Membahas tentang Ilmu Falak: Integrasi Sains & Agama

Islam merupakan agama yg memberi ruang luas dan iklim kondusif bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan. Sains merupakan hukum alam yg diletakkan Allah dan melekat pada alam (Ibn Rusyd, 1988). Dengan demikian sains juga merupakan kebenaran dari Tuhan (QS Al-Hajj: 54). Al-Qur’an pun menjanbilan kebaikan yg banyak bagi siapa saja yg dapat menemukan hukum alam secara saintifik  (QS Al-Baqarah: 269). Al-Qur’an juga memberikan tempat yg luhur bagi para saintis, dan demikian juga kepada para ulama (QS. Al-Mujialah: 11).

Ilmu falak (astronomi) merupakan salah satu cabang ilmu yg secara nyata dapat diaplikasikan keberfungsiannya ke dalam agama Islam. Hal yg paling mencolok dan terlihat ialah ketika bulan Ramadhan hendak tiba. Pada ketika itu, semua kalangan dalam Islam hampir terlibat di dalam pemanfaatan astronomi buat kepentingan menjalankan agama Islam. Kiai dan santri, demikian pula mahasiswa dan akademisi, melakukan pemantauan terhadap posisi dan bentuk bulan (observasi atau ru’yatul hilal). Para saintis melakukan penghitungan, dan hasilnya oleh para ulama dan pemerintah kemudian digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam sidang (itsbat). Ini merupakan implikasi dari hadits Rasulullah saw yg memerintahkan:

صُوْمُوْا لرُؤْيَتِهِ وَافْتِرُوا لِرُؤْيَتِهِ. رواه مسلم

Artinya, “Berpuasalah kalian bila telah melihat (melakukan observasi) bulan, dan berhari rayalah ketika telah melihat (melakukan observasi terhadap) bulan.” (HR Muslim).

 

Di pesantren-pesantren tertentu, materi astronomi juga menjadi matapelajaran tetap yg terstruktur dalam suatu kurikulum. Seperti di Pondok Pesantren Miftahul Huda Mojosari Kepanjen Malang dalam asuhan KH. Mas Abdul Wahab. Seorang Kiai asal Semarang Jawa Tengah yg kemudian mendirikan Pesantren di desa Mojosari Kepanjen pada sekitar 1962. Kita juga mengenal nama Ajengan Falak (1842-1972) yg terkenal sebagai kiai ahli ilmu falak yg juga diajak oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama.

Kita juga mengenal para tokoh astronomi dari kalangan pesantren di Indonesia beserta karya-karya mereka pada generasi yg lebih dahulu. Di antara mereka ialah Syaikh Ahmad Dahlan as-Simarani (juga disebut sebagai At-Tirmasi). Karya beliau ialah: Tadzkiratul Ikhwân fî Ba’dhi Tawârîkhi wal a’mâlil Falakiyati bi Semarang. Terdapat pula nama Habib Usman Bin Abdillah Bin ‘aqil bin Yahya atau yg dikenal dgn Mufti Betawi. Ia menulis kitab Îqâdzun Niyâm fî mâ Yata’alaqahu bil Abillah was Shiyâm. Terdapat pula nama seperti Syekh Taher Jalaludin al-Azhari dgn karyanya, Natîjatul Ummi dan Pati Kiraan pada Menentukan Waktu yg Lima. Terdapat pula nama Muhammad Djamil Djambek dgn karyanya Diyâ-un Nirin fî mâ Yata’allaqu bil Kawâkibin (Kholilah, 2016).

 

Dalam perkembangan ketika ini, kita lihat ilmu astronomi tak saja diterapkan buat menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan. Melainkan juga buat menentukan awal bulan yg lain. Kita juga melihat bahwa praktik ilmu falak juga telah terlembagakan dgn baik di dalam organisasi Nahdlatul  Ulama. 

Suatu hal yg sangat menggembirakan pula ialah banyak pondok pesantren yg memiliki lembaga khusus di dalamnya yg bergerak di dalam bidang kajian dan pengembangan ilmu falaq. Di antaranya ialah seperti: (1) Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes Jawa Tengah; (2) Pondok Pesantren Salafiyah Kajen Pati Jawa Tengah; (3) Pondok Pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur; (4) Pondok Pesantren Lirboyo Kediri; (5) Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jawa Timur; (6) Pesantren Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan; dan (7) Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan.

Hal ini tentu saja menggembirakan bagi umat Islam dan khususnya bagi kalangan pondok pesantren. Kita telah melihat pula bahwa para santri telah melakukan kegiatan observasi bulan di beberapa titik pemantauan pada setiap bulan Ramadhan. Meskipun penulis belum melakukan pengukuran datanya, jumlah mereka tak kalah besar pula dari pada para akademisi di perguruan tinggi.

 

Tahap selanjutnya, kita harap sambutan baik dari pemerintah, yg tentu saja tak dalam semua hal, melainkan hanya dalam beberapa hal saja. Karena bagaimanapun kita setuju, bahwa di satu sisi layanan yg baik dari pemerintah mau sangat membantu, dan di sisi lain kemandirian dan integritas pesantren juga harus dijaga. Kita telah melihat peran pemerintah dalam kemajuan pesantren seperti mengenai RUU Pesantren. Demikian pula kita melihat bahwa Kementerian Agama pada tahun 2017 berkomitmen buat memperkuat kajian falak di pesantren. Ini merupakan perkembangan yg sangat menggembirakan yg harus terus dikawal. Mari kita tunggu perkembangan selanjutnya.

Ustadz R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd., Pengajar Fiqih di Pondok Pesantren Al-Fithriyah Kepanjen dan Dosen Filsafat Pendidikan Islam di STAI Nahdlatul Ulama Karangploso Malang.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.