Assalamu ‘alaikum wr. wb
Terlebih dahulu saya meminta maaf, ini mungkin pertanyaan konyol dan dianggap mengada-ada. Tetapi saya penasaran sebab belum mendapat jawaban yg memuaskan dari beberapa ustadz di kampung yg saya tanya. Pertanyaan saya, kenapa ketika khutbah khatib harus membaca shalawat kepada Nabi, jawabannya telah pasti sebab itu rukunnya khutbah. Tetapi saya masih punya pertanyaan lanjutan, kenapa menjadi rukun khutbah? Bukankah dalam khutba Jumat yg diriwayatkan dari Nabi saw tak ada bacaan shalawat kepadanya? Terima kasih, mohon tanggapannya. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Abdurrahman/Jakarta)
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun khutbah Jumat. Misalnya dalam madzhab Hanafi tak menyebut pembacaan shalawat kepada Nabi SAW sebagai salah satu rukunnya. Sedang menurut Madzhab Syafi’i menyatakan ada lima rukun khutbah yg salah satunya ialah membaca shalawat.
Bahwa bershalawat kepada Nabi saw dalam khutbah Jumat memang termasuk dari salah satu rukun khutbah. Konsekuensinya ialah bila ditinggalkan maka khutbah tersebut tak sah. Jika khutbahnya saja tak sah, shalat Jumat-nya pun tak sah sebab khutbah merupakan salah satu syarat yg harus terpenuhi supaya shalat Jumat dapat dianggap sah.
Dari sini Tampak bahwa ulama yg berpendapat bahwa membaca shalawat ialah salah satu rukun khutbah di antaranya ialah para ulama dari Madzhab Syafi’i. Lantas apa alasannya? Salah satunya ialah diqiyaskan atau dianalogikan dgn adzan atau shalat.
Sebab, khutbah merupakan ibadah yg meniscayakan buat mengingat Allah. Sedangkan setiap ibadah yg meniscayakan buat mengingat Allah juga meniscayakan buat mengingat Rasulullah SAW seperti adzan atau shalat.
(ÙˆÙŽ)الثَّانÙÙŠ (اَلصَّلَاة٠عَلَى رَسÙول٠الله٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ) Ø› Ø¥Ùذْ ÙƒÙلّ٠عÙبَادَة٠اÙْتَقَرَتْ إلَى Ø°Ùكْر٠اللَّه٠تَعَالَى اÙْتَقَرَتْ إلَى Ø°Ùكْر٠نَبÙيّÙه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ كَالْأَذَان٠وَالصَّلَاةÙ
Artinya, “Kedua, membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Sebab setiap ibadah yg membutuhkan mengingat Allah (dzikrullah), ia juga membutuhkan buat mengingat Rasulullah saw seperti adzan dan shalat,†(Lihat Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1434 H/2013 M, juz II, halaman 121).
Lantas bagaimana bila dikatakan bahwa dalam khutbah Jumat yg beredar (diriawayatkan) dari Rasulullah SAW tak ditemukan kalimat yg menunjukkan kewajiban membaca shalawat kepadanya? Untuk menjawab hal ini ialah bahwa para ulama baik salaf maupun khalaf dalam setiap khutbah Jumatnya selalu membaca shalawat kepada Nabi saw. Sedangkan kesepakatan mereka merupakan dalil yg menunjukkan wajibnya membaca shalawat kepada Beliau dalam khutbah.
Artinya, “Dan tak dapat dikatakan bahwa dalam khutbah Nabi SAW tak terdapat shalawat (kepadanya). Sebab, kesepakatan para ulama salaf dan khalaf buat membaca shalawat dalam khutbah-khutbah mereka merupakan dalil atas wajib shalawat…â€(Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, dalam Hawasyi Tuhfatil Muhtaj bi Syarhil Minhaj, Mesir-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra, tt, juz II, halaman 446).
Penjelasan ini mengandaikan bahwa membaca shalawat kepada Nabi SAW telah menjadi praktik yg telah dijalankan dan menjadi kesepakatan para ulama baik salaf maupun khalaf. Sedang kesepakatan mereka ialah dalil atas wajibnya membaca shalawat kepada Nabi SAW. Dari sini maka tak dapat dikatakan bahwa bahwa dalam khutbah Beliau tak terdapat shalawat kepadanya.
Demikian jawaban yg dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dgn baik. Sikapi segala perbedaan para ulama secara bijak dan tak perlu berlebihan. Dan kami selalu terbuka buat menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum wr. wb
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)