Cara Rasulullah & para Penerusnya Bergaul dgn Non-Muslim

Sejak awal muncul, Islam telah berinteraksi dgn non-Muslim. Ketika masih bertempat tinggal di Makkah, Nabi Muhammad telah bergaul dan berinteraksi dgn non-Muslim, baik itu yg beragama Kristen, Yahudi, Zoroaster, maupun kaum pagan sendiri.

 

Terlebih lagi ketika Nabi hijrah ke kota Madinah, dgn masyarakat yg plural, otomatis Nabi telah bersentuhan dgn masyarakat yg beragama, baik secara budaya, sosial, keyakinan, suku, dan juga agama. Yastrib ialah daerah yg dihuni oleh pelbagai agama besar. Ada Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan aliran kepercayaan lain.  

 

Kendati bersentuhan dgn non-Muslim, relasi yg dibangun Nabi ialah relasi damai. Tidak ada rasa canggung dan sungkan dalam bergaul. Perbedaan agama, tak menjadikan Yahudi sebagai musuh. Pun perbedaan doktrin teologi, tak otomatis Nabi memerangi kaum Yahudi Madinah.

 

Baca juga: Apakah Semua Agama Sama?

 

Muhammad Said Ramadhan Al Buthi dalam kitab Fiqh al Sirah an Nabawiyyah, memuat kisah persahabatan baik Nabi dgn Raja Kristen Negus. Seorang penguasa yg beragama Nasrani dari negeri Etiophia. Kendati beragama Kristen, Rasulullah tak sungkan meminta suaka politik buat beberapa orang sahabat dari raja yg terkenal adil dan bijaksana tersebut.

 

Rasulullah sempat menyuruh beberapa orang sahabat buat hijrah ke negeri Abbyssina, termasuk anak beliau Ruqayyah dan suaminya Ustman bin Affan. Suaka politik yg Rasulullah pinta itu itu buat menyelamatkan mereka dari kekejaman kaum pagan Quraisy, Makkah. Pasalnya, siksaan kejam telah menimpa sahabat Nabi di Makkah.

 

Dalam buku Muhammad; His Life Based on the Earlist Sources, karya dari Marthin Lings, tercatat bahwa para pengungsi politik itu di Abyssina disambut dgn penuh kebaikan oleh Raja dan masyarakat lain yg mayoritas Kristen. Penguasa Ethiopia, memberikan kebebasan penuh dalam beragama dan beribadah.

 

Pada sisi lain, Yusuf Qardhawi dalam kitab Ghairu al Muslim fi almujtama’ al Islami, menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ketika hidup di Makkah dan Madinah tak sungkan-sungkan buat bergaul dgn non-Muslim. Saban waktu luang, Nabi menyempatkan diri buat bertandang dan bersilaturahmi dgn pada tetangga yg non-Muslim. Pun ketika ada tetangga Nabi yg tengah sakit, maka Nabi tak sungkan buat mengunjungi dan berbela sungkawa. Simak penjelasan Qardhawi berikut;

 

وتتجلى هذه السماحة كذلك في معاملة الرسول صلى الله عليه وسلم لأهل الكتاب يهودًا كانوا أو نصارى، فقد كان يزورهم ويكرمهم، ويحسن إليهم، ويعود مرضاهم، ويأخذ منهم ويعطيهم.

 

Artinya; Rasulullah senantiasa menyemarakkan toleransi dalam pergaulan dgn ahli kitab, sama ada itu Yahudi dan Nasrani, maka sesungguhnya Nabi mengunjungi mereka buat bersilaturahmim, dan nabi juga memuliakan mereka, dan berbuat kebabilan pada mereka, dan mengunjungi orang yg sakit, dan ia mengambil dari mereka dan juga memberi pada mereka.

 

Penjelasan terkait toleransi Nabi Muhammad terhadap non-Muslim juga dikisahkan oleh Ibnu Ishaq dalam kitab Sirah Ibn Ishaq. Ia memuat cerita tentang sekelompok Kristen dari Bani Najran—Yaman Selatan—, datang ke Madinah. Sesampai di Madinah, kelompok Najran ini langsung masuk ke masjid Nabawi. Peristiwa itu, setelah Nabi dan sahabat melaksanakan adzan Ashar.

 

Yang tak kalah mengejutkan, di dalam masjid itu para utusan Bani Najran yg berjumlah 14 orang tersebut melaksanakan sembahyg ala Kristen. Mereka menghadap ke arah Timur.

 

Melihat non-Muslim masuk ke dalam masjid, ditambah lagi melaksanakan shalat, para sahabat yg hadir berencana buat menghalau dan melarang mereka. Mengetahui rencana para sahabat, Rasulullah lantas bersabda, “Biarkanlah mereka”. Jadilah dalam masjid, Kristen Najran sembahyg ke arah Timur.

 

Setelah sembahyg, Nabi Muhammad juga memperlakukan dgn baik Kristen Najran. Rasulullah menjalin hubungan diplomasi dan memberikan perlindungan pada mereka. Rasulullah meminta Ali bin Abi Thalib buat menulis surat perjanjian damai antara Rasululah dgn penduduk Kristen Najran. Dalam surat tersebut, Rasulullah menjamin kesalamatan Bani Najran, dan Nabi melarang buat menyakiti anak-anak, wanita, dan para pemuka agama Najran. Pun Nabi dgn keras melarang buat menghancurkan Gereja. Berikut isi surat perjanjian damai itu;

 

“Dengan menyebut nama Allah yg Maha Pengasih dan Maha penyayg. Ini ialah surat dari Nabi Rasulullah Muhammad kepada Najran; Bagi penduduk Najran dan sekitarnya jaminan dari Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah atas agama, tanah, harta, dan kafilah mereka, baik yg hadir maupun tak hadir. Semisal mereka tak mengubah apa yg telah ada dan tak mengubah hak-hak mereka.Uskup, pendeta, dan penjaga gereja mereka tak boleh diganggu apa yg ada di tangan mereka baik sedikit ataupun banyak. Mereka tak boleh diusir dari tanah mereka, dan tak boleh diambil 1/10 dari mereka. Tanah mereka tak boleh diinjak oleh tentara.

 

Pada kisah lain, dalam kitab al-Sirah al-Nabawiyyah, juz 1, halaman 518, Nabi Muhammad selama di Madinah menjalin persahabatan dan pertemanan baik dgn kelompok agama Yahudi. agama Yahudi. Di antara Yahudi yg menjadi kawan akrab Nabi Muhammad ialah Mukhairiq. Seorang pendeta Yahudi yg sangat alim, sekaligus seorang hartawan nan kaya raya. Sumber kekayaan Muharriq ialah kebun kurma yg terbentang di sepanjang kota Madinah.

 

Muharriq berkawan baik dan sangat akrab dgn Nabi Muhammad. Ketika berkecamuk perang Uhud pada tahun ke-3 hijriah, Mukhairiq ikut serta membantu Raulullah dan kaum muslimin. Ia ikut berjuang dalam perang membantu kaum muslimin. Yang manarik, sebelum ia terjun ke medan tempur, Muharriq sempat berwasiat, ketika ia wafat, maka ia mau menghibahkan seluruh hartanya buat digunakan Rasulullah demi kepentingan umat Muslim Madinah.

 

Toleransi yg dilakukan Nabi Muhammad, diikuti pula oleh sahabat beliau yg lain, bahkan setelah beliau wafat. Umar bin Khattab, setelah diangkat menjadi amirul mukminin, pelbagai kebijakannya selalu berpihak pada non-Muslim. Hal itu ditunjukkan oleh Doktor Ali Muhammad al-Shalabi dalam bukunya al-Daulatul Utsmaniyah: ‘Awamilun Nuhudh wa Asbabus Suquth, bahwa Khalifah Umar tetap menghormati hak-hak non-Muslim. Padahal kekuasaannya telah sampai ke Asia Tengah sekitar 22 Hijriah. Islam telah jadi imperium baru kekuatan dunia.

 

Penghormatan Umar bin Khattab pada non-Muslim terlihat ketika penaklukan al Quds. Khalifah Umar membuat perjanjian damai dgn Palestina, bahwa kendatipun Islam berkuasa, namun penduduk bebas menjalankan keyakinan agama mereka, dan tak diperbolehkan mengganggu gereja dan sinagog mereka. Dokumetasi perjanjian damai tersebut didokumentasikan oleh Imam al-Thabari dalam kitab Tarikh .

 

Pun masa Dinasti Umayyah, di bawah pemerintahan Marwan bin Abdul Malik, khalifah tetap menghormati hak-hak non-Muslim. Salah satunya ialah menjaga Gereja Yohanes tetap utuh. Gereja ini bertetangga dgn masjid Jami’ Damaskus. Pada saat itu, ada ide buat merobohkan gereja tersebut, buat perluasan masjid raya. Pasalnya, umat Islam saat itu telah semakin berkembang. Namun ide itu ditolak komunitas muslim Suriah.

 

Gereja ini, senantiasa dipelihara dan dijaga oleh Khalifah dari Dinasti Umayyah. Baru pada masa Walid bin Marwan, gereja ini dirobohkan, tetapi kemudia di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz gereja ini dibangun kembali, sebab desakan non-Muslim.

 

Umar bin AbdulAziz, menerima protes dan pengaduan tersebut, lantas mengambil tindakan hukum. Khalifah pun menulis surat pada Gubernur Damaskus, supaya dibangun kembali Gereja Yohanes di sana. Sebab itu dahulu rumah ibadah milik kaum Kristen, sebelum dirobohkan di masa Walid bin Marwan.

 

MS. Wibowo, pemuda pegiat dakwah media sosial


Artikel ini ialah hasil kerja sama NU Online dan Jaringan GUSDURian buat kampanye #IndonesiaRumahBersama


 

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.