Membahas tentang Kejujuran Pendosa yg Membuat Nabi Muhammad Tersenyum

Umumnya manusia tak terlepas dari kesalahan dan dosa. Meskipun demikian, tak benar pula bila orang menjadi putus asa sebab berbagai dosa yg terlanjur dilakukannya. Harapan dapat melebur dosa atau mendapatkan ampunan harus terus dijaga. 

Berkaitan hal ini salah seorang murid Syekh Ibrahim al-Bajuri, yaitu Syekh Muhammad bin Abdullah al-Jardani (wafat 1307 H) dari Mesir merilis riwayat.  

Suatu ketika ada sahabat mendatangi Nabi saw buat mengadukan dosa besar yg terlanjur dilakukannya. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah melakukan dosa yg sangat besar, lalu apa yg dapat meleburnya dariku?”

“Apakah dosamu lebih besar ketimbang langit?” tanya Nabi saw.

“Lebih besar dosaku”, jawab sahabat tersebut.

“Apakah lebih besar ketimbang Kursi … Apakah lebih besar ketimbang Arsy …” selidik Nabi saw.

“Lebih besar dosaku”, jawab sahabat itu sebagaimana jawaban pertama.

“Kalau dgn ampunan Allah?” sergah Nabi saw.

“Ya lebih besar ampunan Allah”, jawabnya kali ini. 

Setelah sahabat tersebut menyadari bahwa seberapa besar pun dosanya, ampunan Allah tetap lebih besar, maka Nabi saw memberitahukan kepadanya berbagai amal yg dapat melebur dosanya itu. Nabi saw bersabda, “Jihadlah fi sabilillah.”

Namun di luar dugaan sahabat itu justru menolaknya sebab keberatan. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku termasuk orang yg paling penakut, andaikan tak ada keluarga yg menemaniku keluar rumah di malam hari, niscaya aku tak mau keluar sama sekali.”

“Kalau begitu kamu puasa,” gumam Nabi saw. 

“Demi Allah, wahai Rasulullah, aku sama sekali tak dapat kenyg dgn makan roti (sama sekali tak mampu berpuasa),” elak sahabat tersebut. 

“Kalau begitu kamu shalat malam,” Nabi saw memberi alternatif amalan.

“Wahai Rasulullah, andaikan keluargaku tak membangunkanku buat shalat subuh, aku pun tak dapat bangun buat melakukannya (buat shalat subuh saja sangat berat, apalagi shalat malam),” jawab sahabat itu penuh kejujuran.

Bukannya marah, mendengar jawaban yg penuh kejujuran ini Nabi saw justru tersenyum hingga kelihatan giginya. Penuh kasih sayg, Nabi saw pun memberi alternatif amalan yg sangat ringan buat menjadi pelebur dosa yg telah dilakukan sahabatnya. Nabi saw akhirnya bersabda:

“Kalau begitu, bacalah selalu dua kalimat yg ringan di lisan, namun berat di timbangan amal dan sangat disukai Allah Sang Maha Pengasih, yaitu: ‘Subhânallâhi wa bi hamdihi, subhanallâhil ‘adhîm’.” (Muhammad bin Abdullah al-Jardani, al-Jawâhir al-Lu’lû’iyyah fi Syarhil Arba’în an-Nawawiyyah, [Manshurah, Maktabah al-Îman], halaman 164-165).

Rilis riwayat ini selaras dgn hadits yg menyatakan bahwa kebaikan dapat menghapus keburukan.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدُبِ بْنِ جُنادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَانِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنهما، عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. رواه الترمذي، وَقالَ: حديث حسن

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz bin Jabal ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: ‘Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan susulkanlah kebaikan pada keburukan yg dapat meleburnya, dan berperilakulah terhadap manusia dgn akhlak yg baik’.” (HR at-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan.”).

Walhasil dari kisah ini dapat diambil pelajaran, bahwa sebesar apapun dosa yg terlanjur dilakukan, baik dosa konvensional maupun dosa digital, manusia tak boleh putus asa dari ampunan Allah yg pasti lebih besar ketimbang dosanya. Selain itu, kisah di atas juga menunjukkan begitu besarnya kasih sayg Nabi saw terhadap manusia. Bahkan terhadap pendosa pun, Nabi saw tetap menampakkan senyuman lepas penuh kasihnya. Wallâhu a’lam

 

Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.