Tentang Najis yg Dimaafkan

Assalamu’alaikum. Redaksi NU kalau boleh saya mau bertanya, saya tinggal di Saudi Arabia. Penduduk di sini sepertinya tak terlalu memperdulikan soal najis. Setiap waktu shalat, saat mereka keluar dari toilet tak memakai sandal. Walaupun memakai sandal,<> mereka lepas sandal mereka dari jauh sehingga kaki mereka dalam keadaan basah berjalan masuk masjid melewati lantai yg basah pula bekas sandal dari toilet. Beberapa teman mengaku enggan ke masjid sebab takut najis. Saya mau memperoleh penjelasan dari redaksi NU mengenai hal ini. Saya membaca setiap jawaban redaksi selalu bagus dalam menjawab pertanyaan. Terimakasih. Wassalam. (Sholehuddin)

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Semoga kita semua warga Indonesia selalu sehat wal afiyat dimanapun berada.

Saudara penanya, semoga Allah senantiasa menaungi  anda dan warga Indonesia  dgn kasih sayg-Nya. 

Termasuk syarat sah dan harus dipenuhi oleh seseorang yg mau melaksanaka shalat dalam kondisi normal ialah suci badan, pakaian serta tempat dari hadast dan najis. Persyaratan ini berlandaskan sebuah hadis Rasulullah yg diriwayatkan oleh imam Abu Dawud:  

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ، وَلَا صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُور

Artinya: “Allah tak mau menerima sedekah dari hasil penipuan, dan juga (tak mau menerima) shalat yg dilakukan dalam keadaan tak suci.” 

Mengingat pentingnya status “suci” inilah barangkali yg menjadikan teman-teman saudara cenderung berhati-hati dalam menghindari anggapan mereka tentang ke-najis-an suatu benda yg mungkin oleh sebagian orang dianggap berlebihan sebab enggan datang ke masjid gara-gara masalah ini.

Saudara Sholehuddin di Arab Saudi yg kami hormati.

Menurut hemat kami lantai yg basah bekas sandal dari toilet tersebut tak mesti dihukumi najis/tak suci selama tak kasat mata bahwa orang yg keluar dari toilet serta tak memakai sandal tersebut masih terkena/membawa najis atau ada najis yg menempel kakinya serta belum disucikan dan kelihatan secara nyata wujud materi (‘ainiyyah) yg membekas pada lantai.

Dalam pandangan madzhab Syafii ada penjelasan yg menerangkan bahwa termasuk  najis yg dima’fu (dimaafkan) ketika mengenai pakaian dan air ialah yg tak kelihatan materi/bendanya oleh pandangan mata kita. Dalam I’anat at-Thalibin dijelaskan: 

  اعلم أن النجس من حيث هو ينقسم أربعة أقسام: قسم لا يعفى عنه في الثوب والماء، كروث وبول.وقسم يعفى عنه فيهما، كما لا يدركه الطرف. وقسم يعفى عنه في الثوب دو ن الماء، كقليل الدم…وقسم يعفى عنه في الماء دون الثوب، كميتة لا دم لها سائل

Artinya: ketahuilah bahwasannya najis terbagi menjadi empat:

1. Najis yg tak dima’fu (diampuni/tolelir) baik ketika mengenai pakaian maupun air, seperti kotoran dan kencing manusia.

2. Najis yg dima’fu ketika mengenai pakaian dan air seperti najis yg tak terlihat oleh pandangan mata

3. Najis yg dima’fu  hanya buat pakaian, tak buat air seperti sedikitnya darah.

4. Najis yg dima’fu hanya buat air (ketika didalamnya) tak buat pakaian, seperti bangkai binatang yg tak mengalirkan darah.

Dari bagian kedua, dapat dipahami bahwa  lantai yg basah bekas sandal dari toilet tersebut masih dapat dikategorikan najis yg ma’fu dgn catatan tak ada wujud nyata najis yg berada diatasnya.

Oleh sebab itu keengganan saudara-saudara kita buat datang ke masjid dgn alasan tersebut patut dipertimbangkan kembali.

Mudah-mudahan jawaban ini dapat diterima dan dipahami dgn baik. Dan  semoga Allah selalu menggerakkan hati serta jiwa kita  buat ikut memakmurkan masjid sehinga kita layak mendapatkan gelar rajulun qalbuhu muta’alliqun bi al-masajid. Amin.

Wallahu waliyyut taufiq.

Maftukhan





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.