Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi Muhammad saw) merupakan kajian sejarah Islam yg sangat penting. Sebab, dgn mempelajarinya, seorang Muslim dapat mengetahui sosok Nabi Muhammad sebagai teladan utama sekaligus ideal dalam semua aspek kehidupan. Oleh sebab itu, sumber-sumber buat mengaksesnya juga tak boleh sembarangan, supaya memperoleh data historis yg sahih.
Berikut penulis sebutkan sumber-sumber pokok dalam mempelajari sirah nabawiyah beserta penjabaran urgensi masing-masing sumber tersebut berdasarkan penjelasan Syekh Musthafa as-Siba’i dalam As-Sirah an-Nabawiyah Durus wa ‘Ibar.
Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber paling primer dalam semua cabang keilmuan dalam Islam, termasuk di antaranya ialah sirah nabawiyah. Sebab, semua penjelasan yg terkandung di dalamnya bersumber dari wahyu yg jelas memiliki nilai orisinilitas sangat kredibel dan kualitas periwayatan yg cukup kuat (mutawatir), sehingga tak mungkin diragukan kesahihannya.
Sebagai kitab yg juga memuat sejarah hidup Rasulullah saw, Al-Qur’an banyak menyinggung kehidupan Nabi, seperti masa kecil Nabi sebagaimana disebutkan berikut:
أَلَمۡ يَجِدۡكَ يَتِيمٗا فََٔاوَىٰ وَوَجَدَكَ ضَآلّٗا فَهَدَىٰ
Artinya: ‘Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yg bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.’ (QS. Ad-Duha [93]: 6-7)
Kemuduian, Al-Qur’an juga menyinggung soal akhlak Nabi Muhammad:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ
Artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yg agung.’ (QS. Al-Qalam [68]: 4)
Al-Qur’an juga menyinggung hal-hal yg Nabi alami dalam menjalankan misi dakwahnya, seperti mengalami berbagai penindasan dari orang-orang kafir Quraisy. Beberapa di antaranya seperti upaya orang kafir buat menciptakan citra buruk kepada Nabi dgn menuduhnya sebagai tukang sihir dan pengidap gangguan jiwa.
Dijelaskan pula tentang peristiwa hijrah umat Muslim dan beberapa peperangan penting yg terjadi setelahnya, seperti perang Badar, Uhud, Ahzab (Khandaq), Hunain, Peranjian Hudaibiyah, dan penaklukan kota Makkah. Beberapa mukjizat Nabi juga disinggung, seperti peristiwa isra dan mi’raj.
Syekh Muhammad Ridha dalam kitabnya, Muhammad Rasulullah, mengelompokkan ayat-ayat Al-Qur’an yg berkaitan dgn Nabi Muhammad. Seperti surat An-Nisa ayat 80 yg menjelaskan kewajiban taat kepada Nabi, surat Al-Qalam ayat 4 yg menjelaskan keluhuran moralnya, surat Saba’ ayat 56 yg menjelaskan diutusnya Nabi buat semesta alam, surat Al-Hujurat ayat 2 yg menjelaskan kewajiban beretika ketika berada di sisi Nabi, dan sejumlah ayat lainnya.
Hanya saja, kendati Al-Qur’an banyak menyinggung sejarah hidup Nabi Muhammad saw, penjelasan di dalamnya masih bersifat global, tak dijelaskan detail-detail peristiwanya, tapi lebih pada nilai-nilai moral yg dapat dijadikan teladan (‘ibrah). Seperti ketika menyinggung soal peperangan, tak dijelaskan faktor yg melatarbelakanginya, berapa jumlah pasukan tentara Muslim dan Kafir, berapa jumlah yg terbunuh, dan berapa yg menjadi tawanan perang.
Dengan begitu, Al-Qur’an belum cukup digunakan sebagai sumber tertulis buat menguraikan detail kehidupan Nabi Muhammad saw.
Hadits sahih
Sumber sejarah Nabi Muhammad berikutnya ialah hadits-hadits sahih yg terdapat dalam enam kitab hadits (kutubus sittah), yaitu kitab himpunan hadits karya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah. Menyusul setelahnya ialah kitab Muwattha karya Imam Malik dan Musnad karya Imam Ahmad.
Kitab-kitab tersebut, terkhusus karya Imam Bukhari dan Imam Muslim, merupakan daftar rujukan paling otoritatif sebab kesahihan, kekuatan riwayat, dan orinisilitasnya. Sementara kitab-kitab selainnya, tak sepenuhnya bermuatan hadits-hadits sahih, melainkan ada juga hadits hasan, bahkan sebagian terdapat hadits dha’if.
Berbeda dgn Al-Qur’an yg secara teks memuat sekilas, kitab-kitab di atas dinilai memuat sebagian besar data sejarah hidup Rasulullah saw. Dengan merujuknya, kita dapat memperoleh data yg cukup komprehensif, meski dalam beberapa kasus juga masih ada yg belum lengkap.
Faktor penting yg menjadikan hadits sahih sebagai sumber otoritatif sejarah Nabi Muhammad ialah sebab hadits tersebut diriwayatkan dgn sanad yg bersambung (muttashil) kepada para sahabat Nabi. Kita tahu, para sahabat Nabi merupakan Muslim generasi terbaik sebab hidup sezaman dgn Nabi, mendapat didikan langsung darinya, dan turut memperjuangkan agama Allah ketika itu.
Dalam diskursus ilmu hadits, setiap riwayat yg bersumber dari Rasulullah dgn sanad yg bersambung (muttashil), wajib kita terima sebagai data yg valid dan tak boleh diragukan kebenarannya.
Syair-Syair Arab
Setelah Al-Qur’an dan hadits, rujukan penting berikutnya ialah syair-syair bangsa Arab yg semasa dgn hidup Nabi Muhammad saw. Sebagai bangsa yg memiliki tradisi sastra cukup kental, bangsa Arab juga terkenal dgn syair-syairnya.
Dengan syair-syair itu, orang kafir juga menggunakannya buat menghalangi dakwah Nabi. Di sisi lain, pihak Muslim juga memiliki penyair-penyair andal buat membela agama Islam, seperti Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, dan sejumlah penyair lain.
Syair tersebut banyak ditemui dalam kitab-kitab sastra Arab (adab) dan beberapa kitab sirah nabawiyah yg memuatnya. Melalui syair tersebut, kita dapat mengetahui kondisi sosial masyarakat pada ketika Nabi hidup dan bagaimana dinamika dakwah Islam ketika itu. Berikut penulis contohkan syair yg pernah digubah oleh Hasan bin Tsabit yg ditunjukkan kepada orang kafir dalam rangka membela Nabi.
هَجَوْتَ مُحَمَّدًا فَأَجَبْتُ عَنْهُ…وَعِنْدَ اللَّهِ فِي ذَاكَ الْجَزَاءُ
هَجَوْتَ مُحَمَّدًا بَرًّا حَنِيفًا…رَسُولَ اللَّهِ شِيمَتُهُ الْوَفَاءُ
فَإِنَّ أَبِي وَوَالِدَهُ وَعِرْضِي…لِعِرْضِ مُحَمَّدٍ مِنْكُمْ وِقَاءُ
ثَكِلْتُ بُنَيَّتِي إِنْ لَمْ تَرَوْهَا…تُثِيرُ النَّقْعَ مِنْ كَنَفَيْ كَدَاءِ
يُبَارِينَ الْأَعِنَّةَ مُصْعِدَاتٍ…عَلَى أَكْتَافِهَا الْأَسَلُ الظِّمَاءُ
تَظَلُّ جِيَادُنَا مُتَمَطِّرَاتٍ…تُلَطِّمُهُنَّ بِالْخُمُرِ النِّسَاءُ
فَإِنْ أَعْرَضْتُمُو عَنَّا اعْتَمَرْنَا…وَكَانَ الْفَتْحُ وَانْكَشَفَ الْغِطَاءُ
وَإِلَّا فَاصْبِرُوا لِضِرَابِ يَوْمٍ…يُعِزُّ اللَّهُ فِيهِ مَنْ يَشَاءُ
Artinya:
Kau hina Muhammad, maka kubalas hinaanmu.
Di sisi Allah balasan pahala dalam pembelaanku.
Kau hina Muhammad yg benar lagi lurus.
Utusan Allah yg tak pernah ingkar janji.
Sesungguhnya ayahku, nenekku, dan kehormatanku,
Kupersembahkan demi menjaga kehormatan Muhammad darimu.
Ku pacu anakku hingga tak dapat kau melihatnya (pasukan kuda).
Kuda-kuda perang kami melesat menerjang musuh.
Terus melesat ke atas bukit.
Diatas punggungnya anak panah yg haus darah.
Pasukan kuda kami terus berlari.
Dengan panji-panji yg ditata oleh kaum wanita.
Tantanganmu pasti kami hadapi.
Sampai kemenangan berada di tangan kami.
Jika tidak, maka tunggulah ketika pertempuran.
Pasti mau Allah bela siapa yg Dia kehendaki.
(HR Muslim)
Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta