Tidur ialah sebagian rutinitas yg dilakukan oleh manusia setiap harinya. Allah dalam Al-Qur’an berfirman:
ÙˆÙŽÙ…Ùنْ آيَاتÙه٠مَنَامÙÙƒÙمْ بÙاللَّيْل٠وَالنَّهَار٠وَابْتÙغَاؤÙÙƒÙمْ Ù…Ùنْ ÙَضْلÙه٠إÙنَّ ÙÙÙŠ Ø°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ لَآيات٠لÙقَوْم٠يَسْمَعÙونَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yg demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yg mendengarkan†(QS Ar Rum: 23).
Sebagai seorang Muslim, tentu kita mengmaukan supaya segala perbuatan yg kita lakukan setiap hari dapat sesuai dgn tuntunan dan anjuran syara’, termasuk mengenai posisi tidur yg dianjurkan oleh syara’. Mengenai posisi tidur, Rasulullah memberikan penjelasan secara khusus dalam salah satu haditsnya:
Ø¥Ùذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ Ùَتَوَضَأْ ÙˆÙضÙوءَكَ للصَلاةÙØŒ Ø«Ùمَّ اضْطَّجÙعْ على Ø´ÙقّÙÙƒÙŽ الأَيْمَنÙ
“Jika engkau hendak menuju tempat tidurmu (buat tidur), maka berwudhulah seperti engkau berwudhu buat shalat, kemudian berbaringlahlah di rusukmu (bagian tubuhmu) sebelah kanan†(HR al-Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim menegaskan bahwa dianjurkannya tidur dgn bertumpu pada tubuh bagian kanan ialah sebab Rasulullah menyukai buat melakukan segala hal yg baik dgn bagian kanan, seperti makan dgn tangan kanan, membasuh anggota wudhu dimulai dari bagian kanan, mengisi shaf dianjurkan buat mendahulukan bagian kanan, dan beberapa anjuran-anjuran lainnya. Selain itu, tidur dgn bertumpu pada bagian kanan dianggap lebih cepat buat bangun, sehingga tak sulit tatkala hendak dibangunkan oleh orang lain (Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 17, hal. 32).
Selain bertumpu pada bagian kanan tubuh, tidur juga dianjurkan buat menghadap kiblat, sebab cara demikian ialah tidur yg dilakukan oleh Rasulullah. Artinya, melakukannya tergolong sebagai sebuah kesunnahan. Dalam salah satu hadits yg diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah dijelaskan:
كَانَ رَسÙول٠الله٠صَلَّى الله٠عَلَيه وسَلَّم يَأْمÙر٠بÙÙÙرَاشÙÙ‡Ù ÙÙŽÙŠÙÙْرَش٠لَهÙØŒ ÙَيَسْتَقْبÙل٠الْقÙبْلَةَ، ÙˆÙŽØ¥Ùذَا آوَى Ø¥Ùلَيْه٠تَوَسَّدَ ÙƒÙŽÙَّه٠الْيÙمْنَى
“Rasulullah memerintahkan ‘Aisyah buat menyiapkan tempat tidurnya. Tempat tidurnya pun disiapkan, lalu Rasulullah menghadap kiblat. Dan apabila beliau merebahkan diri di atasnya, beliau jadikan telapak tangan kanannya sebagai bantal†(HR Abu Ya’la).
Tidur dgn menghadap kiblat, seperti dalam hadits di atas dapat digambarkan dgn dua cara. Seperti yg dijelaskan oleh Imam Nawawi Banten berikut:
(Ùإذا أردت النوم Ùابسط Ùراشك مستقبل القبلة) والاستقبال على ضربـين Ø£Øدهما استقبال المØتضر، وهو المستلقي على Ù‚Ùاه، Ùاستقباله أن يكون وجهه وأخمصاه إلى القبلة، وهذا الاستلقاء Ù…Ø¨Ø§Ø Ù„Ù„Ø±Ø¬Ø§Ù„ØŒ ومكروه للنساء، وثانيهما وهو سنة ما ذكره بقوله (ونم على يمينك كما يضجع الميت ÙÙŠ Ù„Øده) ويكون وجهك مع قبالة بدنك إلى القبلة وأما النوم على الوجوه، Ùهو نوم الشياطين، وهو مكروه وأما النوم على اليسار، Ùهو مستØب عند الأطباء لأنه يسرع هضم الطعام
“Jika engkau mau tidur, maka gelarlah tempat tidurmu dgn menghadap kiblat. Tidur dgn menghadap kiblat ada dua cara. Pertama, istiqbal muhtadhar yakni dgn cara terlentang atas tengkuk kepala, wajah dan kedua lekuk kaki dihadapkan pada kiblat. Cara tidur demikian mubah dilakukan bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita hukumnya makruh. Kedua, cara ini ialah cara tidur yg sunnah buat dilakukan, yakni tidurlah dgn bertumpu pada tubuh bagian kanan sebagaimana posisi orang yg meninggal di liang lahadnya. Tidur dgn cara ini ialah dgn menghadapkan wajah dan bagian depan tubuh pada arah kiblat.
Tidur dgn bertumpu pada wajah (tengkurap) ialah cara tidurnya setan. Tidur dgn cara demikian ialah makruh hukumnya. Sedangkan tidur dgn bertumpu pada bagian kiri tubuh ialah hal yg dianjurkan oleh para dokter, sebab tidur dgn cara demikian lebih cepat dalam mencernakan makanan†(Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Maraqi al-’Ubudiyah, hal. 43).
Dari dua cara tidur dgn menghadap kiblat dalam referensi di atas, tentu yg paling utama ialah cara kedua, yakni tidur dgn bertumpu pada bagian kanan dgn menghadapkan wajah dan bagian depan tubuh pada arah kiblat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa posisi tidur yg dianjurkan oleh syara’ ialah tidur dgn bertumpu pada bagian kanan tubuh dgn menghadapkan wajah dan tubuh bagian depan ke arah kiblat. Cara ini dirumuskan berdasarkan dgn mengombinasikan (jam’u) dua hadits di atas, sehingga dgn mengamalkan cara ini berarti kita turut ikut mengamalkan dua hadits yg semuanya bersumber dari Rasulullah ﷺ. Wallahu a’lam.
Â
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, anggota Komisi Fatwa MUI Jawa Timur dan pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Â
Uncategorized