Membahas tentang Larangan Gampang Menuduh Munafik Orang Lain

Akhir-akhir ini kita sering mendengar umat Islam saling mencaci saudaranya. Bahkan tak jarang, mimbar-mimbar masjid digunakan sebagai lahan buat mengumbar ujaran kebencian seperti menuduh munafik kepada pihak tertentu. Apa definisi munafik?

 

Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, munafik secara bahasa ialah bagian dari penipuan, berbuat licik, dan menunjukkan perbuatan yg berbeda dari yg sebenarnya. Sifat munafik terdiri dari dua jenis yaitu:

 

Pertama, munafik secara aqidah, yaitu seseorang yg menunjukkan bahwa ia termasuk golongan orang yg beriman padahal sebenarnya ia mengingkari seluruh ajaran Islam atau sebagian darinya. Sifat inilah yg mengarahkan seseorang kepada kekafiran, dan sifat munafik seperti inilah yg selalu dikecam oleh Al-Qur’an.

 

Kedua, munafik secara perbuatan, yaitu seseorang menunjukkan perilaku yg baik tetapi menyimpan sifat sebaliknya, semisal seorang Muslim yg sering berdusta, sering mengingkari janji, sering berkhianat, dan sejenisnya (Abdurrahman Ibnu Rajab al-Hanbali, Kitab Jami’ al-Ulum, Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2001, vol. 2, hal. 481).

 

Menurut ar-Razi, Al-Qur’an mengancam golongan yg memiliki sifat munafik secara akidah dgn siksaan yg sangat berat melebihi siksaan buat golongan orang-orang kafir. Hal ini disebabkan mereka menyimpan kekafiran di hati mereka serta melakukan perbuatan penghinaan kepada umat Islam dgn berpura-pura menjadi orang Islam. Menurut sejarah, orang-orang munafik seperti inilah yg terdapat di zaman Rasulullah Saw. Mereka menunjukkan keislaman secara lahiriah mau tetapi dibalik itu mereka bersekutu dgn orang-orang kafir dan menyebarkan berita dusta buat menghancurkan agama Islam. (Fakhruddin Muhammad bin Umar ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, 1999, vol. 11 hal. 251).

 

 

Sedangkan di sisi lain, para ulama sepakat bahwa orang yg memiliki sifat munafik secara perbuatan tak termasuk dalam golongan orang munafik yg diancam dalam al-Qur’an.
 

وَفِي رِوَايَة : آيَة الْمُنَافِق ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ) وَقَدْ أَجْمَع الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّ مَنْ كَانَ مُصَدِّقًا بِقَلْبِهِ وَلِسَانه وَفَعَلَ هَذِهِ الْخِصَال لَا يُحْكَمُ عَلَيْهِ بِكُفْرٍ، وَلَا هُوَ مُنَافِق يُخَلَّد فِي النَّار.فَاَلَّذِي قَالَهُ الْمُحَقِّقُونَ وَالْأَكْثَرُونَ وَهُوَ الصَّحِيح الْمُخْتَار : أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْخِصَال خِصَال نِفَاق، وَصَاحِبهَا شَبِيه بِالْمُنَافِقِ فِي هَذِهِ الْخِصَال، وَمُتَخَلِّق بِأَخْلَاقِهِمْ . فَإِنَّ النِّفَاق هُوَ إِظْهَار مَا يُبْطِن خِلَافه

“Dalam riwayat hadits (tanda-tanda orang munafik ada tiga yaitu ketika berbicara ia berbohong, ketika berjanji ia mengingkari, dan ketika ia diberi kepercayaan ia mengkhianati). Para ulama sepakat bahwa orang yg beriman sepenuhnya dgn hati dan lisannya, mau tetapi memiliki akhlak tercela sebagaimana dalam hadits di atas tak dapat dikategorikan kafir dan tak dapat juga dikategorikan golongan orang munafik yg diancam kekal di neraka. Maka pendapat yg diutarakan mayoritas ulama ahli tahqiq ialah hadits ini menyampaikan bahwa akhlak tercela tersebut ialah cerminan dari akhlak orang munafik. Seseorang yg memiliki akhlak tercela tersebut maka ia menyerupai akhlak orang munafik. Dan ia memiliki karakter sebagaimana karakter orang munafik. Karena pada dasarnya sifat munafik ialah menunjukkan hal yg tak sesuai dgn yg sebenarnya” (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, 2010, vol. 2, hal. 42).

 

Oleh sebab itu, kita sebagai Muslim yg baik tak boleh mencaci maki sesama umat Islam dgn tuduhan munafik ataupun sejenisnya sebab kesalahan mereka. Karena dapat jadi mereka yg kita hujat telah bertobat atas kesalahan-kesalahan mereka di luar sepengetahuan kita.

 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من عير أخاه بذنب لم يمت حتى يعمله

 

Rasulullah bersabda “Barang siapa menghina saudaranya sebab suatu  perbuatan dosa, niscaya ia tak mau mati sebelum melakukan dosa yg sama” (HR Turmudzi).

 

Bahkan, para ulama menyerukan buat memberikan hukuman kepada orang-orang yg secara serampangan menyebut saudara-saudara Muslim mereka dgn sebutan ataupun ejekan yg tak baik terlebih ujaran tersebut ditunjukkan kepada orang yg saleh.

 

وإذا قذف مسلما بغير الزنا فقال يا فاسق أو يا كافر أو يا خبيث أو يا سارق أو يا منافق أو يا يهودي عزرهكذا مطلقا في فتاوى قضيخان وذكره الناطقي وقيده بما إذا قال لرجل صالح.

“Dan apabila seseorang menuduh seorang Muslim dgn tuduhan selain masalah perzinaan seperti ucapan ‘Wahai orang fasik’ atau ‘Wahai orang kafir’ atau ‘Wahai orang yg  jahat’, atau ‘Wahai pencuri’ atau ‘Wahai orang munafik’ atau ‘Wahai orang Yahudi’ maka ia harus diberi hukuman. Pendapat ini berlaku secara mutlak sebagaimana dalam kitab fatawa Syekh Qadhikhan. Sedangkan menurut an-Nathiqi, pendapat ini ditunjukkan ketika seorang Muslim yg tertuduh ialah orang yg saleh” (Ali bin Sulthan al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarh Misykah al-Mashabih, Beirut: Dar al-Fikr, 2002, vol. 2, hal. 2381).

 

Muhammad Tholhah al Fayyadl, Mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.