Pada tulisan sebelumnya, penulis telah membahas tiga rujukan utama dalam kajian sirah nabawiyah, yaitu Al-Qur’an, hadits shahih, dan syair-syair Arab. Pada kesempatan ini, penulis mau menjelaskan rujukan utama dari kitab-kitab sejarah yg secara spesifik membahas kisah hidup Nabi saw. Penulis merujuk pada penjelasan Syekh Musthafa as-Siba’i dalam As-Sirah An-Nabawiyah Durus wa ‘Ibar.
Pada mulanya, para sahabat meriwayatkan data-data historis yg berkaitan dgn kehidupan Nabi kepada generasi setelahnya. Bersamaan dgn itu, beberapa dari mereka memiliki fokus buat mendalaminya secara detail. Seiring berjalannya waktu, muncul dari kalangan tabi’in senior yg menukil riwayat tersebut dan menuliskannya dalam lembaran-lembaran. Sebagian dari mereka memiliki perhatian lebih, seperti Aban bin Utsman bin Affan ra (w. 105 H) dan Urwah bin Zubair bin Awwam (w. 93 H).
Dari golongan tabi’in junior juga muncul Abdullah bin Abu Bakar Al-Anshari (w. 135 H), Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (w. 124 H) yg mendapat mandat dari Khalifah Umar bin Khattab buat menghimpun hadits-hadits Nabi, dan ‘Ashim bin ‘Amr bin Qatadah Al-Anshari (w. 129 H).
Pada generasi selanjutnya, hadir beberapa ulama yg menulis kitab dgn pembahasan sirah nabawiyah secara khusus. Di antara yg cukup populer dalam generasi penulis pertama ialah Muhammad bin Ishaq bin Yassar (w. 152 H). Mayoritas ulama dan pakar hadits sepakat bahwa seluruh riwayat Muhammad bin Ishaq terpercaya, kecuali yg diperolehnya dari Malik dan Hisyam bin Urwah bin Zubair sebab keduanya dinilai cedera (jarh) sebagai seorang rawi.
Mayoritas ulama muhaqqiqin berpendapat bahwa pencederaan (pandha’ifan) kedua tokoh ini (Malik dan Hisyam) terhadap Ibnu Ishaq sebab permusuhan pribadi yg terjadi di antara Ibnu Ishaq dan keduanya.
Ibnu Ishaq menulis kitab Al-Maghazi dari hadits-hadits yg ia peroleh sendiri di Madinah dan Mesir. Namun sayg, kitab tersebut tak lagi ditemukan hari ini. Beruntung, isi kitabnya masih terselamatkan dalam hafalan yg diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dalam kitabnya dari jalur gurunya, Syekh Ziyad al-Bakka’i yg termasuk murid termasyhur Ibnu Ishaq.
As-Siba’i sendiri mencatat setidaknya ada tiga kitab yg menjadi rujukan utama dalam kajian sirah nabawiyah dan masih dapat diakses sampai sekarang, yaitu As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Thabaqat Ibni Sa’ad karya Ibnu Sa’ad, dan Tarikh ath-Thabari karya Ibnu Jarir ath-Thabari. Berikut ulasan singkat ketiga kitab tersebut.
Sirah Ibnu Hisyam
Nama lengkap Ibnu Ishaq ialah Abu Muhammad Abdul Malik bin Ayub al-Himyari. Ia tumbuh hidup di Bashrah dan wafat pada tahun 213 H atau 218 H. Ibnu Ishaq menulis kitabnya, As-Sirah an-Nabawiyah dari riwayat gurunya, Syekh Ziyad al-Bakka’i yg meriwayatkan dari Ibnu Ishaq. Kendati kitab Ibnu Hisyam merupakan rujukan penting dalam kajian sirah nabawiyah, keberadaannya tak luput dari pendahulunya, yakni Ibnu Ishaq. Karena memang kitab ini ringkasan kitab Ibnu Ishaq.
Pembahasan terkait kehidupan Nabi Muhammad dalam kitab ini dimulai sejak Nabi lahir sampai kewafatannya. Kitab tersebut juga menyabilan pembahasan dgn detail dan jelas. Selain itu juga menghindari syair-syair Arab dan beberapa riwayat dari kitab Ibnu Ishaq yg dinilai tak memiliki sanad kuat. Artinya, meski kitab ini ringkasan dari Ibnu Ishaq, tetapi bukan sebatas meringkas, melainkan telah melalui penelitian ilmiah yg cukup matang.
Thabaqat Ibnu Sa’ad
Nama lengkap Ibnu Sa’ad ialah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ az-Zuhri. Ia lahir di Bashrah pada tahun 168 H dan wafat di Bahdad pada tahun 230 H. Ia merupakan sekretaris Muhammad bin Umar al-Waqidi (w. 207 H), sejarawan kondang yg cukup kompeten dalam kajian Al-Maghazi wa as-Siyar (sejarah Nabi yg berkonsentrasi pada kajian peperangan).
Ibnu Sa’ad menulis kitabnya, Ath-Thabaqat, dgn menjelaskan para sahabat dan tabi’in (setelah menjelaskan Rasulullah saw), berikut menyebutkan suku dan tempat tinggal mereka. Kitab ini termasuk sumber sejarah utama yg paling kredibel, terlebih dalam kaitannya tentang sahabat dan tabi’in. Total tokoh yg tercatat dalam kitab ini sebanyak 4725 nama.
Kitab ini mendapat posisi penting dalam kajian sejarah Islam, terutama mengenai biografi, bahkan tergolong kitab sejarah dgn fokus biografi paling awal. Hanya satu kitab dgn tema yg sama dan levelnya di atas Thabaqat Ibnu Sa’ad, yaitu Kitab Ath-Thabaqat karya Al-Waqidi (guru Ibnu Sa’ad), itu pun telah tak ditemukan lagi keberadaannya. Ada yg mengatakan, Ibnu Sa’ad banyak merujuk pada kitab gurunya itu.
Tarikh Ath-Thabari
Nama lengkap Ath-Thabari ialah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari (w. 310 H). Ia merupakan seorang imam (pemimpin), pakar fiqih, ahli hadits, dan penggagas salah satu mazhab fiqih yg kurang tersebar. Ia menulis kitabnya, At-Tarikh, tak hanya membahas sejarah hidup Nabi Muhammad saw, tetapi juga tentang sejarah umat-umat sebelumnya.
Ath-Thabari membuat pembahasan tentang Nabi Muhammad menjadi tema tersendiri, lalu diikuti dgn penjelasan tentang negeri-negeri Islam sampai menjelang akhir hayat sejarawan besar Muslim ini.
Berdasarkan pengakuan Syekh Musthafa as-Siba’i, kitab yg ditulis Ath-Thabari ini memiliki kualitas periwayatan yg cukup terpercaya. Hanya saja, terdapat beberapa riwayat yg dha’if atau bathil. Sanad riwayatnya banyak melalui jalur rawi (periwayat) yg dinilai kurang representatif, seperti terdapat rawi bernama Abu Mikhnaf, sejarawan pengikut Syiah fanatik. Sangat disaygkan, Ath-Thabari ternyata banyak mengambil riwayat darinya.
Setelah tiga kitab di atas, As-Siba’i menilai berikutnya muncul kitab-kitab yg membahas sejarah hidup Nabi saw dgn lebih detail. Hal ini terbukti dgn hadirnya kitab-kitab yg mengalami penyempitan fokus pembahasan. Seperti kategori dalail an-nubuwah yg fokus ke pembahasan mukjizat Nabi, syamail al-muhammadiyah yg fokus ke ciri-ciri fisik dan akhlak Nabi, al-maghazi yg fokus ke pembahasan peperangan zaman nabi, dan sebagainya.
Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta