulama itu memiliki ketajaman mata batin sehingga meneliti siklus pandemi berdasarkan pengalaman sebelumnya dan menghasilkan kesimpulan adanya pola tertentu. Penelitian yg dilakukan oleh para ulama diinspirasi oleh prediksi dari Nabi sehingga bukti kebenarannya sekaligus dapat meningkatkan keimanan kepada Nabi dan kecintaan kepada Islam.
Â
Para ahli epidemiologi telah memprediksi waktu tertentu munculnya gelombang baru pandemi. Prediksi epidemiolog itu sangat mungkin salah. Namun, penjelasan dari hasil penelitian yg dilakukan oleh para ahli dapat dijadikan pedoman buat berikhtiar secara lahiriah sehingga dapat menghindari kemungkinan dampak buruk pandemi. Umat Islam yakin bahwa selain Allah SWT dan Nabi SAW, tak ada yg mengetahui secara pasti prediksi waktu terjadinya pandemi maupun siklus pengulangannya. Para ulama Islam di masa lalu telah berijtihad meneliti siklus pandemi melalui kitab-kitab yg membahas tentang pengobatan islami dan ternyata di masa kini terbukti kebenarannya. Oleh sebab itu, sebagai kaum muslimin, hendaknya kita mencintai para ulama dan karya-karyanya serta berupaya buat terus mempelajari dan mengamalkannya.
Â
Â
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi
Â
Uncategorized